KATA PENGANTAR
Seorang pembaca
adalah orang yang benar- benar tahu tentang teknik membaca, mengatur nafas di
mana dia harus mengambil nafas, kapan dia berhenti, dll. Itulah dalam hal ini
dipaparkan, hanya sekit orang dari semua orang yang bisa membacakan suatu buku
atau teks dengan baik, sedikit orang yang bisa membawakan puisi dengan baik,
sedikit orang katolik yang bisa membacakan Kitab Suci.
Pembaca Kitab
Suci atau Lektor adalah seorang
petugas yang terpenting dalam perayaan liturgi di gereja dan juga di tempat-tempat ibadah. Menjadi lektor berarti menjadi pewarta Sabda Allah.
Melalui lektor Allah berbacara. Sebelum seorang lektor melaksanakan tugasnya sebagi lektor, dia
harus mempersiapakannya terlebih dahulu. Penulis yakin bahwa cukup banyak orang
yang bakat terhadap lektor yang baik,
untuk menjadi lektor, asal mengadakan persiapan dan latihan dengan tekun.
Dalam buku ini mebahas dua bagian,
yakni:
- Teknik
membacakan suatu bacaan dari Kitab Suci
- Teknik atau
tata gerak pelayan liturgi (secara khusus bagi lector) dalam Perayaan
Ekaristi di kampus.
Pada bagian pertama yaitu teknik
membacakan bacaan, penulis menambahkan ide- ide baru dari yang telah ada yakni
dari beberapa buku pegangan tentang lektor. Dengan harapan, seorang lector
dapat menambah wawasan lebih luas tentang lector.
Pada bagian kedua yakni teknik gerak
dalam Perayaan Ekaristi. Bagian kedua ini dapat dipaparkan sesuai hasil
pengamatan penulis dalam tata gerak Perayaan Ekaristi di kampus. Dengan membaca
buku panduan ini, lektor dapat memahami tata gerak dalm Perayaan Ekaristi tanpa
harus melalui pelatih, pembimbing lektor.
Penulis menyusun buku ini tidak hanya
terbatas pada warga umat Kampus Sanata Dharma, tetapi juga bagi seluruh umat
katolik yang ingin mendalami tentang lector. Maksud penulis, di mana pada
bagian pertama yakni teknik membacakan Kitab Suci. Memang, pada bagian kedua
yakni tata gerak dalam Perayaan Ekaristi tersebut agak beda dengan setiap
paroki atau tempat Ibadah Ekaristi.
Semoga buku ini dapat berguna bagi
setiap orang yang ingin mendalami tentang lector!
BAB I
TEKNIK MEMBACA BACAAN
A.
MEMBACA
DENGAN BAIK.
Setiap
orang yang pernah sekolah di tingkat SD
tentu bisa membaca meskipun cara membacanya tidak seefektif tingkat atas.
Dalam membacakan suatu bacaan, tentu
kita sering menemukan perbedaan membaca. Hal ini terlihat dengan jelas ketika kita membandingkan antara
pembacaan seorang anak SD yang suaranya putus-putus, anak SMP atau anak SMA dengan seorang pembaca
berita di RRI. Semua ini tentu memiliki perbedaan yang kentara.
Kita
sering mengatakan bahwa membaca dengan baik adalah bila kita membaca
seakan-akan teks yang dibaca tidak dibacakan tetapi diceritakan dengan
kata-kata sendiri. Pendapat seperti itu tidaklah
sepenuhnya benar. Hal tersebut disebabkan karena orang yang membaca Kitab Suci
adalah mewartakan Sabda Allah, bukan ide
atau pendapatnya sendiri. Maka pembaca tidak cukup hanya mengucapkan denga nada
yang datar (monoton) dengan kata-kata yang dicetak dalam teks bacaan.
Untuk
membaca dengan baik, seorang penbaca perluh adanya pelafalan (pronunciation)
yang tepat dan pengucapan (articulation) yang jelas. Selain, itu masih banyak
kriteria yang perluh diperhatikan. Bacaan tersebut dapat diterima dan sungguh-sengguh masuk pada para perdengar, hal ini berarti para
pendengar:
-
Mengangkap
bacaan di telinga.
-
Dipahami
dengan akal.
-
Dan
meresap ke dalam hati
B.
LEKTOR
1.
Pengertian
Lektor
Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma
menjadi titik tolak bagi semua umat beriman kristiani untuk dipanggil dan
diutus untuk ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus mewartakan Kerajaan Allah.
Perutusan itu tergantung pada kedudukan dan kemampuan masing-masing umat.
Menjadi lektor adalah salah satu tugas
perutusan itu.
§ Petugas pria
awam yang dilantik secara tetap oleh uskup atau
superior untuk memabacakan Kitab Suci (kecuali Injil) dan Mazmur kepada
seluruh umat.
§ Warga umat, baik
laki-laki maupun perempuan yang ditugasi membacakan Kitab Suci dalam
perayaan liturgy (KHK kan. 230, 2).2
2.
Perubahan
dalam Peran Lektor
Tugas pembaca
Kitab Suci sudah ada sejak tradisi Yahudi. Tugas ini dilakukan oleh kaum laki-
laki yang dipercayakan dan ditunjuk oleh jemaat. Selain membacakan bacaannya,
petugas juga mengajarkan isi sabda yang dibacakan.
Dalam tradisi
jemaat Korintus, telah terjadi pembagian
tugas pelayanan dalam ibadat bersama. Walaupun ada pembagian tugas
pelayanan, peran laki- laki sangat dominan seperti halnya pada tradisi Yahudi.
Pada masa Yustinus Martir, tidak ada kejelasan mengenai siapa petugas pembaca
itu. Di sini hanya dikatakan “seorang pembaca”, tidak jelas laki-laki atau
perempuan. Namun, peran lektor sebagai
pembaca sangat tegas dan jelas diungkapkan Yustinus Martir dalam Apologi1
pertamanya.
Perkembangan
lain terjadi pada masa Tertullianus. Pada masa itu, peran umat biasa semakin
berkurang. Pembacaan sabda di dilakukan oleh lektor yang sudah dikhususkan,
maksudnya orang awam yang masuk dalam Ordinationis.
Dalam perkembangan selanjutnya, lektor ditempatkan sebagai sebutan salah satu
tahap dalam pendidikan calon imam, yakni Pelantikan Lektor Akolit.
Perubahan lektor
yang sangat berarti terjadi pada akhir abad ke-4 dan awal abad ke-5. Pada masa
itu, tugas membacakan sabda diserahkan kepada awam. Mereka dipercaya membacakan
di depan umum.
Pada abad
pertengahan, perkembangan lektor seakan –akan terputus akibat semakin maraknya kebiasaan umat merayakan
Ekaristi pribadi di kalangan klerus (rohaniwan). Liturgi menjadi liturgy klerus
dan awam semakin terasing dari Liturgi Gereja.
Pada masa
Konsili Trente sampai Konsili Vatikan II, struktur uskup, imam, diakon, dan lektor
masih tetap dipertahankan. Persoalan lektor awam belum mendapat tanggapan yang
serius dari para Bapa Konsili.
Akhirnya, sejak
Konsili Vatikan II hingga sekarang, perkembangan yang luar biasa terjadi.
Gereja mau membuka sendiri, mau mengadakan perubahan di segala bidang
kehidupan. Pertisipasi umat beriman (awam) dalam liturgi, termasuk lektor
semakin digalakkan. Lektor tidak lagi eksklusif untuk kalangan terthabis, namun
diberlakukan juga untuk awam dengan suatu pelantikan.
Untuk menjadi
petugas pelayan yang penting dalam Perayaan Ekaristi tersebut, dibutuhkan
beberapa persyaratan:
NO.
|
PERSYARATAN
|
1.
|
Pertama- tama yang harus dimiliki
seorang lektor adalah kemauan, yang meliputi kemauan bertugas, kemauan
berlatih terus-menerus, dan ma u terus berkembang dalam iman.
|
2.
|
Sesudah memiliki kemauan, ia harus
mempunyai kemampuan. Kemampuan yang dituntut seorang ector adalah kemampuan
membacakan dan mengerti isi bacaan yang baru saja dibacakan. Setelah
mempunyai kemampuan membaca dan mengerti isi bacaan, seorang ector dituntut
untuk mengimani apa yang dibacakan
|
3.
|
Selain membacakan untuk orang lain,
seorang ector harus terlibat, mendengarkan bacaan itu sehingga ia sungguh-
sungguh menjadi pewarta apa yang ia sendiri hayati dan imani.
|
4.
|
Selanjutnya, ia harus mempunyai
semangat kerja sama di dalam diri lektor. Semangat kerja sama ini sangat
penting di dalam Perayaan Ekaristi. Dengan semangat kerja sama ini,
diharapkan dimensi kebersamaan, kasatuanm dalam Perayaan Ekaristi. Kerja sama
ini dapat terwujud oleh lektor dengan sesama lektor, dengan tim liturgy
gereja kampus, dengan pastor yang memimpin, dengan tim liturgy lainnya.
|
5.
|
Sebagai petugas atau pelayan umat,
seorang lektor harus siap untuk mendapat masukan, kritikan, evaluasi, dan
perbaikan- perbaikan yang bersifat membangun, bahkan tanggapan atau komentar
yang sinis dari umat lain. Dengan kerendahan hati dan keterbukaan hati untuk
mendengar dan memperhatikan masukan yang ada, seorang lektor akan semakin
berkembang dan pelayanan gereja akan semakin ditingkatkan sehingga karya
keselamatan Allah semakin dapat dirasakan dan dihayati semua umat beriman
yang hadir dalam Perayaan Ekaristi yang sedang dirayakan bersama- sama.
|
5.
|
Yang terpenting dari semuanya itu adalah bahwa seorang
lektor berusaha untuk selalu mencintai Kitab Suci.
|
3.
Pemakaian
Suara
Kalau
kita membaca, kita tentu ingin supaya suara kita dapat memcapai orang yang
hadir, juga mereka yang duduk di pojok paling jauh. Untuk itu kita dapat
meninggikan suara, sebab suara yang yang tinggi dapat juga lebih keras. Tetapi
cara itu kurang baik. Kalau kita terus berbicara dengan suara tinggi, selaput
suara diforsir. Apalagi suara kita
menjadi dapat dibuat – buat dan kurang enak untuk didengar.
Maka
perhatikan supaya mulai membaca dengan suara yang cukup rendah. Ketinggian
suara yang baik ialah ketinggian yang kita pakai untuk berbicara biasa.
Dalam pembacaan
Kitab Suci, seorang lektor perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain: Artikulasi,
Intonasi, Power, Pause/Jeda, prasering, dan Penjiwaan.
1.
Artikulasi
Membaca
lambat adalah syarat mutlak untuk mengucapkan setiap kata dengan baik. Dalam
pembicaraan yang cepat, pengucapan kata-kata sering salah dan beberapa kata
sama sekali tertelan dan juga beberapa huruf dianaktirikan (hilang diantara
huruf-huruf yang lain. Maka demi pengucapan yang baik, lector harus membaca
agak lambat. Tetapi kita harus memperhitungkan juga bagaimana kondisi tempat kita
berbicara.
2.
Intonasi
Kalau
bernyanyi, kita mengucapkan kata-kata dengan memakai suatu lagu. Lagu-lagu itu
terdiri dari nada-nada yang dapat ditulis dengan angka. Angka lebih tinggi
berarti: nada suara naik, angka lebih rendah berarti: nada suara turun.
Misalnya:
kalau orang berseru dengan heran “ehh”, suara dapat naik beberapa not. Tetapi
jika orang nmengerang kesakitan “aduh”, suarah dapat turun sampai satu oktaf.
Itulah yang disebut intonasi lagu dalam membacakan buku bacaan atau membacakan
Kitab Suci.
Menurut
Rm.J.Waskito, SJ, yang dikemukakan oleh F.X.Priyanto, nada suara seorang lector
ada dua yakni Arsis (kalimat yang tekanan kalimat terakhirnya dinaikan) dan Thesis
(kalimat yang tekanan kalimat pada akhir kalimat diturunkan)
NO.
|
ARSIS
|
THESIS
|
1.
|
Pemuda- pemuda harus memikul batu
kilangan,
|
anak- anak terjatuh karena beratnya
pikulan kayu. (Yeh. 1:13)
|
2.
|
Anakku, jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan,
|
maka bersedialah untuk percobaan.
(Sir. 2:1)
|
3.
|
Sekarang, aku telah mendirikan rumah
kediaman bagi-Mu,
|
tempat Engkau menetap selama- lamanya.
(1 Raj. 8:13)
|
4.
|
Saya malah tidak tahu apa maksud
katanya itu,
|
makanya saya tidak menjawab.
|
3.
Power dan Pemakaian Mike
Banyak
gereja memakai pengeras suara, yaitu suatu pelengkap teknik yang terdiri dari
mike (microphone), amplifier,, dan loundspeaker, yang bertujuan untuk memperluas
jangkauan suara pemimpin ibadat atau lektor.
Seorang
lektor harus tahu bagaimana pengeras suara dapat dimanfaatkan dengan baik.
Banyak pengeras sura tidak memenuhi syarat, kadang- kadang lebih menggagu
daripada menolong, karena peralatannya kurang sesuai untuk ruang doa itu, atau
karena salah pasang, atau karena alat-alat yang dipakai kurang bermutu. Maka
seorang perlu memperhatikan beberapa hal berikut.
a.
Apakah
volume pengeras sura sesuai dengan suara anda?
Mungkin
pastor yang sedang sedang memimpin Perayaan Ekaristi kebetulan mempunyai suara
yang lemah. Kalau demikian, mungkin sekali pengeras suara di gereja kampus
disetel terlalu keras untuk suara anda. Padahal tidak mungkin mengubah volume
pengeras suara setiap kali seorang lektor lain tampil ke mimbar.
b.
Menentukan
jarak
Tetapi
anda sendiri mengatur volume dengan mengambil posisi lebih dekat atau lebih
jauh dari mike. Semakin jauh dari mike, semakin lemah suara pengeras dan
sebaliknya. Kalau jarak anda dengan mike sudah tepat, jangan maju mundur lagi, tetapi
pertahankan jarak yang sama, supaya suara yang keluar dari pengeras jagan
pasang surut terus.
c.
Pengeras
suara bukan siaran radio
Secara
teknis mungkin saja seorang lektor berbicara dengan suara lemah, seperti orang
yang duduk-duduk di angkringan sambil minum teh. Asal dekat sekali dengan mike,
suara lemah dapat menjadi cukup besar untuk didengar melalui pengeras. Cara
bicara yang demikian adalah cocok intuk
digunakan di depan mike di studio radio atau di TV.
Lektor
sendiri hampir tidak dapat menentukan apakah akibat suara pemakaian olehnya.
Maka itu membutuhkan koreksi dan petunjuk dari orang lain. Maka, lebih-lebih
berhubungan dengan penakaian mike, berlakulah nasehat: jagan ragu-ragu minta
kritik dari pendengar3!
4.
Pause/Jeda
Unsur ini
diperlukan untuk meresapkan pesan dari Kitab Suci bagi umat, juga untuk
mengganti suasana.
5.
Prasering
Frasering adalah
pengelompokkan kata tetapi belum menjadi kalimat. Contoh: Tetapi seorang Farisi
dalam Mahkamah Agama itu / yang bernama Gamaliel, … (Kis.5: 34). Pengelompokkan kata salah, artinya bisa lain.
Contoh: Kamu suka makan jambu / monyet?
6.
Penjiwaan
Penjiwaan itu
mantab bila kelima kriteria di atas itu terpenuhi. Bila satu diantara lima kriteria
di atas tidak tepenuhi, maka penjiwaan menjadi “kering”.
Beberapa hal
lebih terperinci
1.
Pernafasan
Mungkin
kita sudah pernah ujian secara lisan. Mungkin juga kita sudah pernah ditugaskan
untuk berbicara di depan umum. Dalam kedaan itu saraf kita menjadi tegang
sedang pernafasan menjadi tersendat-sendat. Cara bernafas yang kurang teratur
itu mempersulit pembicaraan, mungkin sampai kita tak dapat mengeluarkan sepatah
kata pun.
Hal
itu tidak mengherankan, sebab untuk berbicara kita harus mengeluarkan nafas.
Oleh nafas yang dikeluarkan, selaput suara mulai bergetar. Maka nafas itu mulai
kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tariklah nafas dengan cepat tetapi
dalam. Keluarkan nafas dengan sehemat-hematnya. Hal hal ini yang juga dilakukan
oleh orang yang bernyanyi.
Cara
terbaik sebelum seorang lector membacakan Kitab Suci adalah dengan mengontrol
pernafasan..Tariklah nafas panjang dengan sadar beberapa kali sebelum mulai
membaca. Maka kita pasti akan dapat membaca dengan lebih tenang serta dengan
kecepatan yang tidak terlalu tinggi.
a. Pernafasan dada
Bernafas dengan
hanya memakai rongga dada bagian atas. Kalau memakai cara ini hanya bagian atas
rongga dada agak mekar sedang bahu agak ditarik maju.
b. Pernafasan perut
Bernafas dengan
memakai rongga dada bagian bawah. Kalau memakai cara ini, rusuk diangkat sedang
perut juga turut mekar. Agar dapat bernafas dengan baik, jangan memakai ikat
pinggang atau pakaian yang terlalu kencang.
Bagaiman kalau bernafas melalui hidung atau mulut?
Menghela nafas
sebaiknya melalui hidung. Tetapi cara itu hanya dapat dipakai kalau istirahat
di antara kalimat- kalimat cukup panjang. Kalau seorang pembaca hanya dapat
instirahatsingkat saja, maka ia terpaksa menghelas nafas melalui mulut.
Sebaiknya kalau pada waktu persiapan,
pembaca sudah menentukan pada saat apa ia akan menghela nafas. Dengan cara itu
dapat di jaga supaya pembaca jagan sekonyong-konyong terputus karena pembaca
kehabisan nafas.
2.
Penampilan
Umat tidak hanya
mendengar, tetapi juga melihat pembaca. Hal semacam itu harus diperhitungkan. Oleh
karena itu, kalau pembaca ingin agar pembacaanya disambut dengan baik, haruslah
ia menjaga agar sikap, cara berpakaian, gerak-gerik dan seluruh penampilannya
dapat diterima dengan baik pula. Pembaca harus berkontak dengan para
pendengarnya, tetapi usaha untuk berkontak dapat digagalkan oleh penampilannya
yang kurang sedap. Maka di bawah ini dijelaskan beberapa cara agar pembaca
membacakan dengan tenang dan baik:
a.
Perhatikan cara
berjalan
Berjalan ke
mimbar harus tenang, sopan tapi tegak. Jangan terburu-buru, seperti dikejar
anjing. Jangan pula berjalan seperti orang yang diseret ke pangadilan atau
terhuyung-huyung seperti orang mabok.
b.
Perhatikan cara
berdiri
Berdiri tegak,
pakailah dua kaki. Dengan berdiri tegak, anda sendiri akan merasa lebih mantap.
c.
Perlakukan Kitab
Suci dengan hormat
Buku bacaan
sebaiknya dipegang dengan dua tangan dan diangkat cukup tinggi, supaya pembaca
dapat membacakan tanpa menundukkan kepala. Kalau ada sesuatu untuk meletakkan buku
di atasnya, sebaiknya tangan tidak lepas, tetapi diletakkan di pinggir mimbar.
Bukannya untuk bersandar di mimbar, tetapi untuk menampakkan bahwa buku bacaan
dengan pembaca merupakan kesatuan.
Perluh
dperhatikan bahwa, mimbar bukanlah perpustakaan. Maka jangan menumpuk macam-
macam buku di mimbar. Jangan meletakan buku di lantai altar atau di bawah
altar. Jangan meletakkan macam-macam sobekan kertas dan catatan dalam buku
bacaan, tetapi tentukanlak pita atau kertas terntu sebelum mulai membaca atau
pakailah sebuah penunjuk halaman yang pantas. Jangan melipat sudut halaman
buku. Untuk membalikkan halaman jangan membasahinya dengan air ludah. Jangan
memcemarkan buku dengan catatan atau corat-coret.
d.
Pakaian
Pakaian pantas
untuk seorang lektor ialah bersih, sopan, sederhana, dan tidak terlalu menarik
perhatian. Hal yang sama berlaku untuk sepatu, potongan rambut dan perawatan
kuku tangan. Apakah seorang lektor sebaiknya berjubah atau berseragam lain,
atau berpakaian setelan atau yang lain lain, tergantung dari situasi atau
tradisi setempat. Pakaian apa yang sesuai tergantung dari corak perayaan
liturgi apa yang diadakan.
MELAYANI
1.
Tahap
Membaca
Lektor
bertugas untuk membacakan orang lain. Dalam kategori teknis termasuk kegiatan
membaca nyaring. Kenyaringan dimaksudkan agar umat dapat mendengar dengan jelas,
mengikuti dengan nyaman, dan menangkap isinya dengan tepat. Untuk mewujudkan
semuanya itu, seorang lektor perlu melaksanakan beberapa tahap, yang akan
dijelaskan di nomor 2.
2.
Persiapan
Tahap persiapan meliputi persiapan lahir,
teknis, dan batin. Secara umum, persiapan diarahkan agar ketika membacakan
Sabda Tuhan, pendengar terbantu memusatkan perhataian pada isi bacaan.
a.
Persiapan
lahiriah
Persiapan lahiriah berkaitan dengan penampilan lahiriah seorang lektor.
Persiapan lahiriah mulai dari pakaian, make up, tata rambut, sepatu, dan sebagainya
diupayakan membantu lektor untuk membacakan Sabda Tuhan. Lektor di kampus dan
juga dalam Pedoman Umum Missale Romawi menyebut bahwa akolit, lektor dan
pelayan awam lain boleh mengenakan alba
atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gereja yang
bersangkutan (PUMR 339).
Penampilan
yang wajar lebih membantu dibandingkan yang mencolok. Demikian juga make up, tata
rmbut, sepatu, dan aneka aksesori yang lain (lektor di kampus, seorang lektor
tidak memakai sepatu atau sandal saat bertugas). Hak sepatu yang bersuara
nyaring akan menarik perhatian umat dan mengganggu perhatian pada isi bacaan.
Yakinan kondisi fisikdalam kedaan sehat dan berfungsi normal (tidak sedang flu,
batuk, pilek, sariawan, sakit gigi, tenggorokan kering, dan sebagainya).
b.
Persiapan
teknis
1) Mengenali konvensi penulisan dan pembacaan kutipan
bacaan
(a)
Perjanjian
lama
Tabel:Konvensi penulisan dan pembacaan
Perjajian Lama
Konvensi Penulisan
|
Konvensi Pembacaan
|
Kejadian 1:1-31
|
Kitab kejadian, bab satu, ayat
satu sampai tiga puluh satu
|
Yeremia 3:6-13
|
Kitab Nabi Yeremia, bab tiga, ayat enam sampai tiga belas.
|
I Tawarikh 9:35-44
|
Kitab pertama Tawarikh, bab sembilan, ayat tiga puluh lima
sampai empat puluh empat.
|
Daniel 12:1-13
|
Kitab Daniel, bab 12, ayat satu sampai
tiga belas.
|
Dalam Liturgi
Sabda di gereja dan juga di kampus, lazimnya bab dan ayat tidak dibacakan. Jadi
pengucapannya cukup (tema bacaan) diikuti pambacaan dari Kitab Kejadian,
seperti pada contoh berikut:
Allah melihat seuanya telah dijadikan-Nya dan amat
baiklah semuanya itu
Bacaan diambil dari
Kitab Kejadian 1:1-2:1
Aku akan mereciki kamu dengan air suci, dan kamu
akan kuberi hati yang baru
Bacaan
diambil dari Kitab Nubuat Yahazkiel 36:16-28
(b)
Perjanjian
baru
Perjanjian Baru
dapat dikelompokkan memjadi dua, yaitu Injil dan bukan Injil. Dalam tradisi
Katolik, terdapat empat Ijnjil, yakni Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.
Yang bukan Injil adalah Kisah Para Rasul, Surat Santo Paulus kepada jemaat di
Roma, Surat Santo Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus, Surat Santo
Paulus yang Kedua kepada Timotius, Surat Yakobus, Srat Petrus yang Pertama,
Surat Petrus yang Kedua, Wahyu kepada Yohanes, dan sebagainya. Konvensi
penulisannya sebagai berikut:
Tabel:Konvensi penulisan dan pembacaan
Perjajian Baru
Konvensi Penulisan
|
Konvensi
Pembacaan
|
Mark. 6:1-5
|
Injil Markus, bab enam, ayat satu sampai
lima
|
Ibrani 11:1-40
|
Surat Ibrani, bab sebelas, ayat satu sampai empat puluh
|
Roma 1:1-7
|
Surat Santo Paulus kepada Jemaat di
Roma, bab satu ayat satu samapai tujuh
|
II Kor 4:1-15
|
Surat Santo Paulus yang kedua kepada
Jemaat di Korintus, bab 4, ayat satu sampai lima belas
|
II Tim 2:1-13
|
Surat Santo Paulus yyang Kedua kepada
Timotius, bab dua, ayat satu sampai tiga belas
|
II Petrus
1:1-2
|
Surat Santo Petrus yang kedua, bab
satu, ayat satu sampai dua
|
Wahyu
11:15-19
|
Wahyu kepada Yohanes, bab sebelas,
ayat lima belas sampai Sembilan belas
|
Dalam Liturgi
Sabda di gereja dan juga di kampus, lazimnya bab dan ayat tidak dibacakan. Jadi
untuk Injil dibaca Inilah Injil Yesus
Kristus meurut Santo Matius. Untuk yang bukan Injil di baca (tema bacaan) pembacaan dari Kisah Para Rasul, dan
sebagainya, seperti pada contoh berikut.
Yesus sudah bangkit dan mendahului kamu ke Galilea
Inilah Injil
Yesus Kristus menurut Santo Matius 28:1-10
Kristus yang bangkit dari alam maut takkan wafat
lagi
Pembacaan dari
surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma 6:3-11
2)
Mengenali
tempat,orang, benda, dan peristiwa
Kitab
Suci berisi kisah-kisa yang berasal dari lingkungan geografis, alam, sosial,
dan budaya yang tertentu yang berbeda dengan lingkungan, geografis, alam sosial,
dan budaya Indonesia. Oleh karena itu, seorang lektor sebaiknya mengetahui dan
membedakan nama tempat, orang, benda, peristiwa dan sebagainya. Hal tersebut
membantu lektor dalam mengintepretasi secara tepat. Berikut dipaparkan beberapa
nama dan sebutan untuk tempat, orang, dan golongan.
Tabel: Nama, orang, kelompok,
tempat, dan jabatan
Nama
|
Uraian
|
Orang
|
Yosua, Rut, Samuel, Ezra, Nehemia,
Ester, Ayub, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Obaja, Yunus,
Mikha, Petrus, Yohanes, Yakobus, Pilatus, Herodes, Simon, Yudas, Maria,
Nikodemus, Agustua, Titus, Timatius, Filemon
|
Kelompok
|
Imam Kepala, Ahli Taurat, Farisi, Saduki, Penatua, Pemungut Cukai,
Yahudi
|
Tempat
|
Yudea, Galilea, Yerusalem, Betsaida,
Samaria, Sidon, Kidron, Bukit Zaitun, Bukit Tabor, Filipi, Yunani, Kolose,
Tesalonika, Galatia, Karintus, dan senagainya
|
Jabatan
|
Raja, Kaisar, Wali Nageri
|
3)
Praktik
membacakan
Cara
persiapan yang lain adalah pratik membacakan Sabda Tuhan sebalum melaksanakan
pembacaan di Mimbar Sabda atau tempat pembacaan yang khusus. Mimbar Sabda ini
dibedakan dari mimbar pengumuman (di kampus, mimbar Sabda dengan mimbar
pengumuman dijadikan satu). Praktik membacakan menurt persipan teks yang akan
dibaca dan menetapkan pendengar. Di kampus, teks Perayaan Ekaristi sudah
dicetak. Hal tersebut mengasumsi bahwa naskah sudah dapat diperoleh sebelumnya.
Cara tersebut sekaligus untuk mengoreksi kemungkinan ada salah tulis atau salah
kutip agar dapat diupayakan mencari rumusan yang sebenarnya.
Praktik
membacakan Sabda Tuhan dapat dilakukan di rumah dengan memanfaatkan anggota
keluarga sebagai umat (jika ada anggota keluarga) atau teman di sekitarnya.
Setelah praktik membacakan Sabda Tuhan, anggota keluarga atau teman yang
berlaku sebagai umat, diminta mengomentari dan member saran yang perluh
dibenahi. Akan tetapi, sering terjadi tugas lektor ditunjuk secara serta merta.
Dalam kondisi darurat sperti itu, persiapan maksimal yang dapat dilakukan
adalah membaca naskahnyaterlebih dahulu. Membaca kalimat-kalimat yang pernah dibaca
sebelumnya akan lebih lancar dibanding yang belum pernah dibaca.
c.
Persiapan
Batiniah
Tugas lektor adalah membacakan Sabda
Tuhan. Oleh karena itu, suasana religius perlu diciptakan sejak awal. Di
beberapa paroki juga temasuk gereja kampus, ada kebiasaan prodiakon, lektor,
dan putra altar sebelum bertugas melakukan ritual doa bersama. Hal tersebut
sebagai salah satu cara menyiapkan diri memasuki suasana religius. Doa tersebut
umumnya dirumuskan secara spontan, yang isinya memohon karunia Roh Kudus agar
berkenan memberkati dan menyertai dalam tugas pelayanan agar pelayanan tersebut
semakin mendewasakan (yang dilayani dan yang melayani).
3.
Pelaksanaan
Pada tahap
pelaksanaan, seorang lektor tentu sudah mengenali tempat dan posisi tubuh
(berdiri, berlutut, duduk) ketika membaca. Hal tersebut disesuaikan dengan
ruang, jumlah umat, dan fasilitas yang tersedia. Oleh karena itu, seorang
lector harus menargetkan bahwa ia akan membacakan dengan baik, bacaan yang akan
ia bacakan itu dapat diteima dan dipahami oleh seluruh umat yang hadir saat
Perayaan Ekaristi.
PIGURA
Pigura (bentuk
ujaran perikop) yang harus dipelajari, dicermati, dan dipahami seorang lector
adalah sebagai berikut:
NO.
|
PIGURA (BENTUK UJARAN)
|
CONTOH
|
1.
|
NASEHAT
|
a.
Kepada umat Kolose 3:1-11 (Arahkan pikiran pada
hal- hal surgawi)
b.
1 Timotius 6:11-16 (Engau milik Allah, hidup;ah
sebagai orang Kristus)
|
2.
|
MENYADARKAN
|
Kebijaksanaan
2:21-23 (orang jahat tidak mengenal Allah, dan dibutakan oleh kejahatannya
sendiri)
|
3.
|
PERINGATAN
(Mengingatkan)
|
a.
II Korintus 6:11-18. 7:1 (Jangan ada lagi noda
kekafiran)
b.
Yeremia 42:1-22 (Yeremia memperingati supaya
jangan mengungsi ke Mesir)
|
4.
|
KISAH (Cari di mana
klimaks-nya)
|
a.
Kejadian 3:1-24 (Manusia jatuh ke dalam dosa)
b.
Makabe 7:1-14 (7 bersaudara dibunuh karena iman)
c.
Markus 8:1-10 (Yesus member makan lima ribu orang)
|
5.
|
SARAN (Beri tekanan
kalimat yang penting!)
|
Yakobus
1:17-27 (Seharusnya menjadi pelaku firman)
|
6.
|
MENGHIBUR
|
a.
Roma 3:1-8 (Kelebihan orang Yahudi dan kesetiaan
Allah)
b.
I Korintus 16:25-27 (Segala kemuliaan bagi Allah)
|
7.
|
AJAKAN
|
a.
Matius 11:25-30
(Ajakan juruselamat)
b.
Ibrani 2:1-5 (Keselamatan yang besar)
|
8.
|
PERINTAH
|
I
Yohanes 2:7-17 (Perintah yang baru)
|
9.
|
PETUNJUK (Saran, Ajakan)
|
Galatia
4:12-20 (Ingatlah akan hubuingan kita
yang semula)
|
BAB II
TEKNIK GERAK
- Pendahuluan
Untuk
menciptakan liturgi yang indah dan
anggun, tetntunya dituntut tata gerak yang baik dan teratur. Istilah tata gerak
mencakup juga:
1.
Tindakan
dan perarakan iman bersama diakon, lektor, dan para pelayan lain dalam menuju
altar;
2.
Perarakan
diakon yang membawa kitab Injil menuju
mimbar sebelum pemakluman Injil;
3.
Perarakan
umat beriman yang menghantar bahan persembahan dan maju untuk menyambut komuni.
Hendaknya tata
gerak ini dilaksanakan dengan anggun, sesuai dengan kaidah masing- masing gereja
atau tempat merayakan liturgi, dan diiringi dengan nyanyian yang serasi. Dalam
perarakan masuk, semua petugas liturgi harus memperhatikan tata gerak supaya semua yang hadir dalam
perayaan ekaristi sungguh terbantu dan merasakan kehadiran Allah.
- Tata Gerak
1.
RITUS
PEMBUKA
a.
Setelah
jemaat berkumpul, imam dan para pelayan
liturgi, dengan mengenakan busana liturgis masing- masing, berarak
menuju altar. Urutan yang berlaku di gereja kampus adalah sebagai berikut:
1)
Pelayan
yang membawa pedupaan berasap, jika dipakai dupa.
2)
Pelayan-
pelayan lain yang membawa lilin
bernyala, mengapit akolit atau pelayan lain yang membawa salib.
3)
Para
akolit dan pelayan- pelayan yang lain.
4)
Lektor;
dapat membawa Buku Bacaan Ekaristi (Lectionarium) yang sedikit diangkat.
5)
Imam
yang memimpin Perayaan Ekaristi kalau dipakai dupa, sebelum perarakan dimulai,
imam membubuhkan dupa kedalam pedupaan dan memberkatinya dengan tanda salib
tanpa mengatakan apa-apa.
b.
Pada
waktu menuju altar, umat menyanyikan nyanyian pembuka.
c.
Setibanya
didepan altar, imam dan para pelayan membungkuk khidmat.
Kalau dalam
perarakan ini dibawa salib, maka salib itu dipajang di dekat altar sehingga
berfungsi sebagai salib altar, dan hanya salib itulah yang harus digunakan;
kalau ada salib lain di altar, lebih baik salib perarakan ini dipajang di di
tempat lain (di luar panti iman). Lilin- lilin yang dibawa oleh para pelayan,
ditempatkan di dekat altar.
d.
Imam
menuju altar dan menciumnya sebagai tanda penghormatan. Iman mendupai altar
kalau ada dupa.
e.
Imam
pergi ke tampat duduk, juga lektor, akolit dan para pelayan lain pergi ke
temnpat duduk.
f.
Semua
tetap berdiri dan jika nyanyian pembuka selesai, imam bersama dengan seluruh
umat membuat tanda salib sementara imam berkata: “Dalam (Demi) nama Bapa, dan
Putra, dan Roh kudus”, dan umat menjawab: “Amin”.
Kemudian imam
member salam kerpada umat. Ia mengadap ke umat, membuka tangan dan mengucapkan
salah satu rumus salam yang tersedia.
Kemudian imam atau seorang pelayan lain
menyampaikan kata pengantar amat singkat tentang Ekaristi yang dirayakannya..
g.
Kemudian
menyusul pernyataan tobat. Sesudah itu, dilagukan atau diucapkan Tuhan
Kasihanilah Kami sesuai dengan petunjuk rubrik.
h.
Seturut
ketentuan, kemudian dilagukan atau diucapkan Kemuliaan.
i.
Lalu,
sambil membukan tangan, imam mengajak umat: “Marilah kita berdoa”, lalu lansung
mengatupkan tangan. Semua hadirin bersama imam berdoa sejenak dalam hati.
Setelah itu imam merentangkan tangan dan membawakan doa pembuka (kolekta), yang
ditutup oleh umat dengan seruan: “Amin”.
2.
LITURGI
SABDA
a.
Beberapa
kata sebelum imam mengakhiri doa pembukaan, lector yang bertugas membacakan
Bacaan I sudah maju ke depan altar dan berlutut, kemudian menuju ke mimbar.
Setibanya di depan mimbar lektor tidak perluh lagi hormat kepada imam atau altar.
Kalau ada tabernakel, lektor atau
pelayan lain membungkuk khidmat untuk menghormati Sakramen Maha Kudus
yang bertahta di dalam Tabernakel.
b.
Sebelum
membacakan Kitab suci, lektor perluh mengatur nafas dan mengatur suara sambil
memandang sekeliling umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi tersebut. Setelah
doa pembukaan dan umat sudah siap untuk mendengarkan Sabda Tuhan, lektor
membacakan Sabda Tuhan dengan suara lantang. Sesudah bacaan, lektor berseru:
“Demikianlah Sabda Tuhan, dan umat menjawab: Syukur kepada Allah”. Tepat sekali
jika sesudah bacaan diadakan saat hening sejenak, supaya umat dapat merenungkan
sebentar apa yang telah mereka dengar.
c.
Sesudah
membacakan bacaan I, lektor kembali duduk ke tempatnya tadi. Di depan mimbar
tidak perluh membungkuk lagi, kalau sudah sampai di depan altar baru lektor
berlutut seraya hormat kepada imam dan altar. Lalu kembali duduk di tempat
duduk.
d.
Sesudah
bacaan I, pemazmur atau lektor sendiri membawakan ayat- ayat Mazmur Tanggapan.
Umat menanggapi dengan menyerukan/ melagukan ulangan.
e.
Pada
saat pemazmur menyanyikan ayat terakhir, lektor yang bertugas membacakan bacaan
II mulai maju ke mimbar untuk bersiap- siap membacakan Sabda Tuhan. Lngakah-
langkahnya dilihat pada point sebelumnya
di atas (point a, b dan c).
f.
Kemudian,
semua berdiri untuk melagukan Bait Pengantar Injil dengan atau tanta Allelua
sesuai dengan masa liturgy (bdk. no. 62 -64).
g.
Setelah
melagukan Bait Pengantar Injil, jika dipakai dupa, imam mengisi pedupaan dan
memberkatinya. Kemudian, imam mengatupkan tangan, membungkuk khidmat menghadap
altar sambil berdoa dalam hati: “Sucikanlah hati dan budiku….”
h.
Di
mimbar imam membuka Kitab Suci dan
sambil membuka tangan berkata: “Tuhan sertamu”, lalu mengtupkan tangan.
Umat menjawab: “Dan sertamu juga”. Kemudian imam berkata: “Inilah Injil Yesus
Kristus menurut … dengan ibu jari imam membuat tanda salib pada Injil yang akan
diwartakan, lalu pada dahi, mulut, dan dadanya. Hal yang sama dilakukan oleh
umat. Umat menyerukan aklamasi: “Dimuliakanlah Tuhan”. Jika dipakai dupa, imam
memdupai kitab suci. Sesudah itu imam mewartakan Injil, dan sesudah pewartaan,
ia melagukan atau menyanyikan aklamasi: “Demikianlah Sabda Tuhan”, yang dijawab
umat dengan seruan: “Terpujilah Kristus”. Sesudah itu imam menciumKitab Injil sambil berdoa dalam hati: “Ya Tuhan, karena
pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami”.
i.
Setelah
mewartakan Injil, imam sambil berdiri di dekat mimbar atau di tempat lain yang
dianggap nyaman, di tempat yang serasi, imam menyampaikan homili.
j.
Setelah
selesai homili, imam mengajak umat memanjatkan bersama- sama doa Syadat Para
Rasul (Aku Percaya).
k.
Beberapa
kata sebelum Doa Aku Percaya selesai diucapkan
atau di nyanyikan, lektor yang bertugas
membacakan doa umat menuju mimbar. (ikuti petunjuk pada point a, b, dan c di
atas). Lektor membacakan doa umat sesuai kode yang ditentukan di teks bacaan
doa umat. Dalam teks doa umat, sebelum imam menutup doa umat, ada saat dimana imam,
pelayan liturgy lain serta seluruh umat menghening sejenak untuk menyampaikan
permohonan masing- masing kepada Tuhan. Lektor menyampaikan kata-kata saat
hening kalau imam tidak menyampaikan kata- kata hening sejenak tersebut.
3.
LITURGI
EKARISTI
a.
Pemimpin
ibadah/Perayaan Ekaristi mempersiapkan persembahan yang akan dikonsekrasikan di
atas meja altar. Imam memberkati persembahan umat dari umat. Imam melanjutkan
dengan doa persembahan.
b.
Sampailah
kepada puncak Perayaan Ekaristi yakni imam mengubah roti menjadi Tubuh Kristus
dan anggur menjadi Darah Kristus (Doa Syukur Agung).
c.
Setelah
Doa Syukur Agung, dilanjutkan dengan menyanyikan/ mendaraskan Doa Bapa Kami, di
susul dengan Doa Damai beserta Salam
Damai.
d.
Imam
beserta para umat menyanyikan/ mendaraskan Doa Anak Domba Allah. Setelah itu,
imam dan para prodiakon membagikan membagikan komuni sementara umat menyanyikan
lagu Komuni.
4.
RITUS
PENUTUP
a.
Setelah
merayakan perjamuan kudus yaitu menyambut Komuni Suci, imam merentangkan tangan
untuk berdoa penutup. Imam berkata: “Marilah kita berdoa”. Kemudian imam
menyampaikan doa penutup.
b.
Beberapa
kata sebelum imam selesai doa penutup,
lektor yang bertugas membacakan doa umat maju ke mimbar umtuk menyampaikan
pengumuman kepada umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi itu. Langkah-
langkahnya ikuti pada petunjuk 2a, 2b, dan 2c.
c.
Setelah
lektor menyampaikan pengumuman, imam memberikan berkat penutup dan pengutusan
kepada umat. Imam berkata: “Dengan demikian Perayaa Ekaristi pada …hari ini
telah selesai”, umat menjawab: “Syukur kepada Allah”. Lanjut imam berkata:
“Marilah kita pulang …”, dan umat menjawab: “Amin”.
d.
Saat
imam serta pelayan lain turun ke depan altar, lektor juga maju ke depan altar,
berlutut bersama menghadap altar. Uruntanya: lektor berdiri di belakang
rombongan putra/i altar, sedangkan imam berdiri di tengah- tengan putra/i
altar.
e.
Selesai
berlutut menghormat altar, imam serta para pelayan liturgi lainnya pulang
menuju ke sakristi yang letaknya di belakang umat. Urutannya ikuti
petunjuk atas no.1a.
RINGKASAN
TATA GERAK
LEKTOR DI GEREJA KAMPUS:
Dalam Perayaan
Ekaristi, umumnya dibagi memjadi empat kelompok, yakni: Pembukaan, Ibadat
Sabda, Ibadat Ekaristi, dan Penutup:
A.
PEMBUKAAN
- Lektor
yang bertugas menuju mimbar dan membacakan Kata Pengantar.
- Perarakan
masuk rombongan Imam serta seluruh pelayan liturgi diiringi lagu pembukaan.
- Imam
menuju altar, pelayan liturgi lainnya berdiri di tempat yang telah
ditentukan sebelumnya.
- Imam
memimpin Perayaan Ekaristi di awali dengan tanda salib (+) kemudian
disusul dengan pengantar, Tobat, Tuhan Kasihanilah Kami, Kemulian, serta
Doa Pembukaan sebagai doa membuka Ibadah Sabda.
B.
IBADAT
SABDA
- Lektor
yang bertugas menuju mimbar dan
membacakan Bacaan I dan Bacaan II
- Seorang
yang menyanyikan mazmur mengiringi / memdaraskan ayat- ayat mazmur di
setiap bacaan.
- Bacaan
Injil dibacakan oleh Imam sendiri. Setelah itu, Imam sendiri yang
membawakan Homili / Khotba.
- Imam
dan seluruh umat mengucapkan / menyanyikan Doa Syadat Para Rasul (Aku
Percaya).
- Lektor
yang bertugas membacakan Doa Umat
C.
IBADAT
EKARISTI
- Persembahan,
Kudus disusul Doa Syukur Agung (pengubahan Roti dan Anggur menjadi Tubuh
dan Darah Kristus).
- Bapa
Kami, Salam Damai, Anak Domba Allah, Komuni (seluruh umat yang hadir
menyambut Tubuh dan Darah Kristus). Ibadat Ekaristi ini ditutup dengan Doa
Penutup yang dipimpin oleh Imam.
D.
PENUTUP
- Lektor
yang bertugas menuju mimbar dan membacakan pengumuman untuk umat.
- Imam
memberikan Berkat dan Pengutusan kepada seluruh umat yang hadir.
- Imam
serta Pelayan Liturgi lainnya meninggalkan altar dan menuju Sakristi
diiringi lagu penutup.
Sumber:
Bpk.FX.Priyanto dan Ibu Nanik.
J.Waskito.(2004).Menjadi Lektor. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
AR.Yuwono Suwondo,Pr. dan Sudartomo Macaryus.(2011).Lektor.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
tips bagus dan bermanfaat, terima kasih...GBU
BalasHapussama2....GBU
Hapusapakah ada ketentuan khusus seseorang bisa menjadi lektor dan pemazmur?? apakah seseorang yang belum diterima sah di gereja katolik bisa menjadi pelektor atau pemazmur? mohon penjelasannya terima kasih
BalasHapus