Selasa, 28 April 2015

Solusi: Haruskah Eksekusi Mati?

Oleh: Agustian Tatogo
Ilustrasi eksekusi mati.doc

Akhir- akhir ini, masyarakat Indonesia digegerkan dengan cara eksekusi mati oleh presiden RI Joko Widodo kepada para pengedar dan pengguna narkoba. Mengapa saya mengatakan “digegerkan”? Sebab, negara ini melakukan hal baru dan aturan baru setelah Joko Widodo dipilih menjadi presiden RI. Dan aturan itu menjadi hal baru di Indonesia. Maka seluruh masyarakat di Indonesia merasa terkejut dengan dilaksanakannya eksekusi mati. Tidak heran jika masyarakat menolak eksekusi sebab eksekusi mati adalah mencabut jawa seseorang secara sadar.
Kejutan luar biasa ini dialami tidak hanya oleh warga negara Indonesia saja, tetapi semua kalangan baik organisasi, lembaga, bahkan negara lain di seluruh dunia. Kejutan tersebut dialami semua pihak lantaran Indonesia melakukan eksekusi mati bagi terpidana yang grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Kejutan pertama dilakukakan negara Indonesia pada beberapa bulan lalu. Dan kejutan kedua dilakukan negara Indonesia pada Rabu dini hari. Apa manfaat yang dirasakan negara Indonesi, terutama pihak berwajib termasuk Joko Widodo?

Aspek Kristiani
Dalam ajaran kristiani, tidak diperbolehkan orang mencabut nyawa seseorang dalam keadaan sadar. Dalam hal ini, di mana Indonesia menjatuhkan hukuman mati bagi para pengedar dan pelaku narkoba. Memang para pengedar dan pelaku narkoba sepantasnya mendapatkan hukuman/sanksi dari pihak yang berwajib. Namun, jika solusi terakhirnya adalah eksekusi mati, maka sanksi itu bukanlah solusi justru mengundang masalah baru bagi pihak berwajib.
Dalam kitab suci pada semua agama juga mengajarkan bahwa jangan mencabut jawa orang lain (jangan membunuh) karena membunuh adalah dosa paling besar kepada pelaku pembunuh. Kalau dalam konteks eksekusi mati para terpidana yang grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo, memang mereka melakukan tindakan tidak bermoral yakni mengedarkan dan mengonsumsi narkoba. Namun, solusi terakhirnya haruskah eksekusi mati? Tidak, masih ada cara lain yang bisa dilakukan oleh pihak berwajib termasuk Joko Widodo. Salah satu solusinya adalah memberikan hukuman seumur hidup kepada pelaku narkoba.
Ajaran kristiani menentang keras terhadap keputusan yang diambil presiden Joko Widodo. Hal ini dibuktikan dari agama katolik, termasuk Rm.Franz Magnis Suseno membeberkan penyataan untuk menentang aturan baru yang berlaku di Indonesia itu. Pernyataan menentang aturan eksekusi mati juga datang dari pihak PBB di Amerika Serikat, di mana Sekjen PBB, Ban Ki Moon menentang keras hukuman mati bagi para narapidana yang dilakukan oleh negara Indonesia. Hal tersebut dilakukan pihak PBB karena menyangkut pelanggaran HAM. Tidak hanya itu, atauran itu ditantang keras oleh berbagai negara di dunia.
Jika eksekusi mati menjadi solusi terakhir bagi pengedar dan pengguna narkoba, maka apa yang akan terjadi? Apakah negara lain memandang bahwa negara Indonesia adalah negara yang bijak? Jika eksekusi mati itu dilakukan, maka yang ada hanyalah SDM di Indonesia dan di dunia menjadi berkurang dengan dilakukan eksekusi mati. Apakah Indonesia memiliki tujuan agar dengan melakukan eksekusi mati, maka dapat meminimalisir angka pengedar dan pengguna narkoba? Tetapi ini menyangkut nyawa manusia. Manusia itu adalah titipan sementara dari Tuhan, maka kita tidak bisa mencabut jawa seseorang tanpa ijin pemilik nyawa itu.


--------Salam Perjuangan---------

Selasa, 21 April 2015

GANTENG INI SUNGGUH MENYIKSAKU

Oleh: Agustian Tatogo
Ilustrasi
Ganteng ini sungguh menyiksaku. Itulah sepenggal kalimat yang ada di motor bagian depan milik temanku. Entah mengapa, tulisan tersebut terpampang di depan motor tepatnya di atas lampu utama motor. Tetapi yang jelas, tulisan ini mengandung dua arti.
Pertama: tulisan ini memberi gambaran tentang perlakuan “para ganteng” di negeri ini. “Aku sangat terpukul dengan kelakuan pemimpin. Aku semakin hari semakin hilang dalam kekayaan tanahku. Janji yang kau pernah utarakan, kini kau ingkar. Setelah kamu jadi “ganteng” di negeri ini, kau tidak pernah memperhatikanku lagi. Aku selalu menunggu janjimu tetapi kau tidak pedulikan suaraku lagi. Aku tidak punya apa- apa lagi untuk menghidupi diriku sendiri, keluargaku anak- anakku. Kapan kau akan tepati janjimu. Sakit hatiku padamu semakin menjadi- jadi. Kapan lagi…kapan lagi kau akan mengobati hatiku yang terluka itu. Apakah aku harus hidup di dunia seperti ini terus?” Demikian pemaparan singkat dari ungkapan hati seorang ibu di daerah Maguwoharjo yang tiap harinya berjualan makanan di warungnya. Anak pertamanya tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena tidak ada biaya.

Kedua: kalimat ini juga menggambarkan tentang perlakuan para pemimpin “para ganteng” di negeri kita tercinta ini. Seorang presiden memberikan sebuah pemahaman kepada para ganteng di ibu kota, “Untuk apa tahan- tahan dia, lepaskan saja toh, gitu saja repot”. Apa untungnya bagi negeri ini jika ditahan- tahan. Kau untung bukan karena kesejahteraan rakyatku tetapi karena kekayaan di tanahku. Ini adalah pergulatan batin bagi sebagian besar orang di negeri ini yang tertindas oleh perlakuan para pemimpin di negeri ini.

-----------Salam AMDG--------------


Senin, 20 April 2015

GURU: diguGU dan ditiRU

Oleh: Agustian Tatogo, S.Pd.
Ki Hajar Dewantara.doc.
Guru digugu dan ditiru artinya guru didengarkan dan diteladani. Siapa yang dapat mendengarkan dan meneladinya? Ya, tentunya orang- orang yang mendengarkan dan meneladaninya, dalam hal ini para anak didiknya, murid sekolahnya, para siswanya. Guru adalah panutan serta teladan bagi para anak didiknya. Apapun yang dilakukan guru, anak didiknya pasti mengikuti bahkan lebih lagi anak bisa bereksperimen sendiri berdasarkan ilmu yang didapatkan dari gurunya. Oleh karena itu muncullah sebuah istilah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Para siswa itu punya ekplorasi ilmu yang didapatkan dari gurunya di sekolah. Artinya, mereka dapat menjabarkan suatu pengetahuan atau kadang salah presepsi terhadap ilmu yang diberikan gurunya. Meskipun gurunya hanya memberikan pengetahuan X, namun anak didiknya mengeksplorasi menjadi X+Y. Itulah yang disebut guru hanya kencing berdiri (ditempat) tetapi siswa bereksplorasi sendiri menjadi kencing berdiri ditambah lagi menjadi kencing sambil berlari.
Jika gurunya mengajar sambil merokok dalam kelas, maka muridnya tidak hanya merokok tetapi lebih dari itu yakni mengonsumsi minuman keras, ganja, narkoba, dll. Jika gurunya pacaran dengan siswa di sekolah (di kelas), maka siswa melakukan lebih dari sekedar gurunya yakni pergaulan bebas bahkan sampai hamil atau mendapat berbagai penyakit misalnya salah satunya HIV AIDS. Jika gurunya tidak melihat kerapihan dalam hal pakaian, maka anak didiknya lebih dari gurunya misalnya siswa berangkat ke sekolah tidak mandi, tidak sisir, tidak rapih, menggunakan pakaian tidak pantas sebagai seorang siswa, dsb.
Sebaliknya, jika gurunya disiplin dalam hal waktu, maka anaknya disiplin tidaknya hanya waktu tetapi disiplin tenaga. Jika gurunya rajin mengajar di sekolah, anaknya pun semakin rajin. Jika gurunya rajin memberikan tugas, maka anaknya rajin mengerjakan tugas. Tentunya, semua itu motivasi dari gurunya, maka  guru hendaknya memberi motivasi, memberi dorongan kepada anak didiknya. Filosofi dunia pendidikan yang dikemukan oleh Ki Hajar Dewantara, dan itu menjadi semboyan pendidikan yakni “Tut Wuri Handayani”. Siswa harus dimotivasi, didorong untuk belajar. Guru selalu menuntun siswa dalam mendapatkan ilmu pengatahuan (belajar). Guru menuntunnya dari belakang, memantau kemajuan siswa. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya siswalah yang banyak belajar (bukan guru). Guru hanyalah fasilitator, pembimbing, yang memotivasi siswa, pendorong bagi peserta didiknya. Maka dalam pembelajaran di kelas, siswa bereksperimen, berlatih, menemukan pengetahuan dengan bimbingan guru. Pembelajaran itulah yang disebut dengan model inquiry. Model inquiry adalah penemuan sendiri, siswa bisa bereksplorasi sendiri pengetahuannya dengan motivasi dan bimbingan dari gurunya. Dari penjelasan ini dapat dilihat bahwa pembelajaran di kelas berpusat pada siswa.

Kurikulum baru (kurikulum 2013) adalah kurikulum yang menerapkan proses pembelajaran terpusat pada siswa. Maka siswa diharapkan dapat lebih aktif dalam menemukan pengetahuan. Tentunya ada batasan- batasan agar siswa tidak terpencar pengetahuannya dalam pembelajaran itu. maka guru perlu membatasi materi yang akan dipelajari anak didinya. Maka, guru perlu menjelaskan materi secara singkat (garis besar materi), tujuan pembelajarannya, indikator yang akan dicapai.

-------Salam AMDG---------

Minggu, 19 April 2015

UN dan Kehidupan Tempat Ujian Sesungguhnya

Oleh: Agustian Tatogo, S.Pd.
Ilustrasi UN. doc.

Jika saya ditanya: dimanakah tempat ujian sesungguhnya? Saya menjawab, tempat ujian sesungguhnya adalah di dunia. Mengapa? Di dunia ini saya menemukan kehidupan yang baik dan kehidupan yang menyimpang. Kehidupan yang sesungguhnya yang kita temui setiap hari. Merencanakan dan menyelesaikan suatu masalah menjadi bagian dari kehidupan di dunia ini.
Banyak orang yang mengira kehidupan sesungguhnya adalah ketika dia mendapatkan tempat atau jabatan yang yang baik.
Pada siswa SD, SMP sederajat dan SMA sederajat juga mengira bahwa mendapatkan nilai baik serta lulus ujian adalah akhir dari masa belajar sehingga siswa tersebut merasa mampu serta bisa. Akibatnya, siswa tersebut merasa sombong. Karena merasa sudah pintar, merasa sudah lulus ujian sehingga dia melupakan tugas yang sesungguhnya yakni belajar. Bagi mereka yang lulus pada ujian akhir nasional (UN) pada tiap jenjang merasa puas, sehingga mereka merayakan kelulusan dengan berbagai hal.
Namun, bagaimana dengan siswa yang mendapat nilai jelek serta tidak lulus pada ujian akhir sekolah maupun ujian akhir nasional? Sikap mereka akan berubah. Mereka tidak merasa puas dengan nilai yang mereka dapatkan. Hasil jelek tersebut akan mempengaruhi emosional mereka. Banyak anak yang tidak lulus ujian akan akan merasa minder, malu dengan teman- temanya yang sudah lulus ujian. Mereka tidak menerima kenyataan yang sebenarnya terjadi pada mereka. Maka itu, kita temui banyak siswa SD, SMP sederajat serta SMA sederajat yang stres akibat tidak lulus UN. Lebih parah lagi, banyak siswa yang bunuh diri akibat tidak lulus ujian. Hal tersebut mereka lakukan lantaran tidak menerima konsekensi bahwa mereka tidak mempersiapkan diri sebaik- baiknya dalam menghadapi ujian nasional. Sebagian besar siswa mengira bahwa ujian nasional adalah akhir dari segala hidup sehingga ketika tidak lulus ujian maka dia mengakiri hidupnya dengan bunuh diri. Sebenarnya, ujian nasional merupakan awal di mana siswa tersebut melangkah ke dunia luas dan ujian nasional ini merupakan salah satu ujian dari kehidupan sesungguhnya.

Salah siapa?
Siswa dalam hal ini belajar pengetahuan selama sekolah kurang menunjukan sikap dan tindakan sebagai seorang siswa. Siswa itu bagaikan buku dan pena yang tiap hari belajar dan benar bahwa tugas siswa adalah belajar. Dalam mengahadapi ujian nasional, siswa harus siap dengan matang. Apa yang perlu disiapkan? Tentunya ilmu pengetahuan yang didapatkannya selama proses belajar di bangku sekolah. Jika siswa tidak menyiapkan pengetahuan dengan baik, maka wajar saja jika dia mendapatkan nilai jelek atau tidak lulus ujian.
Di samping itu, pihak menyelenggara ujian juga kurang tepat dalam penerapan sistem ujian. Pertanyaannya, mengapa pemerintah menyamaratakan soal ujian nasional kepada seluruh daerah di Indonesia? Soal- soal UN disusun di pusat. Soal- soal tersebut disusun tanpa memperhatikan pendidikan yang jauh dari pusat kota. Indonesia memiliki banyak pulau, banyak budaya, banyak suku, banyak bahasa, dsb. Latar belakang siswa juga mempengaruhi pola pikir serta pengetahuan pada siswa tersebut. Dalam penerapannya di sekolah, pendidikan di Papua, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, NTT belum tentu sama dengan pendidikan di pusat. Misalnya, soal yang berkaitan dengan kereta api, siswa selain Jawa dengan Sumatera belum tentu mengerti. Selain itu, soal UN tentang Jokowi. Tidak banyak Siswa di pedalaman Papua, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lain mengenal lebih dalam tentang tokoh nasional Jokowi itu. Wajar saja jika siswa di pedalaman Papua, Pedalaman Kalimantan dan siswa di pedalaman tidak bisa menjawab soal tentang kereta api atau tentang Jokowi. Lalu, mengapa soal- soal seperti itu dikeluarkan saat ujian nasional? Ini bukan menyamaratakan pendidikan namun membunuh karakter siswa dari berbagai daerah di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia sudah salah.

UN bukan penentu kelulusan
Dari pemaparan di atas, maka dijelaskan bahwa UN bukanlah satu- satunya penentu kelulusan. Jika soal- soal UN berpusat pada Jakarta dan sekitarnya maka pihak penyelenggara UN membunuh karakter siswa dari berbagai tempat dan latar belakang di Indonesia. Mengapa UN harus dilaksanakan dan menjadi penentu kelulusan bagi siswa? UN bisa saja dilaksanakan tetapi tidak lagi menjadi penentu kelulusan namun menunjang pemahaman siswa. Maka, kelulusan akan dilaksanakan pada tiap daerah sesuai kesepakatan dinas pendidikan daerah dengan menteri pendidikan. Jika hal demikian dilakukan, maka identitas seorang anak akan terangkat di mata dunia tanpa menghilangkan jati dirinya sebagai seorang anak bangsa. Maka itu, pemerintah daerahlah yang menjadi penyelenggara sepenuhnya tentang UN dengan memperhatikan mutu pendidikan di Indonesia  dan standar kelulusan nasional.

-----Salam AMDG-----

Sabtu, 18 April 2015

Gosip itu Berdosa

Oleh: Agustian Tatogo

Hal suatu hal yang sangat melekat pada tatanan kehidupan masyarakat, tidak hanya masyarakat Papua, tidak hanya masyarakat Jawa, tidak hanya suku tertentu, tetapi seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. Hal yang tidak kita sadari adalah menceriterakan suatu hal kepada orang lain dan sesama. Cerita dari kita kepada sesama atau yang akrab kita kenal dengan istilah gosip. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan bahkan setiap tahun gosip ini selalu kita lakukan dan tidak akan hilang dari kehidupan kita.
Gosip dalam arti positif itu akan membawa dampak yang lebih baik bagi pelaku, sebab kita memberi semangat kepada pelaku. Dengan menceritakan hal yang positif kepada orang lain (sesama), maka harapannya pelaku akan bertindak lebih baik dari hal baik yang telah dilakukannya. Pelaku akan merasa bangga akan hal yang telah ia lakukan. Dia merasa dihargai orang, dihormati orang, maka keberanian akan mencoba hal yang baru akan nampak di hadapannya.
Tetapi bagaimana jika menceritakan hal yang bersifat negatif, menceritakan kelemahan seseorang (pelaku)? Pada dasarnya, kita menceritakan orang (menggosipkan) orang lain itu memiliki tujuan agar pelaku akan lebih baik, dalam kehidupannya. Namun, hal yang kerap terjadi adalah justru sebaliknya. Pelaku semakin terpuruk dan tidak berkembang ke arah kehidupan yang lebih baik.  Pelaku akan semakin tidak berdaya untuk memiliki. Terkadang, karena kita menggosipkan kelemahan orang lain, maka secara tidak langsung membunuh harapan seseorang (pelaku).
Kita menggosipkan perilaku seseorang (pelaku) sehingga tanpa kita sadari membunuh hidup seseorang, maka kita akan menanggung dosa. Dalam hukum Tuhan juga mengatakan bahwa jangan menceritakan orang lain. Jelas sudah dikatakan bahwa gosip itu berdosa, namun kita tetap lakukan hal itu. Hukum Tuhan mengatakan jangan membunuh. Membunuh itu dosa berat. Karena kita menganggap membunuh itu dosa berat, maka kita sadar sehingga takut melakukan pembunuhan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan gosip? Apakah itu termasuk perbuatan berdosa? Jawabannya ya. Gosip itu berdosa. Kalau gosip hanya satu dua kali saja tidak jadi persoalan. Tetapi, jika gosip itu terus- menerus maka hal itu saya saja membunuh karakter seseorang. Jadi, jangan beranggapan bahwa, karena kita tidak melakukan kejahatan seperti membunuh orang maka dosa kita sedikit. Secara tidak langsung, gosip itu pun membunuh kehidupan seseorang. Maka, kembalilah kepada pribadi kita masing- masing. Lebih baik kita membunuh orang satu kali, dari pada menceritakan kelemahan orang lain terus- menerus.


------Selamat membaca---


Diskusi Lepas: Kesadaran

Kamis, 26 Februari 2015

Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Deiyai Yogyakarta dan Solo (IPMADE JOGJA-SOLO) mengadakan diskusi lepas dengan topik “Kesadaran”. Selain itu pula menindaklanjuti buletin edisi ke-7. Diskusi dilaksanakan pada hari kamis, 26/02/15 pukul 20.00 – 22.30 WIB  bertempat di Asrama Deiyai Yogyakarta.
Diskusi dibuka dengan doa oleh Agustinus Pekei. Diskusi ini terlihat sangat menarik karena setiap anggota yang mengikuti diskusi ini dapat memaparkan ide- ide tentang kesadaran. Mereka terlihat antusias dan proaktif  dalam mengikuti diskusi tersebut. Tujuan dilaksanakannya diskusi lepas adalah melatih cara menyampaikan ide dari tiap anggota yang hadir, termasuk melatih keberanian berbicara di depan umum.
Dari kata dasar, sadar berarti merenungkan  kembali atau merefleksikan kembali apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Merenungkan berarti melihat kembali kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi ke depan, supaya di kemudian hari tidak menyesal.
Pemandu acara, Stefanus Bukega menjelaskan bahwa “Biasanya banyak orang sadar dan mulai merespon  ketika masalah benar- benar terjadi. Ketika masalah itu terjadi, barulah orang mulai sadar lalu menyesal. Penjelasan lain pula dijelaskan oleh Agustian Tatogo bahwa, “Kesalahan yang terjadi selama ini, orang sadar setelah suatu masalah menimpa padanya. Tetapi sebenarnya, kesadaran itu kita rasakan sebelum terjadi sesuatu hal. Misalnya, sadar akan diri sendiri terutama status kita sebagai mahasiswa yang besikap dewasa dan bertingka laku seperti orang dewasa”. 
Sementara menurut Yustinus TebaiSaya sering melalaikan nasehat dan teguran orang lain terutama orang tua. Suatu hal yang menurut saya baikbelum tentu menurut orang lain baik pula. Tetapi saya sadar ketika usia saya bertambah dewasa dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dari suatu masalah”. Anggota lain lagi, Fabianus Pigome menuturkan “Tuhan memberikan akal budi yang sehat, maka setiap individu diharuskan untuk sadar. Manusia hidup tanpa kesadaran mesti tidak disenangi oleh orang disekitarnya terutama kedua orang tua”
Selanjutnya Agustinus Pekei dengan tegas mengatakan” Tanpa kesadaran, kita tidak bisa dapatkan hal baru. Ketika kita sadar dan renungkan, maka kita dapat hasil. Jika kita sadar dan apa yang kita perbuat itu tanpa sadar diri maka sulit untuk mendapatkan sesuatu. Maka sebelum melangkah dan melakukan segala sesuatu, harus ada kesadaran dalam diri kita. Hal sejalan pula dijelaskan Feliks Pigome bahwa “Kita sebagai makhluk sosial, hal yang pertama kita lakukan adalah ‘sabar’. Dengan dasar kesabaran,  kita akan menemukan solusi yang tepat untuk menyikapi masalah hidup dan menemukan arti kata ‘sadar’. Seperti ketika pertikaian terjadi  antara kedua belah pihak untuk menyikapi emosional”.
Moses Douw melihat dan memahami secara luas “Kesadaran dihubungkan dengan falsafah hidup manusia Mee yakni Dou, Gai, Ekowai. Kita Mee berbeda dengan suku-suku lain, seperti Moni, Dani, dll. Maka orang tua mengajarkan kepada kita itu berpikir dulu. Jaman sekarang, karena budaya Mee yang sesungguhnya hilang dan kita juga ikut arus dalam budaya modern, sehingga budaya kita sudah semakin hilang. Lanjut Douw, “Sebelum kita keluar, kita harus pahami dulu dengan situasi yang terjadi di daerah kita. Pemerintah daerah saat ini tidak sadar. Contoh, penjualan tanah- tanah yang saat ini banyak terajdi di Meuwo. Misalnya pemerintah membuat suatu undang- undang agar tanah/ lahan tidak terjual habis. Dalam hal berkendara pun kita harus hati- hati. Salah satunya adalah menggunakan aksesoris motor dan berkendara dengan hati- hati
Terakhir, Fr. Marko Pekei menyampaikan “Kesadaran itu adalah kesadaran untuk merasa, kemampuan untuk mengenal itu manusia dan juga hewan. Dia bisa merasa di dalam diri dan juga di luar dirinya. Kesadaran itu akan nampak ketika orang itu berpikir, ketika orang itu berpikir setelah kita menaggapi sesuatu. Kesadaran itu juga berkaitan orang lain. Misalnya kesadaran dalam kehidupan bersama di asrama. Lanjut PekeiKesadaran berkaitan dengan ingatan kita. Misalnya, asal keluarga, mengingat kembali itu tandanya bahwa kita sadar akan sesuatu. Menjadi pertanyaan: orang itu hidup tapi dia tidak merasakan hidup, misalnya kesadaran makan, minum, dll. Kalau kita tahu bahwa itu membahayakan bagi kita maka kita dapat memperbaikinya. Tingkat kesadaran itu tejadi ketika orang mengenal dalam dirinya.
Pada pertemuan ini tidak hanya dibahas diskusi kesadaran saja, namun juga menindaklanjuti buletin IPMADE JOGJA-Solo “Woogada Wookebada” edisi ke-7. Topik utama pada edisi ke-7 ini adalah “Proteksi Keamanan Manusia Papua Di Tengah Perubahan”. Dalam sajian edisi ke-7 ini terdapat 12 topik akan dimuat. Tujuannya adalah untuk masalah- masalah yang terdapat pada masyarakat Papua. Selain itu, tulisan dalam edisi ini juga memberikan solusi atau jalan keluar dari permasalahan- permasalahan tersebut. Buletin edisi ke-7 ini akan diterbitkan pada bulan akhir bulan Maret 2015.
Diskusi lepas tentang kesadaran dan pembahasan tindak lanjut dari buletin Woogada Wookebada ini berakhir pada pukul 22.30 WIB. Sebagai doa penutup, Fr.Okto Pekei, yang hamba Tuhan memimpin doa.


Oleh: Fabianus Pigome dan Feliks Pigome

------------

Jumat, 17 April 2015

Menanggapi Permasalahan Pendidikan di Nusantara

Oleh: Agustian Tatogo, S.Pd.

           Pada saat ini, pendidikan di negara Indonesia ini menjadi sorotan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama orang tua siswa yang selalu mengharapkan agar anaknya mendapat pengetahuan yang banyak dan nilai yang minimal memuaskan terutama bagi siswa dan juga orang tua siswa.
            Contoh sebuah kasus:
Di daerah Jawa khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (menurut pengamatan penulis), pendidikan bagi seorang siswa sangat penting. Hal tersebut berkaitan dengan nilai hasil ujian nasional (UN).  Bila nilai UN seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat sudah memenuhi standar artinya nilai UN-nya mendapat minimal 7.00, maka siswa yang bersangkutan tersebut berhak untuk mendaftarkan diri pada sekolah- sekolah yang berada di kota Yogyakarta.  Namun, yang  terjadi hal sebaliknya, maka ia harus belajar pada sekolah- sekolah pinggiran (di luar kota Yogyakarta).
Dari contoh kasus di atas, kita dapat mempelajari bahwa pendidkan itu sangat penting bagi siswa. Lalu, apa yangh harus dilakukan oleh seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat? Tentu siswa belajar dengan tekun dan giat agar pengetahuannya banyak dan mendapat nilai yang memuaskan. Di samping itu, suatu pertanyaan yang sering dilontarkan adalah apa saja yang perlu dan harus dilakukan oleh seorang pendidik (guru)? Tentu hal ini menjadi suatu pertanyaan yang perlu direnungkan oleh seorang pendidik (guru). Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru agar sesuatu yang diharapkan siswa dapat tercapai!
Sebagai pemahaman bagi seorang guru, mari kita melihat pemaparan berikut!
Peran guru dalam proses pembelajaran: pertama: guru sebagai fasilitator yang selalu menyediakan bahan- bahan pelajaran bagi siswa. Kedua: guru sebagai motivator dan juga inspirator  yang selalu memberi dorongan, semangat bagi siswanya.Guru adalah pembuka jalan bagi siswa dan setelah siswa menemukan jalan tersebut maka guru mendorongnya dari belakang.  Ketiga: guru harus menjadi sumber utama bagi siswa. Hal ini bukan berati guru menjadi pusat pembelajaran, namun segala sesuatu yang dibutuhkan siswa menjadi tanggung jawab guru. Oleh karena itu, guru harus memahami materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Seorang guru perlu menyiapkan materi terlebih dahulu sebelum memberikannya kepada siswa agar jangan salah konsep dalam proses pembelajaran.
Contoh sebuah kasus sederhana yang kerap terjadi di kalangan guru di pedalam dan juga di kota berkaitan dengan pelajaran Matematika.
Bilangan 23 dengan 2x3. Tentu bilangan ini hasilnya tidak sama, 23 tidak sama dengan 2x3. Menurut pengamatan penulis, beberapa guru di sekolah “pinggiran” termasuk juga sekolah- sekolah di pedalaman kerap mengartikan kedua bilangan itu sama hasilnya. Hal ini berarti seorang guru matematika salah konsep dalam pembelajaran. Ingat, seorang siswa selalu menirukan gurunya, artinya siswa melakukan apa yang dilakukan gurunya, sehingga walaupun konsep pembelajaran itu salah, siswa menganggapnya benar karena mereka percaya bahwa guru tentu  mengetahui segala sesuatunya tentang program studinya. Kasus diatas ini adalah sebuah contoh sederhana. Salah konsep dalam pembelajaran tidak hanya terjadi pada pelajaran Matematika namun semua bidang studi yang diajarkan di sekolah.

Mutu Pendidikan di Kota dan di Pedalaman

       Mutu pendidikan di daerah kota tentu jauh berbeda dengan daerah  pedalaman. Hal ini disebabkan banyak faktor, namun penulis memaparkan beberapa dari sekian banyak faktor yang menghambat mutu pendidikan khusunya di daerah pedalaman. Pertama: guru tidak berkompeten dan tidak terlatih, sehingga materi yang diajarka kepada siswa hanyalah “asal- asalan”. Selain menguasai materi, guru juga harus bisa memotivasi siswa agar siswa menyenangi mata pelajaran yang diajarkannya. Kedua: kurangnya fasilitas yang menunjang pendidikan, seperti buku paket, media pembelajaran seperti alat peraga untuk pelajaran matematika, laboratorium untuk mata pelajaran yang berkaitan dengan praktikum, dsb.
Selain faktor- faktor di atas, ada faktor dari keluarga dan lingkungan sekitarnya seperti, kurangnya ekonomis dan juga faktor sosial. Kedua faktor ini juga dapat menghambat proses pembelajaran siswa.
Dari hasil pengamatan penulis, mutu pendidikan di tanah Jawa dengan mutu pendidikan di Papua sangat berbeda. Contoh mata pelajaran matematika: pola pikir (kecerdasan) siswa SD kelas VI di Yogyakarta sama dengan pola pikir (kecerdasan) siswa SMP IX di Papua khusunya pedalaman. Hal ini artinya apa? Pendidikan di Papua sangat minim, mengkuatirkan, dan juga dapat dipertanyakan. Dari contoh ini, muncullah berbagai pertanyaan: di manakah pemerintah yang peduli terhadap pendidikan di Papua? Di manakah guru yang sungguh- sungguh memperhatikan dan mendidik anak- anak Papua? Apakah pemerintah dan guru di Papua hanyalah sebatas kewajiban artinya pemerintah dan guru memperhatikan pendidikan di Papua hanyalah sebatas formalitas saja?
Pada tahun- tahun yang mendatang, diharapkan para generasi muda dapat membantu  memajukan pendidikan di tanah Papua. Pendidikan di Papua diharapkan berkembang atas kejasama antara pemerintah daerah dengan pihak sekolah.
Bantuan Pemerintah Daerah untuk Mahasiswa
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa responden mahasiswa- mahasiswi Papua mengatakan bahwa, beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menyelesaikan studi (khususnya S-1) pada berbagai daerah di Indonesia belum ada perhatian khusus dari pemerintah daerah.
Saat seorang mahasiswadan mahasiswi yang duduk di perguruan tinggi  adalah saat di mana ia menimbah dan memperbanyak ilmu untuk nantinya akan menyalurkan pengetahuan itu kepada anak didiknya. Oleh sebab itu, mahasiswadan mahasiswi perlu membaca buku atau memiliki banyak buku untuk menambah berbagai pengetahuan, termasuk buku- buku penunjang kuliah.
Dari penjelasan di atas, bagaimana mahasiswa- mahasiswi dapat memiliki pengetahuan? Ada berbagai cara untuk memiliki pengetahuan; pertama: kunjungi perpustakaan atau toko terdekat, luangkan waktu untuk membaca buku di sana. Kedua: bila tidak bisa membaca buku di tempat (toko), maka salah satu cara adalah membeli buku tersebut. Nah, untuk membeli buku itu tentu ada finansialnya. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi mengatakan bahwa “biaya untuk hidup saja kurang (kadang tidak mencukupi), apa lagi untuk membeli buku!”
Pemaparan di atas adalah keluhan dari beberapa mahasiswa dan mahasiswi pada beberapa daerah di Indonesia. Semoga pemerintah dapat menanggapi keluhan- keluhan mahasiswa. Akhir kata, kedepannya pemerintah bisa merealisasikan masalah pendidikan yang terjadi di Papua dan juga keluhan- keluhan dari mahasiswa. Terimakasih.

 ---------

Minggu, 12 April 2015

Syukurku Pada-Mu Tuhan: Wisuda Sarjana

Oleh: Agustian Tatogo, S.Pd.

Agustian T. bersama perwakilan orang tua. doc.
Sudah empat setengah tahun berkecimpun di dunia pendidikan tinggi tingkat pertama. Banyak hal yang telah saya dapat sebagai mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mulai dari belajar matematika dan pendidikan secara umumnya. Tidak hanya itu, pendidikan yang lebih penting lagi adalah belajar mendidik karakter sebagai seorang calon guru. Lebih bermakna lagi adalah ketika belajar mendewasakan diri dengan melibatkan diri ke dalam berbagai kegiatan seperti mengikuti kegiatan di kampus, di gereja, di lingkungan masyarakat seperti kegiatan kepanitiaan serta organisasi internal kampus dan eksternal kampus.
Wawasan akan pengetahuan tentang diri kita, tempat kita berada serta latar belakang kita, akan berkembang ketika kita bergabung dengan saudara- saudari kita tidak hanya dari satu kampung, satu daerah, satu wilayah dan satu negara, tetapi akan lebih baik jika kita bergabung dengan saudara- saudari kita dari berbagai kampung, berbagai daerah, berbagai wilayah dan berbagai negara. Itulah yang saya mencoba lakukan selama proses belajar menjadi pribadi dewasa di kota gudeg Yogyakarta.
Ketika banyak kegiatan, sering kali kita kewalahan dengan banyak kegiatan di kampus, di gereja, di lingkungan masyarakat serta sosial. Tetapi yang lebih penting adalah kita membagi semua kegiatan itu dengan waktu yang lebih efisien dan efektif. Selama belajar di kota Yogyakarta, saya mencoba belajar mengatur waktu (efisiensi waktu). Di kota Yogyakarta, sebagai seorang calon guru, saya tidak hanya belajar mata kuliah di kampus, tetapi mengembangkan kemampuan (skill) dengan melibatkan diri ke dalam berbagai kegiatan. Salah satunya adalah belajar mengajar di lingkungan sekolah serta masyarakat seperti memberi pelajaran tambahan, mengajar di tempat kursus serta serta membuka kursus bagi anak- anak SD, SMP dan SMA.
Menulis adalah penyatuhan pikiran dan hati yang dijabarkan melalui mata dan tangan. Maka menulis itu penting. Kita menulis tidak sekedar menulis begitu saja, namun mencurahkan pikiran dan hati untuk menyampaikan kepada pembaca. Entah menulis apa saja, tidak hanya sesuai bidang yang kita tekuni, tetapi yang lebih penting lagi adalah menulis identitas diri kita, siapa diri kita, kita berada di mana dan sekarang kita sedang apa? Menulis akan  membantu kita ketika mengerjakan atau menyelesaikan tugas akhir (skripsi). Terkadang kita  mempunyai pemikiran (ide) yang bagus tetapi kita tidak menuliskan ide tersebut ke dalam bentuk tulisan. Hal itulah yang saya juga mencoba belajar menulis.
Sabtu, 11 April 2014, saya, keluarga besar dan seluruh bangsa Papua dan seluruh nusantara mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas terselesaikannya masa studi saya di pendidikan tinggi sarjana tingkat pertama (S-1) dengan tanda “Wisuda Sarjana”. Terima kasih kepada pihak Kongregasi Serikat Jesuit (SJ) yang membantu saya selama belajar di kota Yogyakarta. Tak lupa juga, terima kasih pada kedua orang tua dan seluruh keluarga besar serta kepada semua orang yang membantu saya selama studi di Yogyakarta. Sekali lagi, terima kasih kepada seluruh civitas akademika USD, kongregasi SJ, orang tua (keluarga), Ikatan Mahasiswa Papua di Yogyakarta, Ikatan empat kabupaten Meuwodide di Yogyakarta dan ikatan dari setiap paguyuban empat kabupaten (Kab.Deiyai, Kab.Dogiyai, Kab.Nabire dan Kab.Paniai) serta semua orang yang mendukung saya selama belajar di kota Yogyakarta.

---Salam AMDG---

Rabu, 08 April 2015

Begini Nasib Fotomu di Astakar

Fabby Pigome. doc.

Awal saya bertemu dengan andadi kota Jeruk, Nabire. Saya tertarik denganmu. Kemudian saya idolakan anda menjadi warna favoritku, biru disilangi putih. Begitu pun hari-hariku, sering dihiasi dengan senyum manismu.
Kemudian saya sangat melambangkanmu seperti bunga anggrek warna pelangi yang penuh dengan bau harum wangi. Saya pernah memanggilmu yaswar au. Tuturan dalam bahasa daerah Biak, artinya “cinta”. Namun saat-saat itu, anda tak berpaling ke belakang.
Ketika malam tiba, saya tak rindu lagi. Karena saya sering melihat foto hitam putihmu yang pernah anda kirim lewat burung  Maleo. Bulunya berwarna putih berbintik-bintik biru.
Saat saya berteduh di bawah batu Barang. Ternyata bukan batu Karang lagi, tapi Goa Maria di Bukit Meriam. Sebelum saya mengambil, melihat dan menerima foto tersebut, saya sangat heran.
Karena anda punya burung Maleo yang pintar untuk mengantar kesibukanmu. Sudahlah, saya pun bertemakasih kepada burung Maleo pintar itu. Kemudian, saya ambil dan pulang ke Asrama Putra Teruna Karsa (Astakar). Lalu saya langsung simpan dalam lemariku.
***
Lima bulan kemudian, pas saya kelas 1 (satu) semester 2 (dua) di SMA Adhi Luhur (AL) Nabire. Saat itu, malam Kamis bulan terang hingga cahaya bulan masuk lewat jendela kanan atas kamar saya. Saya pun susah tidur. Tiba-tiba saya memandang jendela kanan atas. Burung Maleo pintar pun datang ke kamar dan menghampiriku.
“Mana foto sahabatku yang pernah aku berikan?” tanya Maleo.
“Sabarlah burung Maleo pintar. Aku ada simpan dalam lemariku.”
Lalu aku cepat-cepat buka pintu lemariku dan ambil fotonya.
“Ini foto sahabatmu.”
“Iya. Baiklah. Anda simpan saja baik-baik. Nanti ia akan menjadi bagian dari Anda.”
Ia meninggalkan tempatku  dan pergi bersama cahaya bulan. Lalu saya pun tidur nyenyak.
Saat itu, pembina Astakar mendengar bahwa anak-anak Astakar sering membawa handphone (Hp) dalam jam belajar. Padahal membawa Hp dilarang keras. Waktu itu hari Jumat sore. Pembina (Abang Try) mengumpulkan kami dan memberi sanksi, merayap lima kali kekeling halaman Astakar.
Lalu Abang Try minta kunci lemari kami penghuni Astakar semua dan ia pergi. Ia memeriksa lemari satu persatu dari ruang satu sampai ruang dua. Ia masuk kedua ruangan dan membawa satu kantong plastik hitam besar. Ia menujukkan barang-barang yang tidak diperbolehkan oleh Astakar, yang telah dia sita. Seperti rokok, surat cinta, kado cinta, Hp, foto cinta, minuman keras (Miras)dan barang-barang lain.
Saya ragu dan kaget juga, jangan sampai Abang Try mengambil foto cinta yang burung Maleo pintar pernah kasih. Lalu Abang  Try mengembalikan Hp lima buah kepada lima anak Astakar, sekaligus memberikan surat peringatan pertama kepada lima sahabat itu. Barang-barang terlarang lain langsung dibakar.
Aduh. Saya berpikir panjang, jangan sampai Abang Try angkat foto cinta saya yang burung Maleo pernah kasih. Kemudian kami disuruh masuk ruang study, tapi saya masih berfikir foto cinta itu. Sudah jam tidur. Saya cepat buka pintu lemari.Ternyata, foto cintanya tidak ada. Dapat ambil juga. Saya sedih dan mengesal. Saya langsung tidur.
Dalam mimpi malam itu, burung Maleo pintar pun datang menghampiriku.
“Mana foto sahabatku yang pernah aku kasih. Apakah masih tersimpan baik?”
“Maaf burung Maleo pintar. Pembina kami periksa dan angkat semua rokok, foto cinta itu dan surat cinta lain. Semua dibakar.”
”Baiklah. Anda tak menjaga sahabatku.”
Dan ia langsung terbang pergi. Setelahnya, hingga kini,  ia tak pernah datang  lagi.
***
Dua tahun berlalu. Tiada kabar dari burung Maleo pintar.Hari itu kami memperingati hari kasih sayang Ibu. Saya pun duduk sendirian  di teras Astakar pada pukul.12.00  siang.  Saya sambil bersedih dan merenungkan semua kisah dan ceritabersama dia begini. Tiba-tiba burung Maleo hinggap dekatkudan berkata,
” Jangan anda bersedih terus, ini ambillah foto sahabatku”.
 Saya pun ambil dan bertemaksih kepada burung Maleo.
“Anda simpan saja baik. Jika kali ini anda menghilangkan lagi maka aku tak akan memberi lagi.”
“Iya. Burung Maleo pintar.”
Lalu ia terbang  pergi ke arah timur. Kemudian saya berpikir, tempat simpan yang bagus adalah isi dalam dompet. Karena sudah gantungkan rantai. Jika jatuh maka pasti dompet saya terkait di rantai itu. Lalu sahabat dan pembina pun tak periksa dompet lagi ketika Sweeping. Jadwal Sweeping di sekolah pun sama. Lebih fokus pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Saya pikir, sudah lebih bagus tiga hari itu, dompetkudisimpan di lemari saja.
Kami bercanda dan beraktivitas seperti biasa di Astakar. Lalu di SMA AL kan tanggal belasan September, mulai Class Metting. Saat itu,kami disuruh menggunakan pakaian bebas tapi rapi.
Besoknya hari Kamis, 18 September2012.  Pada pukul 07.10 WIT.  Saya berangkat ke sekolah. Tibadi depan pintu gerbang AL. Kelas kami “St Stanislaus Kostka” juga ada siap-siapuntuk bertanding footsaldengan kelas XII IPS dua “Soichiro Honda”.
Saya bersama empat orang dari teman kelasku. Kami bermain. Di pertengahan main, ada yang tahan saya. Namanya Frans Yube Pigai. Saya sendiri pikir-pikir, saya salah apa.Karena saya pikir, ia tak mungkin menahan seperti begini.
Tapi ada yang teriak ambil air bak. Terus ada yang  teriak ambil ember itu dan keributan lain juga. Saya bingung. Oh, ternyata ini hari ulang tahun saya yang ke-17. Saya biarkan saja. Mereka siram dan siram sampai saya basah kuyup.
Lalu saya langsung pulang ke Astakar. Ganti pakaian. Kemudia pakaian kotorkudilepaskan dan dimasukan ke dalam ember. Lalu suci pakaian itu dan gantungkan begini. Macam dalam saku adasesuatu. Saya ambil. Ternyata dompet berisi foto yang burung Maleo pernah kasih.
“Aduh..!” Saya kaget. Saya takut fotonya hancur.
Perlahan, kubuka fotonya. Foto itu tak lebih dari kertas putih, tak ada wajah yang kentara. Warna yang ada di foto telah luntur.Hancur.
Mengingat perjanjian dengan burung Maleo kala itu, saya sangat menyesal dan sedih. Andai dia yang di foto itu membaca coretan ini, ingin kusampaikan padanya, “Beginilah nasib fotomu itu di Astakar.”
END.


Oleh: Fabby K. Pigome (Mahasiswa Ekonomi STEBANK Yogyakarta)