Kamis, 30 Agustus 2012

PERJALANAN MENUJU UTARA JOGJA

-->
Pendahuluan
            Olah raga menjadi rutinitas kehidupan saya, khususnya olah raga bersepeda (ngepit:Jawa). Setiap hari saya luanglan waktu untuk olah raga bersepeda. Ketika ada libur, saya luangkan waktu lebih dari tiga jam  bahkan setengah hari (12 jam) untuk berolah raga sepeda.
            Bagi saya, suatu hal yang terpenting dan terkesan dari oleh raga bersepeda itu adalah: menyeimbangkan mental dengan fisik, menghilangkan segala macam tekanan pikiran (menghilangkan stress). Di samping itu, saya berolah raga itu bertujuam untuk mencari pengalaman baru, situasi baru, mencari nasib baru (entah nasib yang memnguntungkan taupun merugikan bagi diriku).
            Saya lebih suka berolah raga ke tempat yang belum pernah lalui, termasuk ke tempat yang jauh sekalipun, melewati lembah, perbukitan bahkan melewati gunung. Medan demikian, bagi pengendara sepedapun agak sulit untuk melewatinya.

Perjalanan Menuju Utara Jogja
            Pada hari Sabtu, 11 Februari 2012, pada pukul 04.30 WIB, saya bangun dan berencana untuk olah raga bersepeda ke arah barat yakni ke Jombor. Namun, setelah saya tiba di jalan kaliurang saya berubah pikiran dan bersepeda ke arah utara yaitu ke kaliurang. Saya pun tiba di  Pakem, saya mempunyai keinginan untuk pergi ke Magelang. Tujuan saya ke Magelang adalah melihat jembatan yang runtuh akibat lahar dingin gunung Merapi. Namun, ternyata jempabatan tersebut sudah dibangun. Saya melanjutkan perjalananku ke Magelang.
            Setelah saya tiba di daerah Muntilan, saya merasa kelelahan lalu saya berhenti untuk istirahat sejenak. Saya membeli buah rambutan yang dijual di pinggir jalan. Setelah saya istirahat sambil makan buah rambutan, saya pun melanjutkan perjalananku ke Magelang. Dalam perjalanan ke Magelang, saya bertemu dengan tiga orang yang juga sedang olah raga sepeda menuju Muntilan. Pada pukul 07.30 WIB saya tiba di alun- alun kota Magelang. Saya istirahat di alun- alun itu sekitar satu setengah jam sambil makan buah rambutan.
            Pada pukul 09.00 WIB, saya ingin kembali ke Jogja, namun setelah tiba di Muntilan, saya berpikiran bahwa “kalau saya kembali ke Jogja, tidak terkesan” maka saya pun berangkat ke Borobudur untuk melihat Candi Borobudur. Maka pada pukul 10.00 WIB saya tiba di depan Candi Borobudur. Saya istirahat di luar pagar yang yang mengelilingi Candi karena pakaian saya basah akibat keringat. Saya pun istiraht di situ sekitar setengan jam.
            Keinginan untuk mengunjungi Gua Maria Sendangsono pun muncul di pikiran. Ide tersenut muncul karena, kalau dari Candi Borobudur kembali ke Jogja tidak terkesan, saya berpikir bahwa “mengapa jauh- jauh ke Magelang dan juga ke Candi Borobudur tapi tidak mengunjungi ke Gua Maria Sendangsono, padahal jaraknya lebih dekat daripada pulang ke Jogja (walaupun ke Sendangsono jalannya mendaki gunung)”. Akhirnya pada pukul 10.30 WIB saya pun melanjutkan perjalanan ke Gua Maria Sendangsono. Saya melewati daerah yang jarang ada warga artaupun rumah warga. Uang di saku saya tersisa Rp15.000,- dari uang semula Rp20.000,-Di suatu tempat sebelum Kalibawang, saya membeli buah rambutan yang sedang dijual di pinggir jalan. Saya istirahat di suatu tempat karena kelelahan. Saya pun istirahat di tempat tersebut sambil makan buah rambutan. Jika ada warga yang lewat di depan saya, saya menawari rambutan kepada mereka namun mereka tidak menerima, sehingga sisanya saya bawa.
            Pada pukul 12.45 WIB saya tiba di daerah Kalibawang. Saya melanjutakan perjalanan ke arah Sendangsono. Mulai dari Kalibawang itu, jalannya mendaki. Buah rambutan yang saya bawa itu, saya menawari kepada seorang warga setempat yang ada di pinggir jalan, namun ia tidak menerima. Maka saya memberikannya kepada dua anak yang sedang lewat di depan saya. Saya tiba di puncak pegunungan menuju Sendangsono. Saya sangat kelelahan, maka saya pun berhenti dan istihat di situ sekitar satu setengah jam. Pakaian saya basah karena keringat. Walaupun lelah, keringat serta panas, saya tetap melanjutkan perjalananku ke Sendangsono. Saya tiba di Gua Maria Sendangsono pada pukul 14.50 WIB. Saya menitip sepedaku di tempat penitipan kendaraan. Saya masuk di Gua Maria Sendangsono. Saya hanya melihat- lihat tempat ziarahnya saja sedangkan saya sendiri tidak berdoa. Setelah saya tiba di ziarah Sendangsono,  baru muncul hujan di daerah Kulonprogo termasuk daerah sekitar Sendangsono.
            Pada pukul 15.30 WIB saya pun melanjutkan perjalananku pulang ke Jogja. Meskipun  di daerah Sendangsono sedang hujan, saya kembali karena sudah sore. Saya mendaki gunung, Sepeda saya tuntun karena jalannya mendaki. Sampai di puncak gunung, hujan yang tadinya deras menjadi redah/hanya rinti- rintik, namun makin lama hujan pun berhenti. Saya pun mulai turun gunung. Sepedaku, saya tuntun karena jalannya sangat terjal. Pada pukul 16.15 WIB saya tiba di daerah Boroh. Saya tidak berhenti di situ namun saya melanjutkan perjalananku karena karena hari sudah sore.
            Tibalah saya di suatu tempat di daerah Kulonprogo, saya bertanya kepada warga setempat “Jalan ke daerah Sleman, Jogja di mana?”. Saya selalu bertanya kepada warga yang ada di mana saya mengalami kebingungan. Salah satu hal yang membuat saya senang dan bangga terhadap warga setempat adalah mereka selalu terbuka untuk menunjukkan jalan atau menjawab pertanyaan yang selalu saya lontarkan pada mereka. Akhirnya saya pun tiba di daerah Minggir lalu melewati Tempel dan tiba di Jombor pada pukul 17.20 WIB. Lalu saya pulang kembali ke Maguwaharjo. Saya tiba di kost Paingan pada pukul 17.50 WIB.

Penutup
Hal yang terkesan dari pengalaman “Perjalanan Menuju ke Utara Jogja” itu adalah sebagai berikut: pertama: saya mendapat pengalaman baru, melihat situasi dan kondisi yang ada di daerah yang saya lewati. Kedua: melatih otot, melatih kesehatan saya agar tetap sehat. Ketiga: mencari nasib, entah nasib buruk atau nasib baik. Nasib buruk karena dalam penjalanan itu saya sangat capai, lelah, panas karena teriknya matahari, namun ketika hujan pakaianku basah semua termasuk badan saya. Di samping itu nasib baik karena saya mendapat pengalaman  baru, melihat situasi baru yang sebelumnya belum pernah saya lewati. Selain itu, saya merasa bangga dan senang karena ketika saya merasa kesulitan memilih jalan manakah yang sesuai ke tempat yang saya tuju, orang lain memberi arah jalan. Saya pun menyempatkan diri untuk berbincang dengan warga (kadang saya menggunakan bahasa jawa) maka warga di tempat tersebut pun senang menerima saya sebagai pendatang di daerah tersebut.
            Ketika saya hendak berangkat kemanapun, saya selau memegang salah satu pepatah kata “Malu bertanya maka sesat di jalan”. Ini yang menjadi inti utama dalam perjalanan entah ke mana saja. Selain itu hal yang berhubungan dengan pepatah tadi itu adalah “Berani mangambil resiko”. Saya yang melakukan maka saya berani tanggung jawab.  Hal ini tidak hanya terjadi pada olah raga bersepeda tetapi lebih terjadi pada kehidupan saya sehari- hari.
            Demikian cerita singkat perjalanan saya munuju arah utara Jogja.
Oleh: Agustian Tatogo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar