Kamis, 30 Agustus 2012

Buku “Mama Sally dan Perjuangan Perempuan Papua”

-->
1.     BAGIAN PERTAMA: Mama Sally dan Lembah Balliem
Pada bagian pertama ini dijelaskan bagaiman status kehidupan Mama Sally. Halam kehidupannya sebagai anggota DPRD di Jayawijaya, ia tidak terlepas dari kesatuan, kebersamaan, tolong menolong, sbersosialisasi dengan para penduduk setempat. Dalam berbagai masalah, Mama Sally juga membantu menemukan jalan keluar. Dia bertindak seolah- olah sebagai laki- laki meski suaminya telah lama meninggal dunia.
Masyarakat Jayawijaya selalu bersama dalam mengambil suatu keputusan, bekerjasama dalam suatu kegiatan, bersama untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Dalam kehidupan mereka sehari- hari mereka, kebanyak masyarakat Jayawijaya adalah petani di kebun, peternak babi. Di Jayawijaya, harga sembako pun mahal, dalam buku ini dikatakan bahwa harga bahan sembako Jayawijaya tiga kali lebih mahal dari kota Jayapura. Hal ini diakibatkan karena kurangnya alat  t ransportasi.

2.     BAGIAN KEDUA: Mama Sally, Keluarga dan Orang-orang Terdekat
Setelah kelahirannya di Sentani, Jayapura, kedua orang tuanya meninggal dunia. Hal ini membuat Mama Salomina bersedih karena ditinggal kedua orang tuanya pada saat dia masih bayi. Untungnya Mama Salomina dirawat oleh kerabatnya. Dalam kehidupan keluarga baru itu pun salomina tidak merasakan kenyamanan karena kedua orang tua angkatnya itu adalah guru dan sikap mereka juga  bertindak sebagai sesosok guru yang kejam. Salomina selalu berpindah- pindah tempat untuk mencari tempat yang nyaman dan bisa menyelesaikan sekolah dasar (SD).
Selama Mama Sally bersekolah di SMP dan SPG, dia tinggal di asrama. Di sana ia merasakan tempat pembentukan karakter, orang menjadi dewasa. Peraturan tang telah disepakati bersama para Pembina asrama membuat semua anak asrama nenatuhinya. Dia mempunyai kedua orang tua angkat namun, dia ingin hidup mandiri. Selama hidup di asrama, Mama Sally mengalami pengalaman manis serta pengalaman pahit. Semua pengalaman ini dilaluinya sampai dia menyelesaikan studinya SMP dan SPG dari asrama.
Mama Sally melanjutkan sekolah di Sekolah Tinggi Teologi Katolik (STTK) Abepura serta Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Abepura. Dia menjadi mahasiswa di STTK dan STFT. Selama kuliah, ia benyak menjalin hunbgungan dengan masyarakat sekitar. Setelah menyelesaikan studinya, Mama Sally ditugaskan pergi ke Lembah Balim. Di sana, ia sangat bersatu dengan para penduduk Lembah Balim. Ini hal yang sangat luar biasa, sebab jarang sekali menjumpai orang perempuan seperti Mama Sally.

3.     BAGIAN KETIGA: Mama Sally, Petugas Pastoral, Guru dan Ibu Asrama
Di Lembah Balim, Mama Sally mengembang tugas yang dipercayakan keuskupan Jayapura yakni sebagai petugas pastoral. Di samping sebagai petugas bidang pastoral, ia sabgat bersatu dengan masyarakat Lembah Balim. Mama Sally tidak sama dengan perempuam lain di Papua, ia diberi karunia oleh Tuhan untuk menjadi pewarta Injil di Papua khususnya di Pegunungan Tengah Papua. Dalam setiap kegiatan, ia menampilkan yang terbaik bagi masyarakat Papua. Ia juga ibu bagi remaja putrid khususnya di suatu asrama di Wamena. Karyanya sangat dipengaruhi oleh sebagian kalangan di Papua. Mama Sally terjun ke dunia pemerintahan, namun ia tetap ibu bagi setiap orang yang membutuhkan bahkan ia mendoakan mereka yang meminta pertolongan.
Mama Sally sungguh sangat antusias dan ikut merasakan penderitaan yang sering dialami oleh sebagian perempuan Papua khusunya di Lembah Balim. Para perempuan Papua sring tidak dihargai, bahkan sering melakukan ketidakadilan bagi perempuan Papua. Padahal Tuhan member kita (baik pria maupun wanita) akal, pikiran. Perbuatan yang dilakukan Mama Sally itu sangat membantu mengubah pola pikir para perempuan Papua yang selalu menyerah dalam setiap hal dam member peluang kepada para pria. Dengan membuat suatu lembaga pemberdayaan perempuan ini akan memungkinkan bisa mengubah kebiasaan kebanyakan perempuan Papua dari ketidakadilan. Perempuan Papua diharapkan mengampbil posoisi yang penting dalam setiap kegiatan seperti yang dilakukanb Mama Sally agar martabat perempuan biosa meningkat.

4.     BAGIAN KEEMPAT: Mama Sally dan Pemberdayaan Perempuan
Dalam pengabdian Mama Sally di Jayawijaya, ia selalu setia menjalankan tugas yang diemban kepadanya. Ia mempunyai budaya yang beda dengan budaya masyarakat di lembah Ballim. Namun demikian, budaya yang ia miliki di Kab.Keerom itu tidak dibawa ke Jayawijaya. Ia datang ke Jayawijaya bukan untuk mengubah budaya/ tradisi di tempat baru itu namun untuk mendukung budaya yang sudah ada di Jayawijaya. Kalau kita melihat 2000 tahun yang lalu, di mana Yesus datang kedunia bukan untuk mengubah budaya/ tradisi Yahudi, namun Ia datang ke dunia untuk menggenapi dan menambahkan peraturan baru, seperti hukum kasih. Hal serupa dialami Mama Sally, ia datang ke lembah Ballim untuk menyebarkan kasih, keetiaan, dsb kepada masyarakat Jayawijaya.
Ketika Mama Sally datang, di lembah Ballim, ia melihat situasi yang sangat berbeda dengan keadaan di Keerom. Sampai saat itu, hak- hak wanita tidak diperhatikan oleh kaum pria. Mama Sally ingin supaya peran  kaum wanita juga sangat penting dalam kehidupan rumah tangga. Bersama perempuan Jayawijaya, ia berhasil menyetarakan hak- hak kaum wanita denga para pria. Namun, di daerah yang terpencil, daerah terisolir masih memiliki peran penting dalam keluarga adalah  pria. Peran pria adalah yang terpenting dalam keluarga. Itulah yang dilakukan di Papua khususnya daerah pegunungan tengah . di Jayawijaya, Mama Sally bersama para perempuan Papua menumbuhkan rasa percaya diri di kalangan perempuan , melakukan perbuatan- perbuatan yang diklakukan para pria, seperti hal bertangjawab dalam segala hal, bahkan berunjuk rasa di pemerintah supaya segala kejahatan di Jayawijaya itu menurun (tidak merajarela).
Dalam bidang ekonomi, perempuanlah yang berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuanlah yang paling penting dalam menghgidupi keluarganya. Tanpa para perempuan, suatu keluarga tidak bisa hidup. Suatu yayasa yang dirikan oleh Mama Sally dan teman- temannya itu mengumpulkan para wanita di daerah Lembah Ballim untuk mengembangkan ekonomi keluarga maupun kebutuhan bagi masyarakat setempat.

5.     BAGIAN KELIMA: Mama Sally dan Perempuan Politik
Mama Sally tidak hanya memperdayakan masyarakat khusunya para perempuan Jayawijaya, namun dia menjadi panutan, telan bagi kebanyakan perempuan Jayawijaya. Mama Sally memotivasi mereka dalam berbagai bidang untuyk dikembangkan. Hal demikian tidak hanya terjadi di kalangan umat Kristen tetapi semua orang di Jayawijaya. Mama Sally lebih dikenal di masyarakat luas setelah menduduki kursi legislative yakni sebagai anggota DPRD Jayawijaya. Ia mempromosikan bahwa perempuan  yang selama ini dipandang sebagai ibu rumah tangga bisa mengambil tanggung jawab yang lebih besar, misalnya sebagai anggota badan legislate atau bidang lainnya.
Setelah dipilih sebagai anggota DPRD, Mama Sally tidak berhenti namun ia terus mengembangkan segala daya upaya untuk membangun komunikasi, solidaritas, kebersamaan terhadap masyarakat Jayawijaya. Dalam bidang ekonomi, Mama Sally berperan utama untuk memperdatyakan kaum perempuan. Untuk memplaksanakan tugas tersebut, ia mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Humi Inane. Dalam yayasan itu, para perempuan dilatih untuk mengembangkan ekonomi mereka dalam segala hal,seperti berjualan di pasar, memelihara hewan, serta aktivitas- aktivitas lain.

6.     BAGIAN KEENAM: Kesan dari Mantan Guru, Sahabat dan Rekan Kerja
Pada bagian terakhir dalam buku ini menuliskan tentang tanggapan- tanggapan positif dari bebara mantan guru, sahabat mama Sally serta rekan kerjanya. Karena kegigihannya dalam menjalankan segalanya yang menjadi tanggung jawab Mama Sally, ia mendapat sambutan hangat serta kesan yang yang membanggakan khusus bagi Mama Sally, keluarganya serta daerahnya.
Kita sebagai manusia perlu meneladani sikap Mama Sally yang begitu terbuka terhadap siapa saja dan setia akan tugasnya dalam menhadapi segala tantangan. Walaupun Mama Sally seorang perempuan, dia mempunyai hati yang tinggi melebihi laki- laki, karena ketulusannya hatinya, kegigihan akan tanggung jawabnya, ia menyelesaikan masalah lebih besar dengan mudah.

Oleh: Agustian Tatogo
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar