Pada
saat ini, pendidikan di negara Indonesia ini menjadi sorotan bagi kebanyakan
masyarakat Indonesia, terutama orang tua siswa yang selalu mengharapkan agar
anaknya mendapat pengetahuan yang banyak dan nilai yang minimal memuaskan
terutama bagi siswa dan juga orang tua siswa.
Contoh
sebuah kasus:
Didaerah Jawa khususnya di Daerah Istimewa
Yogyakarta (menurut pengamatan penulis), pendidikan bagi seorang siswa sangat
penting. Hal tersebut berkaitan dengan nilai hasil ujian nasional (UN). Bila nilai UN seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK
sederajat sudah memenuhi standar artinya nilai UN-nya mendapat minimal 7.00,
maka siswa yang bersangkutan tersebut berhak untuk mendaftarkan diri pada
sekolah- sekolah yang berada di kota Yogyakarta. Namun, yang terjadi hal sebaliknya, maka ia harus belajar pada
sekolah- sekolah pinggiran (di luar kota Yogyakarta).
Dari contoh kasus di
atas, kita dapat mempelajari bahwa pendidkan itu sangat penting bagi siswa. Lalu,
apa yangh harus dilakukan oleh seorang siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat? Tentu
siswa belajar dengan tekun dan giat agar pengetahuannya banyak dan mendapat
nilai yang memuaskan. Di samping itu, suatu pertanyaan yang sering dilontarkan
adalah apa saja yang perlu dan harus dilakukan oleh seorang pendidik (guru)?
Tentu hal ini menjadi suatu pertanyaan yang perlu direnungkan oleh seorang
pendidik (guru). Apa yang harus dilakukan oleh seorang guru agar sesuatu yang
diharapkan siswa dapat tercapai!
Sebagai pemahaman bagi
seorang guru, mari kita melihat pemaparan berikut!
Peran guru dalam proses pembelajaran: pertama: guru sebagai fasilitator yang
selalu menyediakan bahan- bahan pelajaran bagi siswa. Kedua: guru sebagai motivator dan juga inspirator yang selalu memberi dorongan, semangat bagi
siswanya.Guru adalah pembuka jalan bagi siswa dan setelah siswa menemukan jalan
tersebut maka guru mendorongnya dari belakang. Ketiga:
guru harus menjadi sumber utama bagi siswa. Hal ini bukan berati guru menjadi
pusat pembelajaran, namun segala sesuatu yang dibutuhkan siswa menjadi tanggung
jawab guru. Oleh karena itu, guru harus memahami materi pembelajaran yang akan
diberikan kepada siswa. Seorang guru perlu menyiapkan materi terlebih dahulu
sebelum memberikannya kepada siswa agar jangan salah konsep dalam proses
pembelajaran.
Contoh sebuah kasus
sederhana yang kerap terjadi di kalangan guru di pedalam dan juga di kota
berkaitan dengan pelajaran Matematika.
Bilangan 23
dengan 2x3. Tentu bilangan ini hasilnya tidak sama, 23 tidak sama
dengan 2x3. Menurut pengamatan penulis, beberapa guru di sekolah “pinggiran”
termasuk juga sekolah- sekolah di pedalaman kerap mengartikan kedua bilangan
itu sama hasilnya. Hal ini berarti seorang guru matematika salah konsep dalam
pembelajaran. Ingat, seorang siswa selalu menirukan gurunya, artinya siswa
melakukan apa yang dilakukan gurunya, sehingga walaupun konsep pembelajaran itu
salah, siswa menganggapnya benar karena mereka percaya bahwa guru tentu mengetahui segala sesuatunya tentang program studinya.
Kasus diatas ini adalah sebuah contoh sederhana. Salah konsep dalam
pembelajaran tidak hanya terjadi pada pelajaran Matematika namun semua bidang
studi yang diajarkan di sekolah.
Mutu
Pendidikan di Kota dan di Pedalaman
Mutu
pendidikan di daerah kota tentu jauh berbeda dengan daerah pedalaman. Hal ini disebabkan banyak faktor,
namun penulis memaparkan beberapa dari sekian banyak faktor yang menghambat
mutu pendidikan khususnya di daerah pedalaman. Pertama: guru tidak berkompeten dan tidak terlatih, sehingga materi
yang diajarkan kepada siswa hanyalah “asal- asalan”. Selain menguasai materi,
guru juga harus bisa memotivasi siswa agar siswa menyenangi mata pelajaran yang
diajarkannya. Kedua: kurangnya
fasilitas yang menunjang pendidikan, seperti buku paket, media pembelajaran
seperti alat peraga untuk pelajaran matematika, laboratorium untuk mata
pelajaran yang berkaitan dengan praktikum, dsb.
Selain faktor- faktor
di atas, ada faktor dari keluarga dan lingkungan sekitarnya seperti, kurangnya
ekonomis dan juga faktor sosial. Kedua faktor ini juga dapat menghambat proses
pembelajaran siswa.
Dari hasil pengamatan
penulis, mutu pendidikan di tanah Jawa dengan mutu pendidikan di Papua atau
pedalaman di tempat lain sangat berbeda. Contoh mata pelajaran matematika: pola
pikir (kecerdasan) siswa SD kelas VI di Yogyakarta sama dengan pola pikir
(kecerdasan) siswa SMP IX di Papua khusunya pedalaman. Hal ini artinya apa?
Pendidikan di Papua sangat minim, mengkuatirkan, dan juga dapat dipertanyakan.
Dari contoh ini, muncullah berbagai pertanyaan: di manakah pemerintah yang
peduli terhadap pendidikan di Papua? Di manakah guru yang sungguh- sungguh
memperhatikan dan mendidik anak- anak Papua? Apakah pemerintah dan guru di
Papua hanyalah sebatas kewajiban artinya pemerintah dan guru memperhatikan
pendidikan di Papua hanyalah sebatas formalitas saja?
Pada tahun- tahun yang
mendatang, diharapkan para generasi muda dapat membantu memajukan pendidikan di tanah Papua.
Pendidikan di Papua diharapkan berkembang atas kejasama antara pemerintah
daerah dengan pihak sekolah.
Bantuan
Pemerintah Daerah untuk Mahasiswa
Berdasarkan pengamatan
penulis terhadap beberapa responden mahasiswa- mahasiswi Papua mengatakan bahwa,
beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menyelesaikan studi (khususnya S-1)
pada berbagai daerah di Indonesia belum ada perhatian khusus dari pemerintah
daerah.
Saat seorang mahasiswadan
mahasiswi yang duduk di perguruan tinggi adalah saat di mana ia menimbah dan memperbanyak
ilmu untuk nantinya akan menyalurkan pengetahuan itu kepada anak didiknya
maupun kepada masyarakat. Oleh sebab itu, mahasiswa/i perlu membaca buku atau
memiliki banyak buku untuk menambah berbagai pengetahuan, termasuk buku- buku penunjang
kuliah selain mengikuti berbagai organisasi di dalam maupun di luar kampus.
Dari penjelasan di
atas, bagaimana mahasiswa- mahasiswi dapat memiliki pengetahuan? Ada berbagai
cara untuk memiliki pengetahuan; pertama:
mengikuti organisasi-organisasi. Kedua:
kunjungi perpustakaan atau toko terdekat, luangkan waktu untuk membaca buku di
sana. Ketiga: bila tidak bisa membaca
buku di tempat (toko), maka salah satu cara adalah membeli buku tersebut. Nah,
untuk membeli buku itu tentu ada biayanyanya. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi
mengatakan bahwa “biaya untuk hidup saja kurang (kadang tidak mencukupi), apa lagi
untuk membeli buku!”
Pemaparan di atas
adalah keluhan dari beberapa mahasiswa dan mahasiswi pada beberapa daerah di
Indonesia. Semoga pemerintah dapat menanggapi keluhan- keluhan mahasiswa. Akhir
kata, kedepannya pemerintah bisa merealisasikan masalah pendidikan yang terjadi
di Papua dan juga keluhan- keluhan dari mahasiswa. Terimakasih.
Penulis: Agustian Tatogo, Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Studi Pendidikan Matematika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar