Kamis, 30 Agustus 2012

PANDUAN LEKTOR

-->
KATA PENGANTAR
Seorang pembaca adalah orang yang benar- benar tahu tentang teknik membaca, mengatur nafas di mana dia harus mengambil nafas, kapan dia berhenti, dll. Itulah dalam hal ini dipaparkan, hanya sekit orang dari semua orang yang bisa membacakan suatu buku atau teks dengan baik, sedikit orang yang bisa membawakan puisi dengan baik, sedikit orang katolik yang bisa membacakan Kitab Suci.
Pembaca Kitab Suci atau Lektor  adalah  seorang  petugas yang  terpenting dalam  perayaan liturgi  di gereja dan juga di tempat-tempat  ibadah. Menjadi  lektor berarti menjadi pewarta Sabda Allah. Melalui lektor Allah berbacara.  Sebelum  seorang lektor  melaksanakan tugasnya sebagi lektor, dia harus mempersiapakannya terlebih dahulu. Penulis yakin bahwa cukup banyak orang yang bakat terhadap lektor  yang baik, untuk menjadi lektor, asal mengadakan persiapan dan latihan dengan tekun.
Dalam buku ini mebahas dua bagian, yakni:
  1. Teknik membacakan suatu bacaan dari Kitab Suci
  2. Teknik atau tata gerak pelayan liturgi (secara khusus bagi lector) dalam Perayaan Ekaristi di kampus.
      Pada bagian pertama yaitu teknik membacakan bacaan, penulis menambahkan ide- ide baru dari yang telah ada yakni dari beberapa buku pegangan tentang lektor. Dengan harapan, seorang lector dapat menambah wawasan lebih luas tentang lector.
      Pada bagian kedua yakni teknik gerak dalam Perayaan Ekaristi. Bagian kedua ini dapat dipaparkan sesuai hasil pengamatan penulis dalam tata gerak Perayaan Ekaristi di kampus. Dengan membaca buku panduan ini, lektor dapat memahami tata gerak dalm Perayaan Ekaristi tanpa harus melalui pelatih, pembimbing lektor.
      Penulis menyusun buku ini tidak hanya terbatas pada warga umat Kampus Sanata Dharma, tetapi juga bagi seluruh umat katolik yang ingin mendalami tentang lector. Maksud penulis, di mana pada bagian pertama yakni teknik membacakan Kitab Suci. Memang, pada bagian kedua yakni tata gerak dalam Perayaan Ekaristi tersebut agak beda dengan setiap paroki atau tempat Ibadah Ekaristi.
       Semoga buku ini dapat berguna bagi setiap orang yang ingin mendalami tentang lector!
 
BAB I
TEKNIK MEMBACA BACAAN
A.    MEMBACA DENGAN BAIK.

Setiap orang  yang pernah sekolah di tingkat SD tentu bisa membaca meskipun cara membacanya tidak seefektif tingkat atas. Dalam  membacakan suatu bacaan, tentu kita sering menemukan perbedaan membaca. Hal ini terlihat dengan  jelas ketika kita membandingkan antara pembacaan seorang anak SD yang suaranya putus-putus, anak  SMP atau anak SMA dengan seorang pembaca berita di RRI. Semua ini tentu memiliki perbedaan yang kentara.
Kita sering mengatakan bahwa membaca dengan baik adalah bila kita membaca seakan-akan teks yang dibaca tidak dibacakan tetapi diceritakan dengan kata-kata sendiri. Pendapat  seperti itu tidaklah sepenuhnya benar. Hal tersebut disebabkan karena orang yang membaca Kitab Suci adalah mewartakan Sabda Allah, bukan  ide atau pendapatnya sendiri. Maka pembaca tidak cukup hanya mengucapkan denga nada yang datar (monoton) dengan kata-kata yang dicetak dalam teks bacaan.
Untuk membaca dengan baik, seorang penbaca perluh adanya pelafalan (pronunciation) yang tepat dan pengucapan (articulation) yang jelas. Selain, itu masih banyak kriteria yang perluh diperhatikan. Bacaan tersebut dapat diterima  dan sungguh-sengguh masuk pada  para perdengar, hal ini berarti para pendengar:
-          Mengangkap bacaan di telinga.
-          Dipahami dengan  akal.
-          Dan meresap ke dalam  hati
Maka yang dimaksud dengan menbaca dengan baik adalah bila pembaca membawakan suatu teks dengan memahami serta menghayatinya sendiri, sehingga dalam membacanya ia dapat mengadakan variasi ketegangan, lagu dan irama dan para pendengar dapat menangkapnya dengan telinga, budi, dan hati.
B.     LEKTOR
1.      Pengertian Lektor
Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma menjadi titik tolak bagi semua umat beriman kristiani untuk dipanggil dan diutus untuk ambil bagian dalam tugas perutusan  Yesus Kristus mewartakan Kerajaan Allah. Perutusan itu tergantung pada kedudukan dan kemampuan masing-masing umat. Menjadi lektor adalah salah satu  tugas perutusan  itu.
Kata “lektor” berasal dari bahasa Latin lector-oris (kata benda) dan berkaitan dengan kata kerja lectere, lectitere yang merupakan bentukan dari kata kerja legere artinya membaca, membacakan. Dalam Ensiklopedia Gereja Katolik III, 1973, kata lektor berisi dua makna:
§  Petugas pria awam yang dilantik secara tetap oleh uskup atau  superior untuk memabacakan Kitab Suci (kecuali Injil) dan Mazmur kepada seluruh umat.
§  Warga umat, baik laki-laki maupun perempuan yang ditugasi membacakan Kitab Suci dalam perayaan  liturgy (KHK  kan. 230, 2).2

2.      Perubahan dalam Peran Lektor
Tugas pembaca Kitab Suci sudah ada sejak tradisi Yahudi. Tugas ini dilakukan oleh kaum laki- laki yang dipercayakan dan ditunjuk oleh jemaat. Selain membacakan bacaannya, petugas juga mengajarkan isi sabda yang dibacakan.
Dalam tradisi jemaat Korintus, telah terjadi pembagian  tugas pelayanan dalam ibadat bersama. Walaupun ada pembagian tugas pelayanan, peran laki- laki sangat dominan seperti halnya pada tradisi Yahudi. Pada masa Yustinus Martir, tidak ada kejelasan mengenai siapa petugas pembaca itu. Di sini hanya dikatakan “seorang pembaca”, tidak jelas laki-laki atau perempuan. Namun, peran  lektor sebagai pembaca sangat tegas dan jelas diungkapkan Yustinus Martir dalam  Apologi1 pertamanya.
Perkembangan lain terjadi pada masa Tertullianus. Pada masa itu, peran umat biasa semakin berkurang. Pembacaan sabda di dilakukan oleh lektor yang sudah dikhususkan, maksudnya orang awam yang masuk dalam Ordinationis. Dalam perkembangan selanjutnya, lektor ditempatkan sebagai sebutan salah satu tahap dalam pendidikan calon imam, yakni Pelantikan Lektor Akolit.
Perubahan lektor yang sangat berarti terjadi pada akhir abad ke-4 dan awal abad ke-5. Pada masa itu, tugas membacakan sabda diserahkan kepada awam. Mereka dipercaya membacakan di depan umum.
Pada abad pertengahan, perkembangan lektor seakan –akan terputus akibat  semakin maraknya kebiasaan umat merayakan Ekaristi pribadi di kalangan klerus (rohaniwan). Liturgi menjadi liturgy klerus dan awam semakin terasing dari Liturgi Gereja.
Pada masa Konsili Trente sampai Konsili Vatikan II, struktur uskup, imam, diakon, dan lektor masih tetap dipertahankan. Persoalan lektor awam belum mendapat tanggapan yang serius dari para Bapa Konsili.
Akhirnya, sejak Konsili Vatikan II hingga sekarang, perkembangan yang luar biasa terjadi. Gereja mau membuka sendiri, mau mengadakan perubahan di segala bidang kehidupan. Pertisipasi umat beriman (awam) dalam liturgi, termasuk lektor semakin digalakkan. Lektor tidak lagi eksklusif untuk kalangan terthabis, namun diberlakukan juga untuk awam dengan suatu pelantikan.

Untuk menjadi petugas pelayan yang penting dalam Perayaan Ekaristi tersebut, dibutuhkan beberapa persyaratan:


NO.
PERSYARATAN
1.
Pertama- tama yang harus dimiliki seorang lektor adalah kemauan, yang meliputi kemauan bertugas, kemauan berlatih terus-menerus, dan ma u terus berkembang dalam iman.
2.
Sesudah memiliki kemauan, ia harus mempunyai kemampuan. Kemampuan yang dituntut seorang ector adalah kemampuan membacakan dan mengerti isi bacaan yang baru saja dibacakan. Setelah mempunyai kemampuan membaca dan mengerti isi bacaan, seorang ector dituntut untuk mengimani apa yang dibacakan
3.
Selain membacakan untuk orang lain, seorang ector harus terlibat, mendengarkan bacaan itu sehingga ia sungguh- sungguh menjadi pewarta apa yang ia sendiri hayati dan imani.
4.
Selanjutnya, ia harus mempunyai semangat kerja sama di dalam diri lektor. Semangat kerja sama ini sangat penting di dalam Perayaan Ekaristi. Dengan semangat kerja sama ini, diharapkan dimensi kebersamaan, kasatuanm dalam Perayaan Ekaristi. Kerja sama ini dapat terwujud oleh lektor dengan sesama lektor, dengan tim liturgy gereja kampus, dengan pastor yang memimpin, dengan tim liturgy lainnya.
5.
Sebagai petugas atau pelayan umat, seorang lektor harus siap untuk mendapat masukan, kritikan, evaluasi, dan perbaikan- perbaikan yang bersifat membangun, bahkan tanggapan atau komentar yang sinis dari umat lain. Dengan kerendahan hati dan keterbukaan hati untuk mendengar dan memperhatikan masukan yang ada, seorang lektor akan semakin berkembang dan pelayanan gereja akan semakin ditingkatkan sehingga karya keselamatan Allah semakin dapat dirasakan dan dihayati semua umat beriman yang hadir dalam Perayaan Ekaristi yang sedang dirayakan bersama- sama.
5.
Yang terpenting  dari semuanya itu adalah bahwa seorang lektor berusaha untuk selalu mencintai Kitab Suci.


3.      Pemakaian Suara
      Kalau kita membaca, kita tentu ingin supaya suara kita dapat memcapai orang yang hadir, juga mereka yang duduk di pojok paling jauh. Untuk itu kita dapat meninggikan suara, sebab suara yang yang tinggi dapat juga lebih keras. Tetapi cara itu kurang baik. Kalau kita terus berbicara dengan suara tinggi, selaput suara diforsir.     Apalagi suara kita menjadi dapat dibuat – buat dan kurang enak untuk didengar.
Maka perhatikan supaya mulai membaca dengan suara yang cukup rendah. Ketinggian suara yang baik ialah ketinggian yang kita pakai untuk berbicara biasa.
           
Dalam pembacaan Kitab Suci, seorang lektor perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain: Artikulasi, Intonasi, Power, Pause/Jeda, prasering, dan Penjiwaan.
1.      Artikulasi
Membaca lambat adalah syarat mutlak untuk mengucapkan setiap kata dengan baik. Dalam pembicaraan yang cepat, pengucapan kata-kata sering salah dan beberapa kata sama sekali tertelan dan juga beberapa huruf dianaktirikan (hilang diantara huruf-huruf yang lain. Maka demi pengucapan yang baik, lector harus membaca agak lambat. Tetapi kita harus memperhitungkan juga bagaimana kondisi tempat kita berbicara.
2.      Intonasi
Kalau bernyanyi, kita mengucapkan kata-kata dengan memakai suatu lagu. Lagu-lagu itu terdiri dari nada-nada yang dapat ditulis dengan angka. Angka lebih tinggi berarti: nada suara naik, angka lebih rendah berarti: nada suara turun.
Misalnya: kalau orang berseru dengan heran “ehh”, suara dapat naik beberapa not. Tetapi jika orang nmengerang kesakitan “aduh”, suarah dapat turun sampai satu oktaf. Itulah yang disebut intonasi lagu dalam membacakan buku bacaan atau membacakan Kitab Suci.
Menurut Rm.J.Waskito, SJ, yang dikemukakan oleh F.X.Priyanto, nada suara seorang lector ada dua yakni Arsis (kalimat yang tekanan kalimat terakhirnya dinaikan) dan Thesis (kalimat yang tekanan kalimat pada akhir kalimat diturunkan)
Contoh:
NO.
ARSIS
THESIS
1.
Pemuda- pemuda harus memikul batu kilangan,
anak- anak terjatuh karena beratnya pikulan kayu. (Yeh. 1:13)
2.
Anakku, jikalau  engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan,
maka bersedialah untuk percobaan. (Sir. 2:1)
3.
Sekarang, aku telah mendirikan rumah kediaman bagi-Mu,
tempat Engkau menetap selama- lamanya. (1 Raj. 8:13)
4.
Saya malah tidak tahu apa maksud katanya itu,
makanya saya tidak menjawab.
 
3.       Power dan Pemakaian Mike
Banyak gereja memakai pengeras suara, yaitu suatu pelengkap teknik yang terdiri dari mike (microphone), amplifier,, dan loundspeaker, yang bertujuan untuk memperluas jangkauan suara pemimpin ibadat atau lektor.
Seorang lektor harus tahu bagaimana pengeras suara dapat dimanfaatkan dengan baik. Banyak pengeras sura tidak memenuhi syarat, kadang- kadang lebih menggagu daripada menolong, karena peralatannya kurang sesuai untuk ruang doa itu, atau karena salah pasang, atau karena alat-alat yang dipakai kurang bermutu. Maka seorang perlu memperhatikan beberapa hal berikut.
a.       Apakah volume pengeras sura sesuai dengan suara anda?
Mungkin pastor yang sedang sedang memimpin Perayaan Ekaristi kebetulan mempunyai suara yang lemah. Kalau demikian, mungkin sekali pengeras suara di gereja kampus disetel terlalu keras untuk suara anda. Padahal tidak mungkin mengubah volume pengeras suara setiap kali seorang lektor lain tampil ke mimbar.
b.      Menentukan jarak
Tetapi anda sendiri mengatur volume dengan mengambil posisi lebih dekat atau lebih jauh dari mike. Semakin jauh dari mike, semakin lemah suara pengeras dan sebaliknya. Kalau jarak anda dengan mike sudah tepat, jangan maju mundur lagi, tetapi pertahankan jarak yang sama, supaya suara yang keluar dari pengeras jagan pasang surut terus.
c.       Pengeras suara bukan siaran radio
Secara teknis mungkin saja seorang lektor berbicara dengan suara lemah, seperti orang yang duduk-duduk di angkringan sambil minum teh. Asal dekat sekali dengan mike, suara lemah dapat menjadi cukup besar untuk didengar melalui pengeras. Cara bicara yang demikian adalah  cocok intuk digunakan di depan mike di studio radio atau di TV.
Lektor sendiri hampir tidak dapat menentukan apakah akibat suara pemakaian olehnya. Maka itu membutuhkan koreksi dan petunjuk dari orang lain. Maka, lebih-lebih berhubungan dengan penakaian mike, berlakulah nasehat: jagan ragu-ragu minta kritik dari pendengar3!
4.      Pause/Jeda
Unsur ini diperlukan untuk meresapkan pesan dari Kitab Suci bagi umat, juga untuk mengganti suasana.
5.      Prasering
Frasering adalah pengelompokkan kata tetapi belum menjadi kalimat. Contoh: Tetapi seorang Farisi dalam Mahkamah Agama itu / yang bernama Gamaliel, … (Kis.5: 34).  Pengelompokkan kata salah, artinya bisa lain. Contoh: Kamu suka makan jambu / monyet?
6.      Penjiwaan
Penjiwaan itu mantab bila kelima kriteria di atas itu terpenuhi. Bila satu diantara lima kriteria di atas tidak tepenuhi, maka penjiwaan menjadi “kering”.

Beberapa hal lebih terperinci
1.      Pernafasan
Mungkin kita sudah pernah ujian secara lisan. Mungkin juga kita sudah pernah ditugaskan untuk berbicara di depan umum. Dalam kedaan itu saraf kita menjadi tegang sedang pernafasan menjadi tersendat-sendat. Cara bernafas yang kurang teratur itu mempersulit pembicaraan, mungkin sampai kita tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun.
Hal itu tidak mengherankan, sebab untuk berbicara kita harus mengeluarkan nafas. Oleh nafas yang dikeluarkan, selaput suara mulai bergetar. Maka nafas itu mulai kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tariklah nafas dengan cepat tetapi dalam. Keluarkan nafas dengan sehemat-hematnya. Hal hal ini yang juga dilakukan oleh orang yang bernyanyi.
Cara terbaik sebelum seorang lector membacakan Kitab Suci adalah dengan mengontrol pernafasan..Tariklah nafas panjang dengan sadar beberapa kali sebelum mulai membaca. Maka kita pasti akan dapat membaca dengan lebih tenang serta dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi.
      Seorang lector perlu memperhatikan pernapasan yang dipakai saat membacakan Kitab Suci. Untuk memperjelas, ada dua cara untuk bernafas:
a.      Pernafasan dada
Bernafas dengan hanya memakai rongga dada bagian atas. Kalau memakai cara ini hanya bagian atas rongga dada agak mekar sedang bahu agak ditarik maju.
b.      Pernafasan perut
Bernafas dengan memakai rongga dada bagian bawah. Kalau memakai cara ini, rusuk diangkat sedang perut juga turut mekar. Agar dapat bernafas dengan baik, jangan memakai ikat pinggang atau pakaian yang terlalu kencang.
Bagaiman kalau bernafas melalui hidung atau mulut?
           Menghela nafas sebaiknya melalui hidung. Tetapi cara itu hanya dapat dipakai kalau istirahat di antara kalimat- kalimat cukup panjang. Kalau seorang pembaca hanya dapat instirahatsingkat saja, maka ia terpaksa menghelas nafas melalui mulut.
           Sebaiknya kalau pada waktu persiapan, pembaca sudah menentukan pada saat apa ia akan menghela nafas. Dengan cara itu dapat di jaga supaya pembaca jagan sekonyong-konyong terputus karena pembaca kehabisan nafas.
2.      Penampilan
Umat tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat pembaca. Hal semacam itu harus diperhitungkan. Oleh karena itu, kalau pembaca ingin agar pembacaanya disambut dengan baik, haruslah ia menjaga agar sikap, cara berpakaian, gerak-gerik dan seluruh penampilannya dapat diterima dengan baik pula. Pembaca harus berkontak dengan para pendengarnya, tetapi usaha untuk berkontak dapat digagalkan oleh penampilannya yang kurang sedap. Maka di bawah ini dijelaskan beberapa cara agar pembaca membacakan dengan tenang dan baik:
a.      Perhatikan cara berjalan
Berjalan ke mimbar harus tenang, sopan tapi tegak. Jangan terburu-buru, seperti dikejar anjing. Jangan pula berjalan seperti orang yang diseret ke pangadilan atau terhuyung-huyung seperti orang mabok.
b.      Perhatikan cara berdiri
Berdiri tegak, pakailah dua kaki. Dengan berdiri tegak, anda sendiri akan merasa lebih mantap.
c.       Perlakukan Kitab Suci dengan hormat
Buku bacaan sebaiknya dipegang dengan dua tangan dan diangkat cukup tinggi, supaya pembaca dapat membacakan tanpa menundukkan kepala. Kalau ada sesuatu untuk meletakkan buku di atasnya, sebaiknya tangan tidak lepas, tetapi diletakkan di pinggir mimbar. Bukannya untuk bersandar di mimbar, tetapi untuk menampakkan bahwa buku bacaan dengan pembaca merupakan kesatuan.
Perluh dperhatikan bahwa, mimbar bukanlah perpustakaan. Maka jangan menumpuk macam- macam buku di mimbar. Jangan meletakan buku di lantai altar atau di bawah altar. Jangan meletakkan macam-macam sobekan kertas dan catatan dalam buku bacaan, tetapi tentukanlak pita atau kertas terntu sebelum mulai membaca atau pakailah sebuah penunjuk halaman yang pantas. Jangan melipat sudut halaman buku. Untuk membalikkan halaman jangan membasahinya dengan air ludah. Jangan memcemarkan buku dengan catatan atau corat-coret.
d.      Pakaian
Pakaian pantas untuk seorang lektor ialah bersih, sopan, sederhana, dan tidak terlalu menarik perhatian. Hal yang sama berlaku untuk sepatu, potongan rambut dan perawatan kuku tangan. Apakah seorang lektor sebaiknya berjubah atau berseragam lain, atau berpakaian setelan atau yang lain lain, tergantung dari situasi atau tradisi setempat. Pakaian apa yang sesuai tergantung dari corak perayaan liturgi apa yang diadakan.

MELAYANI
1.      Tahap Membaca
Lektor bertugas untuk membacakan orang lain. Dalam kategori teknis termasuk kegiatan membaca nyaring. Kenyaringan dimaksudkan agar umat dapat mendengar dengan jelas, mengikuti dengan nyaman, dan menangkap isinya dengan tepat. Untuk mewujudkan semuanya itu, seorang lektor perlu melaksanakan beberapa tahap, yang akan dijelaskan di nomor 2.
2.      Persiapan
      Tahap persiapan meliputi persiapan lahir, teknis, dan batin. Secara umum, persiapan diarahkan agar ketika membacakan Sabda Tuhan, pendengar terbantu memusatkan perhataian pada isi bacaan.
a.    Persiapan lahiriah
        Persiapan lahiriah berkaitan dengan penampilan lahiriah seorang lektor. Persiapan lahiriah mulai dari pakaian, make up, tata rambut, sepatu, dan sebagainya diupayakan membantu lektor untuk membacakan Sabda Tuhan. Lektor di kampus dan juga dalam Pedoman Umum Missale Romawi menyebut bahwa akolit, lektor dan pelayan awam  lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gereja yang bersangkutan (PUMR 339).
          Penampilan yang wajar lebih membantu dibandingkan yang mencolok. Demikian juga make up, tata rmbut, sepatu, dan aneka aksesori yang lain (lektor di kampus, seorang lektor tidak memakai sepatu atau sandal saat bertugas). Hak sepatu yang bersuara nyaring akan menarik perhatian umat dan mengganggu perhatian pada isi bacaan. Yakinan kondisi fisikdalam kedaan sehat dan berfungsi normal (tidak sedang flu, batuk, pilek, sariawan, sakit gigi, tenggorokan kering, dan sebagainya).
b.      Persiapan teknis
1)      Mengenali konvensi penulisan dan pembacaan kutipan bacaan
Perjanjian lama senantiasa menempatkan nama kitab (Kejadian, Keluaran, Amsal), penulis kitab (Yesaya, Yeremia, Yoel, Amos, dan sebagainya, atau tokoh kitab (Raja-raja, Hakim-hakim). Konvensi penulisannya nama kitab/ penulis/ tokoh diikuti bab: ayat seperti pada contoh berikut:
(a)    Perjanjian lama
Tabel:Konvensi penulisan dan pembacaan Perjajian Lama
Konvensi   Penulisan
                                                                         Konvensi Pembacaan
Kejadian 1:1-31
Kitab kejadian, bab satu, ayat satu  sampai tiga puluh satu
Yeremia 3:6-13
Kitab Nabi Yeremia, bab  tiga, ayat enam  sampai tiga belas.
I Tawarikh 9:35-44
Kitab pertama  Tawarikh, bab sembilan, ayat tiga puluh lima sampai empat puluh empat.
Daniel 12:1-13
Kitab Daniel, bab 12, ayat satu sampai tiga belas.

Dalam Liturgi Sabda di gereja dan juga di kampus, lazimnya bab dan ayat tidak dibacakan. Jadi pengucapannya cukup (tema bacaan) diikuti pambacaan dari Kitab Kejadian, seperti pada contoh berikut:
Allah melihat seuanya telah dijadikan-Nya dan amat baiklah semuanya itu
Bacaan diambil dari Kitab Kejadian 1:1-2:1
Aku akan mereciki kamu dengan air suci, dan kamu akan kuberi hati yang baru
Bacaan diambil dari Kitab Nubuat Yahazkiel 36:16-28
(b)   Perjanjian baru
Perjanjian Baru dapat dikelompokkan memjadi dua, yaitu Injil dan bukan Injil. Dalam tradisi Katolik, terdapat empat Ijnjil, yakni Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Yang bukan Injil adalah Kisah Para Rasul, Surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma, Surat Santo Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus, Surat Santo Paulus yang Kedua kepada Timotius, Surat Yakobus, Srat Petrus yang Pertama, Surat Petrus yang Kedua, Wahyu kepada Yohanes, dan sebagainya. Konvensi penulisannya sebagai berikut:
Tabel:Konvensi penulisan dan pembacaan Perjajian Baru
Konvensi   Penulisan
                                                                         Konvensi Pembacaan
                          Mark. 6:1-5
Injil Markus, bab enam, ayat satu sampai lima
                              Ibrani 11:1-40
Surat Ibrani, bab sebelas, ayat  satu  sampai empat puluh
                         Roma 1:1-7
Surat Santo Paulus kepada Jemaat di Roma, bab satu ayat satu samapai tujuh
                                II Kor 4:1-15
Surat Santo Paulus yang kedua kepada Jemaat di Korintus, bab 4, ayat satu sampai lima belas
                                II Tim 2:1-13
Surat Santo Paulus yyang Kedua kepada Timotius, bab dua, ayat satu sampai tiga belas
                                II Petrus 1:1-2
Surat Santo Petrus yang kedua, bab satu, ayat satu sampai dua
                            Wahyu 11:15-19
Wahyu kepada Yohanes, bab sebelas, ayat lima belas sampai Sembilan belas

Dalam Liturgi Sabda di gereja dan juga di kampus, lazimnya bab dan ayat tidak dibacakan. Jadi untuk Injil dibaca Inilah Injil Yesus Kristus meurut Santo Matius. Untuk yang bukan Injil di baca (tema bacaan) pembacaan dari Kisah Para Rasul, dan sebagainya, seperti pada contoh berikut.
Yesus sudah bangkit dan mendahului kamu ke Galilea
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Santo Matius 28:1-10
Kristus yang bangkit dari alam maut takkan wafat lagi
Pembacaan dari surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma 6:3-11
2)      Mengenali tempat,orang, benda, dan peristiwa
Kitab Suci berisi kisah-kisa yang berasal dari lingkungan geografis, alam, sosial, dan budaya yang tertentu yang berbeda dengan lingkungan, geografis, alam sosial, dan budaya Indonesia. Oleh karena itu, seorang lektor sebaiknya mengetahui dan membedakan nama tempat, orang, benda, peristiwa dan sebagainya. Hal tersebut membantu lektor dalam mengintepretasi secara tepat. Berikut dipaparkan beberapa nama dan sebutan untuk tempat, orang, dan golongan.
Tabel: Nama, orang, kelompok, tempat, dan jabatan
                          Nama
                                                                             Uraian
                                             Orang
Yosua, Rut, Samuel, Ezra, Nehemia, Ester, Ayub, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Obaja, Yunus, Mikha, Petrus, Yohanes, Yakobus, Pilatus, Herodes, Simon, Yudas, Maria, Nikodemus, Agustua, Titus, Timatius, Filemon
                     Kelompok
Imam Kepala, Ahli Taurat,  Farisi, Saduki, Penatua, Pemungut Cukai, Yahudi
                          Tempat
Yudea, Galilea, Yerusalem, Betsaida, Samaria, Sidon, Kidron, Bukit Zaitun, Bukit Tabor, Filipi, Yunani, Kolose, Tesalonika, Galatia, Karintus, dan senagainya
                            Jabatan
                                                                                      Raja, Kaisar, Wali Nageri

3)      Praktik membacakan
Cara persiapan yang lain adalah pratik membacakan Sabda Tuhan sebalum melaksanakan pembacaan di Mimbar Sabda atau tempat pembacaan yang khusus. Mimbar Sabda ini dibedakan dari mimbar pengumuman (di kampus, mimbar Sabda dengan mimbar pengumuman dijadikan satu). Praktik membacakan menurt persipan teks yang akan dibaca dan menetapkan pendengar. Di kampus, teks Perayaan Ekaristi sudah dicetak. Hal tersebut mengasumsi bahwa naskah sudah dapat diperoleh sebelumnya. Cara tersebut sekaligus untuk mengoreksi kemungkinan ada salah tulis atau salah kutip agar dapat diupayakan mencari rumusan yang sebenarnya.
Praktik membacakan Sabda Tuhan dapat dilakukan di rumah dengan memanfaatkan anggota keluarga sebagai umat (jika ada anggota keluarga) atau teman di sekitarnya. Setelah praktik membacakan Sabda Tuhan, anggota keluarga atau teman yang berlaku sebagai umat, diminta mengomentari dan member saran yang perluh dibenahi. Akan tetapi, sering terjadi tugas lektor ditunjuk secara serta merta. Dalam kondisi darurat sperti itu, persiapan maksimal yang dapat dilakukan adalah membaca naskahnyaterlebih dahulu. Membaca kalimat-kalimat yang pernah dibaca sebelumnya akan lebih lancar dibanding yang belum pernah dibaca.
c.       Persiapan Batiniah
      Tugas lektor adalah membacakan Sabda Tuhan. Oleh karena itu, suasana religius perlu diciptakan sejak awal. Di beberapa paroki juga temasuk gereja kampus, ada kebiasaan prodiakon, lektor, dan putra altar sebelum bertugas melakukan ritual doa bersama. Hal tersebut sebagai salah satu cara menyiapkan diri memasuki suasana religius. Doa tersebut umumnya dirumuskan secara spontan, yang isinya memohon karunia Roh Kudus agar berkenan memberkati dan menyertai dalam tugas pelayanan agar pelayanan tersebut semakin mendewasakan (yang dilayani dan yang melayani).
3.      Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, seorang lektor tentu sudah mengenali tempat dan posisi tubuh (berdiri, berlutut, duduk) ketika membaca. Hal tersebut disesuaikan dengan ruang, jumlah umat, dan fasilitas yang tersedia. Oleh karena itu, seorang lector harus menargetkan bahwa ia akan membacakan dengan baik, bacaan yang akan ia bacakan itu dapat diteima dan dipahami oleh seluruh umat yang hadir saat Perayaan Ekaristi.

PIGURA
               Pigura (bentuk ujaran perikop) yang harus dipelajari, dicermati, dan dipahami seorang lector adalah sebagai berikut:
NO.
PIGURA                 (BENTUK UJARAN)
CONTOH
1.

NASEHAT
a.      Kepada umat Kolose 3:1-11 (Arahkan pikiran pada hal- hal surgawi)
b.      1 Timotius 6:11-16 (Engau milik Allah, hidup;ah sebagai orang Kristus)
2.
MENYADARKAN
Kebijaksanaan 2:21-23 (orang jahat tidak mengenal Allah, dan dibutakan oleh kejahatannya sendiri)
3.

PERINGATAN (Mengingatkan)
a.       II Korintus 6:11-18. 7:1 (Jangan ada lagi noda kekafiran)
b.      Yeremia 42:1-22 (Yeremia memperingati supaya jangan mengungsi ke Mesir)
4.

KISAH                                 (Cari di mana klimaks-nya)
a.       Kejadian 3:1-24 (Manusia jatuh ke dalam dosa)
b.      Makabe 7:1-14 (7 bersaudara dibunuh karena iman)
c.       Markus 8:1-10 (Yesus member makan lima ribu orang)
5.
SARAN                                (Beri tekanan kalimat yang penting!)
Yakobus 1:17-27 (Seharusnya menjadi pelaku firman)
6.
MENGHIBUR
a.       Roma 3:1-8 (Kelebihan orang Yahudi dan kesetiaan Allah)
b.      I Korintus 16:25-27  (Segala kemuliaan bagi Allah)
7.

AJAKAN
a.       Matius 11:25-30  (Ajakan juruselamat)
b.      Ibrani 2:1-5 (Keselamatan yang besar)
8.
PERINTAH
I Yohanes 2:7-17 (Perintah yang baru)
9.
PETUNJUK                          (Saran, Ajakan)
Galatia 4:12-20  (Ingatlah akan hubuingan kita yang semula)

                                   
BAB II
TEKNIK GERAK
  1. Pendahuluan
Untuk menciptakan  liturgi yang indah dan anggun, tetntunya dituntut tata gerak yang baik dan teratur. Istilah tata gerak mencakup juga:
1.      Tindakan dan perarakan iman bersama diakon, lektor, dan para pelayan lain dalam menuju altar;
2.      Perarakan diakon yang membawa kitab Injil menuju  mimbar sebelum pemakluman Injil;
3.      Perarakan umat beriman yang menghantar bahan persembahan dan maju untuk menyambut komuni.
Hendaknya tata gerak ini dilaksanakan dengan anggun, sesuai dengan kaidah masing- masing gereja atau tempat merayakan liturgi, dan diiringi dengan nyanyian yang serasi. Dalam perarakan masuk, semua petugas liturgi harus memperhatikan  tata gerak supaya semua yang hadir dalam perayaan ekaristi sungguh terbantu dan merasakan kehadiran Allah.
  1. Tata Gerak
1.      RITUS PEMBUKA
a.       Setelah jemaat berkumpul, imam dan para pelayan  liturgi, dengan mengenakan busana liturgis masing- masing, berarak menuju altar. Urutan yang berlaku di gereja kampus adalah sebagai berikut:
1)      Pelayan yang membawa pedupaan berasap, jika dipakai dupa.
2)      Pelayan- pelayan  lain yang membawa lilin bernyala, mengapit akolit atau pelayan lain yang membawa salib.
3)      Para akolit dan pelayan- pelayan yang lain.
4)      Lektor; dapat membawa Buku Bacaan Ekaristi  (Lectionarium) yang sedikit diangkat.
5)      Imam yang memimpin Perayaan Ekaristi kalau dipakai dupa, sebelum perarakan dimulai, imam membubuhkan dupa kedalam pedupaan dan memberkatinya dengan tanda salib tanpa mengatakan apa-apa.
b.      Pada waktu menuju altar, umat menyanyikan nyanyian pembuka.
c.       Setibanya didepan altar, imam dan para pelayan membungkuk khidmat.
Kalau dalam perarakan ini dibawa salib, maka salib itu dipajang di dekat altar sehingga berfungsi sebagai salib altar, dan hanya salib itulah yang harus digunakan; kalau ada salib lain di altar, lebih baik salib perarakan ini dipajang di di tempat lain (di luar panti iman). Lilin- lilin yang dibawa oleh para pelayan, ditempatkan di dekat altar.
d.      Imam menuju altar dan menciumnya sebagai tanda penghormatan. Iman mendupai altar kalau ada dupa.
e.       Imam pergi ke tampat duduk, juga lektor, akolit dan para pelayan lain pergi ke temnpat duduk.
f.       Semua tetap berdiri dan jika nyanyian pembuka selesai, imam bersama dengan seluruh umat membuat tanda salib sementara imam berkata: “Dalam (Demi) nama Bapa, dan Putra, dan Roh kudus”, dan umat menjawab: “Amin”.
Kemudian imam member salam kerpada umat. Ia mengadap ke umat, membuka tangan dan mengucapkan salah satu  rumus salam yang tersedia. Kemudian  imam atau seorang pelayan lain menyampaikan kata pengantar amat singkat tentang Ekaristi yang dirayakannya..
g.      Kemudian menyusul pernyataan tobat. Sesudah itu, dilagukan atau diucapkan Tuhan Kasihanilah Kami sesuai dengan petunjuk rubrik.
h.      Seturut ketentuan, kemudian dilagukan atau diucapkan Kemuliaan.
i.        Lalu, sambil membukan tangan, imam mengajak umat: “Marilah kita berdoa”, lalu lansung mengatupkan tangan. Semua hadirin bersama imam berdoa sejenak dalam hati. Setelah itu imam merentangkan tangan dan membawakan doa pembuka (kolekta), yang ditutup oleh umat dengan seruan: “Amin”.
2.      LITURGI SABDA
a.       Beberapa kata sebelum imam mengakhiri doa pembukaan, lector yang bertugas membacakan Bacaan I sudah maju ke depan altar dan berlutut, kemudian menuju ke mimbar. Setibanya di depan mimbar lektor tidak perluh lagi hormat kepada imam atau altar. Kalau ada tabernakel, lektor atau  pelayan lain membungkuk khidmat untuk menghormati Sakramen Maha Kudus yang bertahta di dalam Tabernakel.
b.      Sebelum membacakan Kitab suci, lektor perluh mengatur nafas dan mengatur suara sambil memandang sekeliling umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi tersebut. Setelah doa pembukaan dan umat sudah siap untuk mendengarkan Sabda Tuhan, lektor membacakan Sabda Tuhan dengan suara lantang. Sesudah bacaan, lektor berseru: “Demikianlah Sabda Tuhan, dan umat menjawab: Syukur kepada Allah”. Tepat sekali jika sesudah bacaan diadakan saat hening sejenak, supaya umat dapat merenungkan sebentar apa yang telah mereka dengar.
c.       Sesudah membacakan bacaan I, lektor kembali duduk ke tempatnya tadi. Di depan mimbar tidak perluh membungkuk lagi, kalau sudah sampai di depan altar baru lektor berlutut seraya hormat kepada imam dan altar. Lalu kembali duduk di tempat duduk.
d.      Sesudah bacaan I, pemazmur atau lektor sendiri membawakan ayat- ayat Mazmur Tanggapan. Umat menanggapi dengan menyerukan/ melagukan ulangan.
e.       Pada saat pemazmur menyanyikan ayat terakhir, lektor yang bertugas membacakan bacaan II mulai maju ke mimbar untuk bersiap- siap membacakan Sabda Tuhan. Lngakah- langkahnya dilihat pada point sebelumnya  di atas (point    a, b dan c).
f.       Kemudian, semua berdiri untuk melagukan Bait Pengantar Injil dengan atau tanta Allelua sesuai dengan masa liturgy (bdk. no. 62 -64).
g.      Setelah melagukan Bait Pengantar Injil, jika dipakai dupa, imam mengisi pedupaan dan memberkatinya. Kemudian, imam mengatupkan tangan, membungkuk khidmat menghadap altar sambil berdoa dalam hati: “Sucikanlah hati dan budiku….”
h.      Di mimbar imam membuka Kitab Suci dan  sambil membuka tangan berkata: “Tuhan sertamu”, lalu mengtupkan tangan. Umat menjawab: “Dan sertamu juga”. Kemudian imam berkata: “Inilah Injil Yesus Kristus menurut … dengan ibu jari imam membuat tanda salib pada Injil yang akan diwartakan, lalu pada dahi, mulut, dan dadanya. Hal yang sama dilakukan oleh umat. Umat menyerukan aklamasi: “Dimuliakanlah Tuhan”. Jika dipakai dupa, imam memdupai kitab suci. Sesudah itu imam mewartakan Injil, dan sesudah pewartaan, ia melagukan atau menyanyikan aklamasi: “Demikianlah Sabda Tuhan”, yang dijawab umat dengan seruan: “Terpujilah Kristus”. Sesudah itu imam menciumKitab Injil sambil  berdoa dalam hati: “Ya Tuhan, karena pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami”.
i.        Setelah mewartakan Injil, imam sambil berdiri di dekat mimbar atau di tempat lain yang dianggap nyaman, di tempat yang serasi, imam menyampaikan homili.
j.        Setelah selesai homili, imam mengajak umat memanjatkan bersama- sama doa Syadat Para Rasul (Aku Percaya).
k.      Beberapa kata sebelum  Doa Aku Percaya selesai diucapkan atau di nyanyikan, lektor  yang bertugas membacakan doa umat menuju mimbar. (ikuti petunjuk pada point a, b, dan c di atas). Lektor membacakan doa umat sesuai kode yang ditentukan di teks bacaan doa umat. Dalam teks doa umat, sebelum imam menutup doa umat, ada saat dimana imam, pelayan liturgy lain serta seluruh umat menghening sejenak untuk menyampaikan permohonan masing- masing kepada Tuhan. Lektor menyampaikan kata-kata saat hening kalau imam tidak menyampaikan kata- kata hening sejenak tersebut.
3.      LITURGI EKARISTI
a.       Pemimpin ibadah/Perayaan Ekaristi mempersiapkan persembahan yang akan dikonsekrasikan di atas meja altar. Imam memberkati persembahan umat dari umat. Imam melanjutkan dengan doa persembahan.
b.      Sampailah kepada puncak Perayaan Ekaristi yakni imam mengubah roti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus (Doa Syukur Agung).
c.       Setelah Doa Syukur Agung, dilanjutkan dengan menyanyikan/ mendaraskan Doa Bapa Kami, di susul dengan Doa Damai  beserta Salam Damai.
d.      Imam beserta para umat menyanyikan/ mendaraskan Doa Anak Domba Allah. Setelah itu, imam dan para prodiakon membagikan membagikan komuni sementara umat menyanyikan lagu Komuni.
4.      RITUS PENUTUP
a.       Setelah merayakan perjamuan kudus yaitu menyambut Komuni Suci, imam merentangkan tangan untuk berdoa penutup. Imam berkata: “Marilah kita berdoa”. Kemudian imam menyampaikan doa penutup.
b.      Beberapa kata sebelum  imam selesai doa penutup, lektor yang bertugas membacakan doa umat maju ke mimbar umtuk menyampaikan pengumuman kepada umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi itu. Langkah- langkahnya ikuti pada petunjuk 2a, 2b, dan 2c.
c.       Setelah lektor menyampaikan pengumuman, imam memberikan berkat penutup dan pengutusan kepada umat. Imam berkata: “Dengan demikian Perayaa Ekaristi pada …hari ini telah selesai”, umat menjawab: “Syukur kepada Allah”. Lanjut imam berkata: “Marilah kita pulang …”, dan umat menjawab: “Amin”.
d.      Saat imam serta pelayan lain turun ke depan altar, lektor juga maju ke depan altar, berlutut bersama menghadap altar. Uruntanya: lektor berdiri di belakang rombongan putra/i altar, sedangkan imam berdiri di tengah- tengan putra/i altar.
e.       Selesai berlutut menghormat altar, imam serta para pelayan liturgi lainnya pulang menuju ke sakristi yang letaknya di belakang umat. Urutannya ikuti petunjuk  atas no.1a.



RINGKASAN
TATA GERAK LEKTOR DI GEREJA KAMPUS:
Dalam Perayaan Ekaristi, umumnya dibagi memjadi empat kelompok, yakni: Pembukaan, Ibadat Sabda, Ibadat Ekaristi, dan Penutup:
A.    PEMBUKAAN
  1. Lektor yang bertugas menuju mimbar dan membacakan Kata Pengantar.
  2. Perarakan masuk rombongan Imam serta seluruh pelayan liturgi diiringi lagu pembukaan.
  3. Imam menuju altar, pelayan liturgi lainnya berdiri di tempat yang telah ditentukan sebelumnya.
  4. Imam memimpin Perayaan Ekaristi di awali dengan tanda salib (+) kemudian disusul dengan pengantar, Tobat, Tuhan Kasihanilah Kami, Kemulian, serta Doa Pembukaan sebagai doa membuka Ibadah Sabda.
B.     IBADAT SABDA
  1. Lektor yang bertugas menuju mimbar dan  membacakan Bacaan I dan Bacaan II
  2. Seorang yang menyanyikan mazmur mengiringi / memdaraskan ayat- ayat mazmur di setiap bacaan.
  3. Bacaan Injil dibacakan oleh Imam sendiri. Setelah itu, Imam sendiri yang membawakan Homili / Khotba.
  4. Imam dan seluruh umat mengucapkan / menyanyikan Doa Syadat Para Rasul (Aku Percaya).
  5. Lektor yang bertugas membacakan Doa Umat
C.     IBADAT EKARISTI
  1. Persembahan, Kudus disusul Doa Syukur Agung (pengubahan Roti dan Anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus).
  2. Bapa Kami, Salam Damai, Anak Domba Allah, Komuni (seluruh umat yang hadir menyambut Tubuh dan Darah Kristus). Ibadat Ekaristi ini ditutup dengan Doa Penutup yang dipimpin oleh Imam.
D.    PENUTUP
  1. Lektor yang bertugas menuju mimbar dan membacakan pengumuman untuk umat.
  2. Imam memberikan Berkat dan Pengutusan kepada seluruh umat yang hadir.
  3. Imam serta Pelayan Liturgi lainnya meninggalkan altar dan menuju Sakristi diiringi lagu penutup.

Sumber:

 Bpk.FX.Priyanto dan Ibu Nanik.
J.Waskito.(2004).Menjadi Lektor. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
AR.Yuwono Suwondo,Pr. dan Sudartomo Macaryus.(2011).Lektor.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

3 komentar:

  1. tips bagus dan bermanfaat, terima kasih...GBU

    BalasHapus
  2. apakah ada ketentuan khusus seseorang bisa menjadi lektor dan pemazmur?? apakah seseorang yang belum diterima sah di gereja katolik bisa menjadi pelektor atau pemazmur? mohon penjelasannya terima kasih

    BalasHapus