Sabtu, 09 Mei 2015

Di Manakah Kejujuranmu?

Oleh:Agustian Tatogo
Ilustrasi jujur.doc

     Ketika saya berkunjung ke Tawangmangu, Kab.Karanganyar, Jawa Tengah, saya naik kereta api dari Stasiun Lempuyangan Yogyakartamenuju ke Stasiun Balapan Solo. Sesampainya di Solo, saya tunggu angkutan bus menuju Tawangmangu. Saya diberitahu warga Solo bahwa saya tidak perlu ke terminal bus, tetapi cukup tunggu di pinggirjalan menuju arah Tawangmangu.
     Bus arah Tawangmangu pun tiba dan berhenti tepat di depan saya. Saya diajak seorang penjaga pintu bus (kondektur) untuk naik bus tersebut. Saya bertanya dulu padanya, apakah bus tersebut akan sampai ke terminal Tawangmangu? Dia menjawab “ya, naik saja”.Saya berpikir bus tersebut akan sampai ke terminal Tawangmangu. Akhirnya, saya pun mengikuti petunjuk sang kondektur tersebut. Dalamperjalanan menuju Tawangmangu, saya mengambil uang untuk bayar ongkosbus. Ketika itu kami baru tiba di kota Karanganyar.
     Saya pegang uang sebesar Rp9.000,- di tangan. Saya pun bertanya ke kondektur, berapa ongkos bus dari Solo ke Tawangmangu. Dia (kondektur-red) tidak menjawab pertanyaan saya, lalu diamengambil uang yang saya pegang di tangan. Kemudian, saya bertanya kedua kali, apakah bus akan sampai ke terminal Tawangmangu? Saat itu bus kami sudah sampai di pertengahan jalan ke terminal Karang Pandan. Sesampainya di terminal Karang Pandan, kondektur itu lalu berkata pada saya, “Mas, silakan turun di sini dan naik mobil sebelah itu untuk ke Tawangmangu”.
      Sontak saya berpikir sejenak. Lah, bukannya bus ini sampai ke terminal Tawangmangu, pikirku dalam hati. Kalimat itu pula saya bertanya kepada sang kondektur. Sekata patah pun dia tidak menjawab. Tetapi karena bus menuju Tawangmangu sudah ditunggu, maka saya langsung pindah ke bus sebelah. Di bus baru tersebut, saya bertanya kepada penumpang, yang juga biasa naik-turun Tawangmangu, biasanya ongkos bus dari Solo ke Karang Pandan berapa? Lalu penumpang itu pun menjawab, “Biasanya kami bayar Rp7.000,- tetapi untuk anak sekolah biasanya Rp5.000,-“.
      Hal yang ingin saya katakan di dalam cerita ini bukan pengalaman saya berkunjung ke Tawangmangu, bukan pula pengalaman naik bus, tetapi ini menyangkut kejujuran diri sebagai manusia yang memiliki pikir dan hati. Rupanya sang kondektur tadi membohongi saya. Terdapat dua hal yang dia salah tingkah sebagai seorang kondektur. Pertama: dia tidakmengatakan tujuan bus itu, padahal di bagian depan bus bertuliskanSolo-Karanganyar-Karangpandan. Kedua: dia tidak menjawab pertanyaan saya tentang ongkos bus dari Solo sampai Karang Pandan, sehingga saya merasa dirugikan oleh sang kondektur tadi. Seharusnya saya hanya membayar Rp7.000,-. Dia mengambil Rp2.000,- dari saya dan dia merasa untung. Bukan masalah besar atau kecilnya uang yang dia ambil, tetapi ini menyangkut kejujuran.
      Pembohongan tadi termasuk kategori mencuri. Mengapa demikian? Dia tidak jujur pada saya dan tidak secara terbuka mengatakan hal yang sebenarnya. Uang sebesar Rp2.000,- tidak berarti bagi saya selama saya mempunyai uang. Jika dia meminta pada saya bahwa dia benar- benar membutuhkan uang, maka saya bersedia berikan padanya berapa pun dia minta. Tetapi dia berniat demikian, maka tidak heran jika saya menulisankan dalam catatan ini.
       Jika kita adalah orang tua dalam sebuah keluarga dan kita bertingkah tidak jujur terhadap orang lain, bagaimana mungkin kita bisa tanamkan kejujuran itu pada anak- anak kita. Tidak heran, jika anak- anak zaman sekarang jarang dididik orang orang tua (tidak semua anak). Ketidakjujuran itu muncul ketika manusia mempunyai nafsu untuk memiliki sesuatu hal. Tetapi, apakah kita bisa kembali ke jalanyang benar, dengan bertingkah jujur?

        ----Selamat mencari kejujuran----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar