Jumat, 17 April 2015

Menanggapi Permasalahan Pendidikan di Nusantara

Oleh: Agustian Tatogo, S.Pd.

           Pada saat ini, pendidikan di negara Indonesia ini menjadi sorotan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama orang tua siswa yang selalu mengharapkan agar anaknya mendapat pengetahuan yang banyak dan nilai yang minimal memuaskan terutama bagi siswa dan juga orang tua siswa.
            Contoh sebuah kasus:
Di daerah Jawa khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (menurut pengamatan penulis), pendidikan bagi seorang siswa sangat penting. Hal tersebut berkaitan dengan nilai hasil ujian nasional (UN).  Bila nilai UN seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat sudah memenuhi standar artinya nilai UN-nya mendapat minimal 7.00, maka siswa yang bersangkutan tersebut berhak untuk mendaftarkan diri pada sekolah- sekolah yang berada di kota Yogyakarta.  Namun, yang  terjadi hal sebaliknya, maka ia harus belajar pada sekolah- sekolah pinggiran (di luar kota Yogyakarta).
Dari contoh kasus di atas, kita dapat mempelajari bahwa pendidkan itu sangat penting bagi siswa. Lalu, apa yangh harus dilakukan oleh seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat? Tentu siswa belajar dengan tekun dan giat agar pengetahuannya banyak dan mendapat nilai yang memuaskan. Di samping itu, suatu pertanyaan yang sering dilontarkan adalah apa saja yang perlu dan harus dilakukan oleh seorang pendidik (guru)? Tentu hal ini menjadi suatu pertanyaan yang perlu direnungkan oleh seorang pendidik (guru). Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru agar sesuatu yang diharapkan siswa dapat tercapai!
Sebagai pemahaman bagi seorang guru, mari kita melihat pemaparan berikut!
Peran guru dalam proses pembelajaran: pertama: guru sebagai fasilitator yang selalu menyediakan bahan- bahan pelajaran bagi siswa. Kedua: guru sebagai motivator dan juga inspirator  yang selalu memberi dorongan, semangat bagi siswanya.Guru adalah pembuka jalan bagi siswa dan setelah siswa menemukan jalan tersebut maka guru mendorongnya dari belakang.  Ketiga: guru harus menjadi sumber utama bagi siswa. Hal ini bukan berati guru menjadi pusat pembelajaran, namun segala sesuatu yang dibutuhkan siswa menjadi tanggung jawab guru. Oleh karena itu, guru harus memahami materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Seorang guru perlu menyiapkan materi terlebih dahulu sebelum memberikannya kepada siswa agar jangan salah konsep dalam proses pembelajaran.
Contoh sebuah kasus sederhana yang kerap terjadi di kalangan guru di pedalam dan juga di kota berkaitan dengan pelajaran Matematika.
Bilangan 23 dengan 2x3. Tentu bilangan ini hasilnya tidak sama, 23 tidak sama dengan 2x3. Menurut pengamatan penulis, beberapa guru di sekolah “pinggiran” termasuk juga sekolah- sekolah di pedalaman kerap mengartikan kedua bilangan itu sama hasilnya. Hal ini berarti seorang guru matematika salah konsep dalam pembelajaran. Ingat, seorang siswa selalu menirukan gurunya, artinya siswa melakukan apa yang dilakukan gurunya, sehingga walaupun konsep pembelajaran itu salah, siswa menganggapnya benar karena mereka percaya bahwa guru tentu  mengetahui segala sesuatunya tentang program studinya. Kasus diatas ini adalah sebuah contoh sederhana. Salah konsep dalam pembelajaran tidak hanya terjadi pada pelajaran Matematika namun semua bidang studi yang diajarkan di sekolah.

Mutu Pendidikan di Kota dan di Pedalaman

       Mutu pendidikan di daerah kota tentu jauh berbeda dengan daerah  pedalaman. Hal ini disebabkan banyak faktor, namun penulis memaparkan beberapa dari sekian banyak faktor yang menghambat mutu pendidikan khusunya di daerah pedalaman. Pertama: guru tidak berkompeten dan tidak terlatih, sehingga materi yang diajarka kepada siswa hanyalah “asal- asalan”. Selain menguasai materi, guru juga harus bisa memotivasi siswa agar siswa menyenangi mata pelajaran yang diajarkannya. Kedua: kurangnya fasilitas yang menunjang pendidikan, seperti buku paket, media pembelajaran seperti alat peraga untuk pelajaran matematika, laboratorium untuk mata pelajaran yang berkaitan dengan praktikum, dsb.
Selain faktor- faktor di atas, ada faktor dari keluarga dan lingkungan sekitarnya seperti, kurangnya ekonomis dan juga faktor sosial. Kedua faktor ini juga dapat menghambat proses pembelajaran siswa.
Dari hasil pengamatan penulis, mutu pendidikan di tanah Jawa dengan mutu pendidikan di Papua sangat berbeda. Contoh mata pelajaran matematika: pola pikir (kecerdasan) siswa SD kelas VI di Yogyakarta sama dengan pola pikir (kecerdasan) siswa SMP IX di Papua khusunya pedalaman. Hal ini artinya apa? Pendidikan di Papua sangat minim, mengkuatirkan, dan juga dapat dipertanyakan. Dari contoh ini, muncullah berbagai pertanyaan: di manakah pemerintah yang peduli terhadap pendidikan di Papua? Di manakah guru yang sungguh- sungguh memperhatikan dan mendidik anak- anak Papua? Apakah pemerintah dan guru di Papua hanyalah sebatas kewajiban artinya pemerintah dan guru memperhatikan pendidikan di Papua hanyalah sebatas formalitas saja?
Pada tahun- tahun yang mendatang, diharapkan para generasi muda dapat membantu  memajukan pendidikan di tanah Papua. Pendidikan di Papua diharapkan berkembang atas kejasama antara pemerintah daerah dengan pihak sekolah.
Bantuan Pemerintah Daerah untuk Mahasiswa
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa responden mahasiswa- mahasiswi Papua mengatakan bahwa, beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menyelesaikan studi (khususnya S-1) pada berbagai daerah di Indonesia belum ada perhatian khusus dari pemerintah daerah.
Saat seorang mahasiswadan mahasiswi yang duduk di perguruan tinggi  adalah saat di mana ia menimbah dan memperbanyak ilmu untuk nantinya akan menyalurkan pengetahuan itu kepada anak didiknya. Oleh sebab itu, mahasiswadan mahasiswi perlu membaca buku atau memiliki banyak buku untuk menambah berbagai pengetahuan, termasuk buku- buku penunjang kuliah.
Dari penjelasan di atas, bagaimana mahasiswa- mahasiswi dapat memiliki pengetahuan? Ada berbagai cara untuk memiliki pengetahuan; pertama: kunjungi perpustakaan atau toko terdekat, luangkan waktu untuk membaca buku di sana. Kedua: bila tidak bisa membaca buku di tempat (toko), maka salah satu cara adalah membeli buku tersebut. Nah, untuk membeli buku itu tentu ada finansialnya. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi mengatakan bahwa “biaya untuk hidup saja kurang (kadang tidak mencukupi), apa lagi untuk membeli buku!”
Pemaparan di atas adalah keluhan dari beberapa mahasiswa dan mahasiswi pada beberapa daerah di Indonesia. Semoga pemerintah dapat menanggapi keluhan- keluhan mahasiswa. Akhir kata, kedepannya pemerintah bisa merealisasikan masalah pendidikan yang terjadi di Papua dan juga keluhan- keluhan dari mahasiswa. Terimakasih.

 ---------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar