Rabu, 08 April 2015

Begini Nasib Fotomu di Astakar

Fabby Pigome. doc.

Awal saya bertemu dengan andadi kota Jeruk, Nabire. Saya tertarik denganmu. Kemudian saya idolakan anda menjadi warna favoritku, biru disilangi putih. Begitu pun hari-hariku, sering dihiasi dengan senyum manismu.
Kemudian saya sangat melambangkanmu seperti bunga anggrek warna pelangi yang penuh dengan bau harum wangi. Saya pernah memanggilmu yaswar au. Tuturan dalam bahasa daerah Biak, artinya “cinta”. Namun saat-saat itu, anda tak berpaling ke belakang.
Ketika malam tiba, saya tak rindu lagi. Karena saya sering melihat foto hitam putihmu yang pernah anda kirim lewat burung  Maleo. Bulunya berwarna putih berbintik-bintik biru.
Saat saya berteduh di bawah batu Barang. Ternyata bukan batu Karang lagi, tapi Goa Maria di Bukit Meriam. Sebelum saya mengambil, melihat dan menerima foto tersebut, saya sangat heran.
Karena anda punya burung Maleo yang pintar untuk mengantar kesibukanmu. Sudahlah, saya pun bertemakasih kepada burung Maleo pintar itu. Kemudian, saya ambil dan pulang ke Asrama Putra Teruna Karsa (Astakar). Lalu saya langsung simpan dalam lemariku.
***
Lima bulan kemudian, pas saya kelas 1 (satu) semester 2 (dua) di SMA Adhi Luhur (AL) Nabire. Saat itu, malam Kamis bulan terang hingga cahaya bulan masuk lewat jendela kanan atas kamar saya. Saya pun susah tidur. Tiba-tiba saya memandang jendela kanan atas. Burung Maleo pintar pun datang ke kamar dan menghampiriku.
“Mana foto sahabatku yang pernah aku berikan?” tanya Maleo.
“Sabarlah burung Maleo pintar. Aku ada simpan dalam lemariku.”
Lalu aku cepat-cepat buka pintu lemariku dan ambil fotonya.
“Ini foto sahabatmu.”
“Iya. Baiklah. Anda simpan saja baik-baik. Nanti ia akan menjadi bagian dari Anda.”
Ia meninggalkan tempatku  dan pergi bersama cahaya bulan. Lalu saya pun tidur nyenyak.
Saat itu, pembina Astakar mendengar bahwa anak-anak Astakar sering membawa handphone (Hp) dalam jam belajar. Padahal membawa Hp dilarang keras. Waktu itu hari Jumat sore. Pembina (Abang Try) mengumpulkan kami dan memberi sanksi, merayap lima kali kekeling halaman Astakar.
Lalu Abang Try minta kunci lemari kami penghuni Astakar semua dan ia pergi. Ia memeriksa lemari satu persatu dari ruang satu sampai ruang dua. Ia masuk kedua ruangan dan membawa satu kantong plastik hitam besar. Ia menujukkan barang-barang yang tidak diperbolehkan oleh Astakar, yang telah dia sita. Seperti rokok, surat cinta, kado cinta, Hp, foto cinta, minuman keras (Miras)dan barang-barang lain.
Saya ragu dan kaget juga, jangan sampai Abang Try mengambil foto cinta yang burung Maleo pintar pernah kasih. Lalu Abang  Try mengembalikan Hp lima buah kepada lima anak Astakar, sekaligus memberikan surat peringatan pertama kepada lima sahabat itu. Barang-barang terlarang lain langsung dibakar.
Aduh. Saya berpikir panjang, jangan sampai Abang Try angkat foto cinta saya yang burung Maleo pernah kasih. Kemudian kami disuruh masuk ruang study, tapi saya masih berfikir foto cinta itu. Sudah jam tidur. Saya cepat buka pintu lemari.Ternyata, foto cintanya tidak ada. Dapat ambil juga. Saya sedih dan mengesal. Saya langsung tidur.
Dalam mimpi malam itu, burung Maleo pintar pun datang menghampiriku.
“Mana foto sahabatku yang pernah aku kasih. Apakah masih tersimpan baik?”
“Maaf burung Maleo pintar. Pembina kami periksa dan angkat semua rokok, foto cinta itu dan surat cinta lain. Semua dibakar.”
”Baiklah. Anda tak menjaga sahabatku.”
Dan ia langsung terbang pergi. Setelahnya, hingga kini,  ia tak pernah datang  lagi.
***
Dua tahun berlalu. Tiada kabar dari burung Maleo pintar.Hari itu kami memperingati hari kasih sayang Ibu. Saya pun duduk sendirian  di teras Astakar pada pukul.12.00  siang.  Saya sambil bersedih dan merenungkan semua kisah dan ceritabersama dia begini. Tiba-tiba burung Maleo hinggap dekatkudan berkata,
” Jangan anda bersedih terus, ini ambillah foto sahabatku”.
 Saya pun ambil dan bertemaksih kepada burung Maleo.
“Anda simpan saja baik. Jika kali ini anda menghilangkan lagi maka aku tak akan memberi lagi.”
“Iya. Burung Maleo pintar.”
Lalu ia terbang  pergi ke arah timur. Kemudian saya berpikir, tempat simpan yang bagus adalah isi dalam dompet. Karena sudah gantungkan rantai. Jika jatuh maka pasti dompet saya terkait di rantai itu. Lalu sahabat dan pembina pun tak periksa dompet lagi ketika Sweeping. Jadwal Sweeping di sekolah pun sama. Lebih fokus pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Saya pikir, sudah lebih bagus tiga hari itu, dompetkudisimpan di lemari saja.
Kami bercanda dan beraktivitas seperti biasa di Astakar. Lalu di SMA AL kan tanggal belasan September, mulai Class Metting. Saat itu,kami disuruh menggunakan pakaian bebas tapi rapi.
Besoknya hari Kamis, 18 September2012.  Pada pukul 07.10 WIT.  Saya berangkat ke sekolah. Tibadi depan pintu gerbang AL. Kelas kami “St Stanislaus Kostka” juga ada siap-siapuntuk bertanding footsaldengan kelas XII IPS dua “Soichiro Honda”.
Saya bersama empat orang dari teman kelasku. Kami bermain. Di pertengahan main, ada yang tahan saya. Namanya Frans Yube Pigai. Saya sendiri pikir-pikir, saya salah apa.Karena saya pikir, ia tak mungkin menahan seperti begini.
Tapi ada yang teriak ambil air bak. Terus ada yang  teriak ambil ember itu dan keributan lain juga. Saya bingung. Oh, ternyata ini hari ulang tahun saya yang ke-17. Saya biarkan saja. Mereka siram dan siram sampai saya basah kuyup.
Lalu saya langsung pulang ke Astakar. Ganti pakaian. Kemudia pakaian kotorkudilepaskan dan dimasukan ke dalam ember. Lalu suci pakaian itu dan gantungkan begini. Macam dalam saku adasesuatu. Saya ambil. Ternyata dompet berisi foto yang burung Maleo pernah kasih.
“Aduh..!” Saya kaget. Saya takut fotonya hancur.
Perlahan, kubuka fotonya. Foto itu tak lebih dari kertas putih, tak ada wajah yang kentara. Warna yang ada di foto telah luntur.Hancur.
Mengingat perjanjian dengan burung Maleo kala itu, saya sangat menyesal dan sedih. Andai dia yang di foto itu membaca coretan ini, ingin kusampaikan padanya, “Beginilah nasib fotomu itu di Astakar.”
END.


Oleh: Fabby K. Pigome (Mahasiswa Ekonomi STEBANK Yogyakarta)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar