Kamis, 26 Februari 2015
Ikatan Pelajar dan Mahasiswa
Deiyai Yogyakarta dan Solo (IPMADE JOGJA-SOLO) mengadakan diskusi lepas dengan topik
“Kesadaran”. Selain itu pula menindaklanjuti
buletin edisi ke-7. Diskusi dilaksanakan pada hari kamis, 26/02/15 pukul 20.00
– 22.30 WIB bertempat di Asrama Deiyai
Yogyakarta.
Diskusi dibuka dengan doa oleh Agustinus Pekei. Diskusi ini terlihat sangat
menarik karena setiap anggota yang mengikuti diskusi ini dapat memaparkan ide-
ide tentang kesadaran. Mereka terlihat antusias dan proaktif dalam mengikuti diskusi tersebut. Tujuan
dilaksanakannya diskusi lepas adalah melatih cara menyampaikan ide dari tiap
anggota yang hadir, termasuk melatih keberanian berbicara di depan umum.
Dari kata dasar, sadar berarti
merenungkan kembali atau merefleksikan
kembali apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Merenungkan berarti melihat
kembali kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi ke depan, supaya di kemudian
hari tidak menyesal.
Pemandu acara, Stefanus Bukega menjelaskan bahwa “Biasanya
banyak orang sadar dan mulai merespon ketika masalah benar-
benar terjadi. Ketika masalah itu terjadi, barulah orang mulai sadar
lalu menyesal. Penjelasan lain pula dijelaskan oleh Agustian Tatogo bahwa, “Kesalahan yang terjadi selama
ini, orang sadar setelah
suatu masalah menimpa padanya. Tetapi
sebenarnya, kesadaran itu kita rasakan sebelum terjadi sesuatu hal. Misalnya, sadar akan diri
sendiri terutama status kita sebagai
mahasiswa yang besikap dewasa dan bertingka laku seperti orang dewasa”.
Sementara menurut Yustinus Tebai “Saya
sering melalaikan nasehat dan teguran orang
lain terutama orang tua.
Suatu hal yang menurut saya baik, belum tentu
menurut orang lain baik pula. Tetapi
saya sadar ketika usia saya bertambah
dewasa dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dari suatu
masalah”. Anggota lain lagi, Fabianus Pigome menuturkan “Tuhan memberikan
akal budi yang sehat, maka setiap individu diharuskan untuk sadar. Manusia
hidup tanpa kesadaran mesti tidak disenangi oleh orang disekitarnya terutama
kedua orang tua”
Selanjutnya Agustinus Pekei dengan tegas mengatakan”
Tanpa kesadaran,
kita tidak bisa dapatkan hal baru. Ketika kita sadar dan
renungkan, maka kita dapat hasil. Jika
kita sadar dan apa yang kita perbuat itu tanpa sadar diri maka sulit untuk mendapatkan sesuatu. Maka sebelum melangkah dan melakukan segala sesuatu, harus ada kesadaran
dalam diri kita”. Hal sejalan pula dijelaskan Feliks Pigome bahwa “Kita sebagai makhluk sosial, hal yang pertama
kita lakukan adalah ‘sabar’. Dengan dasar kesabaran, kita akan
menemukan solusi yang tepat untuk menyikapi masalah hidup dan menemukan arti
kata ‘sadar’. Seperti ketika pertikaian terjadi antara kedua belah pihak untuk menyikapi emosional”.
Moses Douw melihat
dan memahami secara luas “Kesadaran dihubungkan dengan
falsafah hidup manusia Mee yakni Dou, Gai, Ekowai. Kita Mee berbeda dengan suku-suku lain, seperti Moni,
Dani, dll. Maka orang tua mengajarkan kepada kita itu berpikir dulu. Jaman sekarang, karena budaya
Mee yang sesungguhnya hilang dan kita
juga ikut arus dalam budaya modern, sehingga
budaya kita sudah semakin hilang”. Lanjut Douw, “Sebelum
kita keluar, kita harus pahami dulu dengan situasi yang terjadi di daerah kita. Pemerintah daerah saat ini
tidak sadar. Contoh, penjualan tanah- tanah yang saat ini banyak terajdi di Meuwo. Misalnya pemerintah membuat suatu
undang- undang agar tanah/ lahan tidak terjual habis. Dalam hal berkendara pun kita
harus hati- hati. Salah satunya adalah menggunakan aksesoris motor dan
berkendara dengan hati- hati”
Terakhir, Fr.
Marko Pekei menyampaikan “Kesadaran itu adalah kesadaran untuk
merasa, kemampuan untuk mengenal itu manusia dan juga hewan. Dia bisa merasa di
dalam diri dan juga di luar
dirinya. Kesadaran
itu akan nampak ketika orang itu berpikir, ketika orang itu berpikir setelah
kita menaggapi sesuatu. Kesadaran
itu juga berkaitan orang lain. Misalnya kesadaran dalam kehidupan bersama di
asrama”. Lanjut Pekei “Kesadaran
berkaitan dengan ingatan kita. Misalnya, asal keluarga, mengingat kembali itu
tandanya bahwa kita sadar akan sesuatu. Menjadi pertanyaan: orang itu
hidup tapi dia tidak merasakan
hidup, misalnya kesadaran makan, minum, dll. Kalau kita tahu bahwa itu
membahayakan bagi kita maka kita dapat memperbaikinya. Tingkat kesadaran itu tejadi
ketika orang mengenal dalam dirinya”.
Pada pertemuan ini tidak hanya
dibahas diskusi kesadaran saja, namun juga menindaklanjuti buletin IPMADE
JOGJA-Solo “Woogada Wookebada” edisi ke-7. Topik utama pada edisi ke-7 ini
adalah “Proteksi Keamanan Manusia Papua Di Tengah
Perubahan”. Dalam sajian edisi ke-7 ini terdapat 12
topik akan dimuat. Tujuannya adalah untuk masalah- masalah yang terdapat pada
masyarakat Papua. Selain itu, tulisan dalam edisi ini juga memberikan solusi
atau jalan keluar dari permasalahan- permasalahan tersebut. Buletin edisi ke-7
ini akan diterbitkan pada bulan akhir bulan Maret 2015.
Diskusi lepas tentang kesadaran dan pembahasan
tindak lanjut dari buletin Woogada Wookebada ini berakhir pada pukul 22.30 WIB.
Sebagai doa penutup, Fr.Okto Pekei,
yang hamba Tuhan memimpin doa.
Oleh: Fabianus Pigome dan Feliks Pigome
------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar