Jumat, 22 Mei 2015

MENDIDIK DENGAN HATI

Oleh: Agustian Tatogo
 
Sebagai seorang guru, kita bangga dan senang hari menjadi pendidik, meski sering memiliki banyak tugas yang harus kita selesaikan dalam kurung waktu tertentu. Misalnya, mulai dari kita mempersiapkan suatu pembelajaran, pelaksanaan pendidikan dalam mengajar di kelas termasuk melakukan pendampingan khusus bagi peserta didik yang kurang mampu mengikuti dalam pembelajaran di kelas dan dalam proses akhir yakni pada evaluasi pendidikan termasuk pemeriksaan dan penilaian hasil jawaban peserta didik.
Pendidikan yang memanusiakan manusia muda
Pendidikan memanusiakan manusia muda dimulai sejak seseorang masih kecil. Pendidikan untuk memanusiakan manusia haruslah dimulai dari keluarga sebagai pendidikan paling dasar. Seseorang yang mendapatkan pendidikan di sekolah adalah pengembangan dari pendidikan di dalam keluarga sewaktu masih kecil. Untuk mencerdaskan pendidikan, dibutuhkan pendidikan yang berlandaskan pada konteks setempat.
Seorang pastor prajaja, Rm. Mangun Wijaya, Pr (Romo Mangun) dalam kiprahnya di dunia pendidikan, beliau mengatakan “Pendidikan yang dapat memanusiakan manusia muda”. Maksud dari perkataan itu adalah bahwa manusia muda dilahirkan di dunia sudah sangat banyak, namun manusia yang seperti apa? Beliau beranggapan bahwa kita sebagai orang tua, praktisi pendidikan (termasuk guru) dan lembaga pemerintah dan non pendidikan harus mendidik anak muda, anak harus terisi dengan pendidikan yang semestinya. Pendidikan yang beliau maksud adalah pendidikan yang mencerdaskan anak- anak yang kurang mampu dalam pengetahuan, pengembangan kemampuan, skill serta kreativitas. Seseorang dinggap lebih manusia lagi ketika mereka diisi dengan pengetahuan, ilmu, kemapuan, sosial, dsb.
Maka, orang tua sebagai guru paling dasar dapat mengubah anak menjadi pribadi yang terisi dengan ilmu pengetahuan, termasuk pembentukan karakter, mendisiplinkan anak sejak usia dini. Lalu menciptakan lingkungan yang baik bagi anak untuk belajar menjadi manusia muda yang nantinya berguna bagi bangsa dan daerahnya sendiri.
Peran utama kedua adalah pihak sekolah. Guru di sekolah yang paling mengetahui kerakter dan kemampuan anak didik di dalam kelas. Guru adalah panutan bagi setiap siswanya di kelas dan di sekolah. Maka gurulah yang paling berpengaruh dalam mengubah karakater siswa, guru di sekolah mempunyai kuasa untuk memanusiakan manusia muda.
Tetapi, apa yang akan terjadi jika guru tidak mengikuti aturan sekolah, artinya guru tidak mengajarkan anak murid dengan baik, guru tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk menjalankan pendidikan? Apakah itu bisa disebut memanusiakan manusia muda? Rasanya tidak cukup apabila guru tidak mengajarkan murid dengan baik lalu dia disebut pahlawan bagi manusia muda?
Misalnya, pengalaman yang kerap terjadi adalah di Papua. Pendidikan di Papua masih terlihat minim. Minimnya pendidikan di Papua diakibatkan karena kurangnya tenaga pendidikan, fasilitas yang kurang memadai dalam pembangunan bangsa Papua dan sistem pengelolaan pendidikan yang kurang bagus. Tenaga pendidik (guru) yang kurang berkompeten, artinya guru tidak hanya menguasai bidangnya tetapi juga guru kurang membentuk karakter dan mengembangkannya sebagai seorang manusia muda Papua. Yang dimaksud Rm.Mangun tentang memanusiakan manusia muda tersebut tidak hanya pengetahuan pada anak itu tinggi, tetapi juga karakter yang benar- benar dibentuk pada tingkatan sekolah.
Guru sebagai pengubah masa depan bangsa Papua diharapkan peduli dengan pendidikan. peduli dengan pendidikan, bukan berarti guru hanya datang ke sekolah, duduk- duduk di sekolah atau masuk sekolah tidak benar- benar menerapkan ilmunya serta pembentukan karakter di dalam kelas dan di sekolah. Selain itu, pendekatan guru dengan siswa, masyarakat (termasuk orang tua siswa) dapat membantu anak menjadi manusia muda Papua yang tidak hanya pengetahuan yang memadai tetapi juga karakternya terbentuk dan memiliki kedisiplinan yang cukup tinggi.
Di samping itu pemerintah daerah dan pusat sebagai penyelenggara pendidikan benar- benar menerapkan sistem pendidikan dan tata pengelolaan pendidikan yang bernilai bagus. Bernilai bagus tidak hanya sisem pendidikan dan tata pengelolaan pendidikan bisa diterapkan di seluruh nusantara saja, namun sistem pendidikan tersebut benar- benar disesuaikan dengan daerah setempat. Maka, pendidikan harus berbasis kontekstual dan dengan menerapkan budaya setempat, termasuk pembentukan karakter dan sikap peserta didik. Demikian pula pemerintah mengelola pendidikan secara baik dan merata. Maka, dapat kita harapkan bahwa kita bisa memanusiakan manusia muda papua yang berguna bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi masyarakat dan bagi negeri Papua.

Penulis adalah Guru di SMA YPPK Adhi Luhur dan Pembina Asrama Putra Teruna Karsa Nabire Papua

Activities In The Ship



Oleh: Agustian Tatogo
Ilustrasi galau di atas kapal laut
 
Beberapa hari berada di dalam kapal (di atas lautan) itu memang membosankan. Mengapa membosankan? Di dalam kapal, kita tidak berbuat apa- apa, tidak ada pekerjaan yang jelas yang kita kerjakan. Yang jelas, kita kreatif sendiri apa yang kita mau buat. Kita bisa menentukan sendiri, semua kembali kepada diri kita.
Kebiasan orang (para penumpang) adalah tidur di tempat tidur, meski hari sudh siang. Di samping itu, mengadakan obrolan (bercerita denga keluarga, teman, saudara atau orang yang kita kenal dalam kapal), main kartu atau domino bagi yang membawa kartu atau domino. Kalau pagi hari atau sore hari, lebih banyak penumpang naik keluar menuju dek enam bgian luar dan dek tujuh hanya sekedar menikmati pemandangan lautan bebas. Sangat sedikit yang membaca buku atau menulis sesuatu di buku catatan atau membuka laptop sebagai media untuk menulis.
Dalam perjalanan pulang ke Papua, saya membuat situasi baru. Karena say rasa menulis itu penting, maka tiap malam, sambil menge-cas baterai laptop, saya mencoba menulis, meskipun hanya satu dua tulisan. Selain itu, membaca buku yang saya bawa sebagai bekal (kenang- kenangan) di dalam kapal.
Naik ke kapal, memang kita harus waspada (hati- hati). Tidak hanya karena nyawa kita, tetapi sering kali barang bawaan oleh penumpang biasa hilang dimbil orang (kecurian). Tidak hanya barang yang hilang, beberapa kali jawa manusia dipertarukan di dalam kapal. Entah mengapa? Nyawa manusia jadi hilang. Itulah kita harus waspada dengan segala kemungkinan yang akan terajdi ketika naik dalam kapal.

-----Salam Perjuangan-----

Imigran Gelap: Legalkah Mereka?



Oleh: Agustian Tatogo
Ilustrasi.doc
 
Imigran gelap adalah orang yang datang dan masuk ke suatu daerah atau wilayah tanpa diketahui pemimpin setempat atau masuk (melalui) tanpa ijin pihak yang berwajib. Legal apabila melalui ijin tertentu dan sejauh bisa dikontrol dan tidak menimbulkan masalah. Sementara ilegal berpandangan terbalik dari legal.
Setiap kapal penumpang yang datang ke Papua selalu dipadati oleh orang pendatang, dalam hal ini orang Jawa, orang Makasar, orang Sumatera, orang Maluku dan dari berbagai daerah di Nusantara. Mereka datang tanpa ijin pihak berwajib, terutama pemerintah setempat. Meskipun pemerintah Papua yakni gubernur Papua, Lukas Enembe tidak mengijinkan program transmigrasi masyarakat Nusantara ke Papua yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia.
Ketidakijinan pemerintah Papua tentang transmigrasi masyarakat Nusantara ke Papua itu keputusan yang sangat bagus. Mengapa? Seperti beberapa alasan yang dikemukakan oleh gubernur Papua, salah satunya adalah dengan bertambah orang luar Papua masalah masyarakat dan tanah Papua semakin dikuasai orang luar Papua. Masih ada beberapa alasan lagi, sehingga itu menjadi alasan kuat untuk menolak program transmigrasi ke Papua.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah sadarkah pemerintah Papua akan masuknya masyarakat Nusantara ke Papua tanpa ijin pemerintah daerah atau pihak berwajib. Mereka datang ke Papua dari berbagai daerah di Nusantara. Mereka membawa barang dagangan untuk dijual di Papua. Tidak hanya itu, ketika saya melakukan wawancara dengan sekelompok orang yang datang ke Papua, mereka mengatakan, tujuan ke Papua adalah macam- macam alasan yakni ada yang mengatakan “Saya ke Papua karena di sana ada keluarga saya”, ada pula mengatakan “Saya mau kerja di sana, sudah dapat pekerjaan”. Lain lagi mengatakan “Saya sudah empat tahun di Deiyai sebagai penjual pakaian obral”. Ada lain mengatakan “Saya sudah lama tugas pada salah satu kantor di Manokwari dan ini saya kembali ke Papua setelah libur satu bulan di kampung saya, Purwodadi, Jawa Tengah”. Macam- macam alasan yang mereka utarakan hanya untuk datang ke Papua.
Datangnya orang- orang baru ke Papua memang membawa perubahan bagi bangsa Papua. Namun, jika tujuan mereka seperti yang disebutkan di atas adalah justru perubahannya hanya berdampak buruk bagi masyarakat Papua dan tanah Papua. Mengapa? Kekayaan alam terus diambil, digali oleh orang luar Papua sementara masyarakat pribumi sendiri tidak merasakan kekayaan alam itu. Salah satu kekayaan alam yang terus diambil adalah tambang Freeport yang sampai sekarang belum habis dan tidak tahu sampai kapan ijin kontraknya dan sampai kapan kekayaan alam itu habis.
Salah satu keprihatinan saya sebagai orang terpelajar adalah meskipun pemerintah daerah tidak menginjinkan masyarakat luar masuk (menolak ijin program transmigrasi) ke Papua, tetapi karena mereka lebih licik dan sudah tahu tentang teknik dan strategi agar mereka tetap masuk ke Papua. Jika seperti itu, maka sekarang kembali kepada pemerintah daerah dan pihak berwajib sebagai otoritas penuh dalam hal mengantisipasi masuknya imigran gelap. Kita masyarakat biasa hanya bisa mengusulkan masalah tersebut dan yang mengatur adalah pemerintah daerah.

-----Salam Perjuangan-----

Matematika dalam Ekonomi Perdagangan di Papua



Oleh: Agustian Tatogo
Ilustrasi.doc
 
Berkembangnya pengaruh dan banyak pemekaran wilayah di Papua mengakibatkan banyak perubahan. Perubahan tersebut tidak hanya berdampak positif yakni mengembangkan potensi yang terdapat di Papua saja namun justru menjadi lahan bisnis yang dimanfaatkan oleh segelintir orang, termasuk masyarakat pendatang yang datang ke Papua untuk mengembangkan usaha.
Salah satu tujuan adalah mencari untung dengan membawa barang dagangan untuk diperjualbelikan di daerah Papua. Dilihat dari sisi ekonomi yakni untung dan rugi dari perdagangan suatu barang tertentu, maka ketika barang tersebut diperjualbelikan maka lebih banyak untungannya. Hal ini dapat kita lihat di mana ketika suatu barang dijual di daerah Papua, maka laba hasil jualannya sangat besar karena mereka jual dengan harga yang lebih mahal dari harga sebenarnya. Misalnya, suatu barang dijual dua atau tiga kali lebih mahal dari harga sebenarnya. Jika hal itu terus dilakukan, maka para pedagang termasuk berpenghasilan besar.
Matematikanya Apa?
Dari ekonomi perdagangan di Papua ini dapat kita tarik dari sisi pembelajaran matematika. Salah satunya adalah untung dan rugi yang kita belajar. Tetapi supaya pembelajaran di kelas menarik, maka kita perlu mengkaitkan dengan konteks setempat. Materi dalam pelajaran matematika yang terdapat pada konteks ini yakni matematika ekonomi, program linear dan juga masalah operasi hitung.
Materi untuk matematika ekonomi yakni untung dan rugi. Di mana untung jika barang dagangannya terjual habis atau minimal modal awal uang kita kembali dan masih ada laba meskipun sedikit. Rugi jika minimal modal saja tidak kembali ke kita.
Dalam program linear dapat kita pelajari tentang suatu titik pencapaian optimun yakni maksimum atau minimum. Linear berarti kita belum pastikan harga suatu barang dan harus melalui suatu proses untuk membuktikan nilai tertentu. Karena linear tidak diketahui nilai, maka perlu digunakan langkah- langkah untuk mendapatkan nilai suatu linear tertentu. Misalnya seseorang membeli tiga baju dengan harga Rp120.000,00 dan empat celana seharga Rp120.000,00.
Dari sisi untung dan rugi. Misalnya, di Jawa, satu baju dijual dengan harga Rp20.000,00 maka ketika dijual di Papua dengan harga satu baju seharga Rp40.000,00 maka berapa keuntungan yang didapatnya? Modalnya Rp20.000,00 dan laba adalah Rp20.000,00. Demikian seterusnya untuk empat baju. Masing- masing baju dijual seharga Rp40.000,00 maka keuntungannya masing- masing adalah Rp20.000,00 sehingga laba total dari empat baju adalah Rp20.000,00 x 4 sehingga didapat keuntungan sebesar Rp80.000,00.
Demikian pula berlaku untuk celana. Di Jawa, satu celana seharga Rp15.000,00. Dijual lagi di Papua dengan harga sebesar Rp30.000,00 per celana. Maka setelah modalnya kembali, laba (keuntungan) yang diperoleh adalah sebesar Rp15.000,00. Jika si pedangan membeli di Jawa sebanyak dua puluh celana dengan dengan harga sama yakni Rp15.000,00 per celana, kemudian dia menjual lagi di Papua dengan harga Rp30.000,00 per celana. Maka, setelah modalnya kembali dan laba yang didapatkan si pedagang adalah sebesar Rp15.000,00 x 20 adalah Rp300.000,00. Itu baru dua puluh celana, belum jika celananya 30 buah dengan modal awalnya sebesar Rp450.000,00, maka hasil penjualan adalah sebesar Rp900.000,00 dengan laba (keuntungan) yang dapatkan dari hasil penjualannya adalah sebesar Rp450.000,00.
Kita melihat dari sisi operasi hitung matematika, maka kita dapat hitung keuntungan dari penjualan celana dan baju. Untuk penjualan baju dengan harga Rp30.000,00 per potong baju, maka keuntungan (laba) adalah Rp15.000,00. Jika penjualan sebanyak 25 potong, maka keuntungannya adalah Rp375.000,00. Dengan demikian, kita dapat menjumlahkan kedua jenis pakaian Rp450.000,00 + Rp375.000,00 adalah Rp825.000,00.
Dari penyelesaian ini dapat disimpulkan bahwa, pertama: orang luar datang ke Papua untuk mencari celah demi mengembangkan usaha. Tidak hanya itu, mereka punya ambisi besar untuk menguasai masyarakat dan tanah Papua. Kedua: karena peluang besar untuk mengembangkan usaha mereka maka orang luar Papua melakukan pembohongan besar terhadap masyarakat kecil di Papua. Ketiga: dalam penjualan barang dagangan, dapat kita katakan bahwa semakin banyak barang yang kita jual dan laku habis, maka semakin besar pula laba (keuntungan) yang kita peroleh. Keempat: pada masalah situasional seperti masalah dagang, dapat kita jadikan cara kita ajarkan pada anak didik di jenjang pendidikan, terutama pada pelajaran matematika. Tidak selalu menggunakan rumus saja, namun kita perlu menghubungkan konteks nyata dengan pembelajaran matematika di kelas. Semoga

----Salam Perjuangan----

Penulis adalah Guru di SMA YPPK Adhi Luhur dan Pembina Asrama Putra Teruna Karsa Nabire Papua

SAKIT HATIKU UNTUKMU



Oleh: Agustian Tatogo
 
Ilustrasi.doc
Pada perjalanan pulang ke Papua, di dalam Kapal Labobar saya mendengar obrolan yang kurang menarik menurutku. Obrolan itu menyangkut Papua dan masyarakat Papua. Bukan masalah apa dan bagaimana, tetapi obrolan itu lalu memojokkan orang Papua dan tanah Papua. Saya tidak tahu, apakah teman- teman satu deretan dari Papua itu mereka bisa mendengarkan atau tidak, sebab obrolan tersebut mereka memakai bahasa mereka sendiri yakni bahasa Jawa. Saya bisa mendengar dan dapat pahami bahasa Jawa dengan baik.
Ternyata benar bahwa mereka yang datang dari pulau Jawa dan dari daerah lain di Nusantara ke Papua membawa perubahan besar. Perubahan itu tidak selalu arah yang positif dan tidak selalu berdampak baik bagi masyarakat Papua dan tanah Papua. Salah satu hal dalam obrolan itu adalah masalah ekonomi yakni di mana masyarakat pendatang memanfaatkan momen tertentu di daerah Papua untuk mengembangkan usaha mereka. Agar usaha mereka laku dan mempunyai penghasilan lebih, maka mereka melakukan berbagai cara. Misalnya, menjual barang dagangan dengan harga yang lebih tinggi dari harga jual di kota- kota besar bahkan suatu jenis produk dijual dua tiga kali lebih dari harga jual di kota- kota besar di Nusantara.
Menjadi keprihatinan kita adalah bukan saya, bukan pula para terpelajar. Tetapi yang lebih bermasalah adalah masyarakat kecil dan miskin kampung dan kota di Papua. Mereka tidak sedikit yang belum (tidak) mengenyang pendidikan seperti masyarakat lain di Nusantara. Karena belum (tidak) berpendidikan maka selalu ditindas oleh para pendatang yang pandai berdagang. Untuk berdagang, seseorang tidak harus berpendidikan formal namun cukup miliki jiwa pedagang. Namun, jiwa berdagang itu saja belum (tidak) dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Papua.
Kita harus turun bantu masyarakat berdagang
Yang dimaksud dengan kata “kita” tidak hanya menunjuk pada saya sebagai seorang terpelajar, tidak hanya perorangan (terpelajar), tidak hanya lembaga gereja, pemerintahan dan non pemerintahan seperti sosial. Masalah di Papua, salah satunya ekonomi adalah masalah kita semua. Kita tidak bisa hanya mengharapkan (menyerahkan) masalah itu pada pemerintah atau lembaga tententu saja atau mereka yang menekuni di bidang ekonomi dan akuntansi saja. Namun, kita sebagai orang Papua, kitalah yang harus mengubah dan memperbaiki ekonomi di Papua.
Bagaimana cara kita ajarkan berdagang kepada masayarakat kita di Papua? Tentu kita mengetahui akan hal itu.  Berdagang itu harus memulai dari kecil. Kita tidak bisa melonjak tinggi begitu saja, tetapi harus bertitik tolak dari hal- hal kecil. Dalam berdagang, mungkin saja kita akan rugi. Tetapi, rugi bukan berarti kita berhenti di situ tetapi kita terus berjuang untuk memperoleh hasil yang memuaskan bagi diri kita, bagi keluarga kita dan bagi masyarakat.
Untuk berdagang, kita perlu belajar dari perjuangan masyarakat China ketika berdagang. Ketika mereka jual dan ketika barang jualannya tidak laku terus, bukan berarti mereka patah semangat, namun justru di situlah semangat mereka melonjak tinggi untuk terus berdagang. Maka, kita tidak heran jika kebanyakan masyarakat China itu memiliki kekayaan yang lebih banyak dibanding masyarakat Nusantara, apalagi masyarakat Papua.
Agar kita tidak sakit hati terus menerus kepada masayarakat pendatang, maka marilah kita memulai dari berdagang meski sekecil apapun. Saya tidak berharap, bahwa para pembaca tidak harus mengikuti saya yang sakit hati mendengar obrolan para pendatang yang datang ke Papua untuk memanfaatkan situasi yang ada di sana untuk berdagang dan mereka menjadi kaya di atas tanah Papua dan masyarakat pribumi menjadi semakin miskin dan tertindas atas tanahnya sendiri.

-----Salam Perjuangan-----