Oleh: Agustian
Tatogo, S.Pd.
Pada saat ini,
pendidikan di negara Indonesia ini menjadi sorotan bagi kebanyakan masyarakat
Indonesia, terutama orang tua siswa yang selalu mengharapkan agar anaknya
mendapat pengetahuan yang banyak dan nilai yang minimal memuaskan terutama bagi
siswa dan juga orang tua siswa.
Contoh sebuah
kasus:
Di daerah Jawa khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (menurut
pengamatan penulis), pendidikan bagi seorang siswa sangat penting. Hal tersebut
berkaitan dengan nilai hasil ujian nasional (UN). Bila nilai UN seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK
sederajat sudah memenuhi standar artinya nilai UN-nya mendapat minimal 7.00,
maka siswa yang bersangkutan tersebut berhak untuk mendaftarkan diri pada
sekolah- sekolah yang berada di kota Yogyakarta. Namun, yang terjadi hal sebaliknya, maka ia harus belajar pada
sekolah- sekolah pinggiran (di luar kota Yogyakarta).
Dari contoh kasus di atas, kita dapat
mempelajari bahwa pendidkan itu sangat penting bagi siswa. Lalu, apa yangh
harus dilakukan oleh seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat? Tentu siswa
belajar dengan tekun dan giat agar pengetahuannya banyak dan mendapat nilai
yang memuaskan. Di samping itu, suatu pertanyaan yang sering dilontarkan adalah
apa saja yang perlu dan harus dilakukan oleh seorang pendidik (guru)? Tentu hal
ini menjadi suatu pertanyaan yang perlu direnungkan oleh seorang pendidik
(guru). Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru agar sesuatu yang diharapkan
siswa dapat tercapai!
Sebagai pemahaman bagi seorang guru, mari
kita melihat pemaparan berikut!
Peran guru dalam proses pembelajaran: pertama: guru sebagai fasilitator yang selalu menyediakan bahan-
bahan pelajaran bagi siswa. Kedua:
guru sebagai motivator dan juga inspirator
yang selalu memberi dorongan, semangat bagi siswanya.Guru adalah pembuka
jalan bagi siswa dan setelah siswa menemukan jalan tersebut maka guru
mendorongnya dari belakang. Ketiga: guru harus menjadi sumber utama
bagi siswa. Hal ini bukan berati guru menjadi pusat pembelajaran, namun segala
sesuatu yang dibutuhkan siswa menjadi tanggung jawab guru. Oleh karena itu,
guru harus memahami materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa.
Seorang guru perlu menyiapkan materi terlebih dahulu sebelum memberikannya
kepada siswa agar jangan salah konsep dalam proses pembelajaran.
Contoh sebuah kasus sederhana yang
kerap terjadi di kalangan guru di pedalam dan juga di kota berkaitan dengan
pelajaran Matematika.
Bilangan 23 dengan 2x3.
Tentu bilangan ini hasilnya tidak sama, 23 tidak sama dengan 2x3.
Menurut pengamatan penulis, beberapa guru di sekolah “pinggiran” termasuk juga
sekolah- sekolah di pedalaman kerap mengartikan kedua bilangan itu sama hasilnya.
Hal ini berarti seorang guru matematika salah konsep dalam pembelajaran. Ingat,
seorang siswa selalu menirukan gurunya, artinya siswa melakukan apa yang
dilakukan gurunya, sehingga walaupun konsep pembelajaran itu salah, siswa
menganggapnya benar karena mereka percaya bahwa guru tentu mengetahui segala sesuatunya tentang program studinya.
Kasus diatas ini adalah sebuah contoh sederhana. Salah konsep dalam
pembelajaran tidak hanya terjadi pada pelajaran Matematika namun semua bidang
studi yang diajarkan di sekolah.
Mutu Pendidikan di Kota dan di Pedalaman
Mutu pendidikan
di daerah kota tentu jauh berbeda dengan daerah
pedalaman. Hal ini disebabkan banyak faktor, namun penulis memaparkan
beberapa dari sekian banyak faktor yang menghambat mutu pendidikan khusunya di
daerah pedalaman. Pertama: guru tidak
berkompeten dan tidak terlatih, sehingga materi yang diajarka kepada siswa
hanyalah “asal- asalan”. Selain menguasai materi, guru juga harus bisa
memotivasi siswa agar siswa menyenangi mata pelajaran yang diajarkannya. Kedua: kurangnya fasilitas yang
menunjang pendidikan, seperti buku paket, media pembelajaran seperti alat
peraga untuk pelajaran matematika, laboratorium untuk mata pelajaran yang
berkaitan dengan praktikum, dsb.
Selain faktor- faktor di atas, ada
faktor dari keluarga dan lingkungan sekitarnya seperti, kurangnya ekonomis dan
juga faktor sosial. Kedua faktor ini juga dapat menghambat proses pembelajaran
siswa.
Dari hasil pengamatan penulis, mutu
pendidikan di tanah Jawa dengan mutu pendidikan di Papua sangat berbeda. Contoh
mata pelajaran matematika: pola pikir (kecerdasan) siswa SD kelas VI di Yogyakarta
sama dengan pola pikir (kecerdasan) siswa SMP IX di Papua khusunya pedalaman.
Hal ini artinya apa? Pendidikan di Papua sangat minim, mengkuatirkan, dan juga dapat
dipertanyakan. Dari contoh ini, muncullah berbagai pertanyaan: di manakah
pemerintah yang peduli terhadap pendidikan di Papua? Di manakah guru yang sungguh-
sungguh memperhatikan dan mendidik anak- anak Papua? Apakah pemerintah dan guru
di Papua hanyalah sebatas kewajiban artinya pemerintah dan guru memperhatikan
pendidikan di Papua hanyalah sebatas formalitas saja?
Pada tahun- tahun yang mendatang,
diharapkan para generasi muda dapat membantu memajukan pendidikan di tanah Papua.
Pendidikan di Papua diharapkan berkembang atas kejasama antara pemerintah
daerah dengan pihak sekolah.
Bantuan Pemerintah Daerah untuk Mahasiswa
Berdasarkan pengamatan penulis
terhadap beberapa responden mahasiswa- mahasiswi Papua mengatakan bahwa,
beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menyelesaikan studi (khususnya S-1)
pada berbagai daerah di Indonesia belum ada perhatian khusus dari pemerintah
daerah.
Saat seorang mahasiswadan mahasiswi yang
duduk di perguruan tinggi adalah saat di
mana ia menimbah dan memperbanyak ilmu untuk nantinya akan menyalurkan
pengetahuan itu kepada anak didiknya. Oleh sebab itu, mahasiswadan mahasiswi
perlu membaca buku atau memiliki banyak buku untuk menambah berbagai
pengetahuan, termasuk buku- buku penunjang kuliah.
Dari penjelasan di atas, bagaimana
mahasiswa- mahasiswi dapat memiliki pengetahuan? Ada berbagai cara untuk memiliki
pengetahuan; pertama: kunjungi
perpustakaan atau toko terdekat, luangkan waktu untuk membaca buku di sana. Kedua: bila tidak bisa membaca buku di
tempat (toko), maka salah satu cara adalah membeli buku tersebut. Nah, untuk
membeli buku itu tentu ada finansialnya. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi
mengatakan bahwa “biaya untuk hidup saja kurang (kadang tidak mencukupi), apa lagi
untuk membeli buku!”
Pemaparan di atas adalah keluhan dari
beberapa mahasiswa dan mahasiswi pada beberapa daerah di Indonesia. Semoga
pemerintah dapat menanggapi keluhan- keluhan mahasiswa. Akhir kata, kedepannya
pemerintah bisa merealisasikan masalah pendidikan yang terjadi di Papua dan
juga keluhan- keluhan dari mahasiswa. Terimakasih.
---------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar