Sebagai mana provinsi lain di
Indonesia, Papua yang dahulu bernama Irian Jaya memiliki banyak sekali suku. Menurut
Badan Statistik Papua jumlah total suku yang ada hingga saat ini mencapai 312
suku. Pada daerah-daerah Papua yang bervariasi topografinya terdapat
ratusan kelompok etnik dengan budaya dan adat istiadat yang saling berbeda.
Dengan mengacu pada perbedaan topografi dan adat istiadatnya maka sacara garis
besar penduduk Papua dapat di bedakan menjadi 3 kelompok besar yaitu:
- Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum, rumah diatas tiang (rumah panggung),
- Penduduk daerah pedalaman yang hidup pada daerah sungai, rawa, Danau dan lembah serta kaki gunung.
- Penduduk daerah dataran tinggi
Pada umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan yang menganut
garis ayah atau patrilinea.Papua memiliki banyak kebudayaan. Kebudayaan
Papua merupakan salah satu provinsi yang menjadi sumber kekayaan bagi
bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan, karena bisa
menjadi salah satu aset dan berkontribusi bagi Negara. Kebudayaan- kebudayaan
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
1.
AGAMA dan KEPERCAYAAN
Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting
bagi kehidupan masyarakat di Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama
di sana dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, mayoritas penduduknya beragama
Kristen, namun demikian sejalan dengan semakin lancarnya transportasi dari dan
ke Papua, jumlah orang dengan agama lain termasuk Islam juga semakin
berkembang.
Banyak misionaris yang melakukan misi keagamaan di
pedalaman-pedalaman Papua. Mereka memainkan peran penting dalam membantu
masyarakat, baik melalui sekolah misionaris, balai pengobatan maupun pendidikan
langsung dalam bidang pertanian, pengajaran bahasa Indonesia maupun pengetahuan
praktis lainnya. Misionaris juga merupakan pelopor dalam membuka jalur penerbangan
ke daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh penerbangan reguler.
2.
MATA PENCAHARIAN
Pulau Papua yang luasnya
kurang lebih 3,5 kali pulau Jawa secara ekologis itu terdiri atas zona - zona
yang masing-masing menunjukkan diversifikasi terhadap system mata pencaharian
mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran suku bangsa-suku bangsanya mata
pencaharian pokok bangsa papua yaitu : menokok sagu, menangkap
ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan serta berkebun beternak secara
sederhana.
3.
HUKUM ADAT
MASYARAKAT Papua
tidak hanya memiliki keunikan di bidang sosial dan budaya, tetapi juga
persoalan hukum pun sangat unik. Dari 312 suku di Papua masing-masing memiliki
hukum adat tersendiri yang masih bertahan hingga kini. Hukum adat lebih dominan
dalam kehidupan masyarakat karena dinilai lebih menguntungkan pihak korban
daripada hukum positif.
Masyarakat lebih suka menyelesaikan semua perkara secara
adat daripada penyelesaian sesuai hukum positif. Padahal, hukum ini mengikat
seluruh warga negara untuk menaati dan menjalankan hukum perdata maupun pidana.
Hukum adat lebih menguntungkan korban atau penggugat
daripada hukum pidana atau perdata. Denda berupa hewan ternak, uang, tanah, dan
harta benda lain yang harus ditanggung pelaku terhadap korban, bahkan
denda-denda macam itu bisa bernilai miliaran rupiah. Denda seperti itu jelas
lebih berat bila dibandingkan dengan putusan di pengadilan negeri (PN).
Kasus pembunuhan misalnya. Mereka selalu menyebut dalam
bahasa adat, ’ganti rugi kepala manusia’ atau mengganti benda yang bernilai
miliaran rupiah. Jika tidak dalam bentuk uang, diganti ternak babi sampai
ratusan ekor. Apalagi menyangkut kasus asusila. Pihak pelaku harus mampu
menunjukkan kepada keluarga wanita bahwa ia berani berbuat dan berani juga
bertanggungjawab.
Masyarakat lebih tertarik menyelesaikan semua kasus di
melalui hukum adat karena masyarakat menilai hukum adat lebih adil dan dipahami
semua warga. Hukum adat sejak nenek moyang telah diterapkan di kalangan
masyarakat dan mereka tahu bagaimana cara mengambil keputusan di dalam
musyawarah adat itu.
Keuntungan dari tuntutan hukum adat, tidak hanya bagi
korban, tetapi hampir seluruh anggota keluarga yang dekat dengan korban atau
semua anggota suku itu. Karena itu, dukungan dari suku terhadap korban sangat
besar, dan bila pihak pelaku tidak memenuhi tuntutan adat, akan berbuntut pada
perang antara suku.Perang ini untuk membuktikan siapa yang paling benar dalam
kasus tersebut. Pihak yang kalah diyakini telah melakukan kebohongan, pihak
yang menang dinilai telah bertindak jujur dan adil.
Perang adat tidak brutal. Perang itu harus disepakati kedua
pihak terutama menyangkut jumlah anggota suku yang terlibat perang, tempat,
waktu, dan kesepakatan mengenai perempuan dan anak-anak tidak boleh dibunuh di
dalam perang. Perang hanya berlangsung di zona yang telah ditetapkan bersama.
Bila kedua pihak saling bertemu di tempat lain, tidak akan ada permusuhan.
4.
PERKAWINAN
Pembayaran
maskawin dengan benda - benda, berupa: mege [kulit bia/kulit kerang],
dedege-epadau [manik-manik], pakoba-woti, maumi [kapak batu], dan dawa, kawane,
[kulit kerang kecil], ditambah dengan babi Sejak terjadi kontak dunia luar
mulai mengenal mata uang modern (rupiah) dan cara pemberian ongkos mas kawin
sangat beragam ratusan ribu rupiah sampai jutaan rupiah.
Penyerahan mas kawin merupakan suatu pengakuan jasa kepada
ibu calon isteri yang telah melahirkan dan membesarkan anak perempuannya. Mas
kawin juga dinilai sebagai alat pengikat antara suami-isteri untuk dapat hidup
bersama. Mas kawin juga bersifat balas jasa terhadap sesama yang ditanggungkan
sebagai mas kawin kepada ibu dari pihak calon isteri. Bila mas kawin sudah
beres, pengantin perempuan pindah ke rumah suaminya, dan menjalani hidup
sebagai isteri yang sah. Mas kawin menentukan sah tidaknya suatu perkawinan
yang mengakibatkan adanya pengakuan oleh pihak publik.
Dengan mas kawin, ayah dari pengantin perempuan dapat
melunasi mas kawin kepada isterinya. Mas kawin juga dapat berperan sebagai
modal pernikahan saudara dalam keluarga atau modal untuk mengembangkan usaha
orang tua. Tetapi hal-hal ini bukanlah tujuan, tetapi akibat/dampak dari mas
kawin yang diterima.
5.
BUDAYA TARI – TARIAN
Masyarakat papua
memilki bebagai macam budaya tari-tarian yang biasa mereka sebut dengan istilah
Yosim Pancar (YOSPAN), yang di dalamnya terdapat berbagai macam bentuk gerak
seperti ; (tari gale-gale, tari balada cendrawasih, tari pacul tiga, tari seka)
dan tarian sajojo dan masih banyak lagi. Lain halnya dengan tarian yang biasa dibawakan
oleh masyarakat pegunungan yaitu tarian panah dan tarian perang.Tarian yang dibawakan
oleh masyarakat pantai maupun masyarakat pegunungan pada intinya dimainkan atau
diperankan dalam berbagai kesempatan yang sama seperti; dalam penyambutan tamu
terhormat, dalam penyambutan para turis asing dan yang paling sering dimainkan
adalah dalam upacara adat. Khususnya tarian panah biasanya dimainkan atau
dibawakan oleh masyarakat pegunungan dalam acara pesta bakar batu atau yang
biasa disebut dengan barapen oleh masyarakat pantai. Tarian ini dibawakan oleh
para pemuda yang gagah perkasa dan berani.
a. Tarian Kikaro dari Doyo Lama
Dalam tarian ini jumlah bulu berwarna kuning yang disisipkan
pada hiasan kepala seorang ondoafi ternyata menandakan jumlah orang yang telah
tewas dalam perang suku.Diceritakan sejarahnya bahwa sekitar tahun 1700 terjadi
perang suku antara suku Kitung Babatung (sekarang Waibron) dengan Kampung Doyo
Lama karena memperebutkan tanah.
Akhir dari perang tersebut akhirnya dimenangkan
oleh Doyo Lama setelah seorang panglima perang bernama Dopoy dari suku Ebey
berhasil menewaskan seorang kepala suku dari Kitung Babatung bernama Dani juga
warga sekampungnya, sementara seorang Ondoafi bernama Kamakurung dari suku
Pangkatana ikut tewas.
Dikisahkan usai perang melawan Kitung Babatung, menyusul
pula perang antara Doyo Lama yang dipimpin oleh Nuguboy Kendi melawan Yagua
Dotobeketo (sekarang Yahim) dan akhirnya kembali menang.Kisah ini sedikit
menyimpulkan bahwa status lokasi tanah saat itu bisa diperoleh melalui
perang.Jika menang maka suku tersebut bisa mendiami bahkan menggeser suku sebelumnya
yang menempati.
Dalam sejarah tersebut selain ondoafi, sosok panglima perang
juga sangat disegani karena semua komando perang ada padanya.Peperangan tidak
hanya menggunakan alat perang tetapi tentu disisipkan ilmu kebal maupun ilmu
yang bersumber dari kekuatan alam,
b.
AKOHOY
Cerita berbeda diusung Kampung Yoka dengan tarian
Ahokoy.Dikatakan tidak banyak yang mengetahui cerita sejarah ini sehingga
kembali diangkat bahwa terbentuknya beberapa pulau dan penduduk yang mendiami
disekitar Danau Sentani adalah dari cerita ini.
Dikisahkan berawal dari kedatangan suku Hebeibulu dari
Fonom, Papua New Guinea dengan tujuan hendak ke daratan Yoka yang diantar oleh
ondoafi besar yang istrinya saat itu sedang hamil besar.Saat itu dikatakan
rombongan diantar Ondoafi besar bersama sang istri yang mengenakan tudung
habana menutup wajahnya didampingi dua anak perempuan bernama Hay dan Hebaykoi.
Setibanya ditempat tujuan sang istri kemudian melahirkan dua
anak laki-laki bernama Assa dan Kalo.Setelah cukup usia keduanya berpisah
dimana Assa memilih tinggal di pulas Asei dan Kalo tetap di Yoka.Dari
perjalanan hidup dua anak ini akhirnya kampung Asei disebut sebagai kampung
tua.
Asei dinamakan kampung matahari dan Yoka dinamakan kampung
bulan karena saat rambut kedua pemuda tersebut dipotong, tampak bentuk matahari
pada kepala Assa dan bulan pada kepala Kalo.
6.
ALAT MUSIK
a.
TIFA
Tifa adalah alat musik yang berasal dari maluku dan papua,
Tifa mirip seperti gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari
sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi
ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah
dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknyapun
biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan papuamemiliki tifa
dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya
dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian
tradisional asmat,dan Tarian gatsi. rian ini biasanya digunakan pada
acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting
lainnya.
b.
PIKON
Di daerah Wamena, Musik Pikon dalam bahasa Baliem Jayawijaya
disebut Pikonane yang artinya Pikon alat music dan Ane adalah Bunyi. Jadi Pikon
Ane adalah jenis music yang dihasilkan oleh alat music Tiup sekaligus bertali
yang kalau ditiup sambil menarik tali tersebut akan menghasilkan tiga nada
dasar yaitu do, mi, Sol.Bahan yang dipakai untuk membuat alat jenis music Pikon
adalah Hite atau sejenis lokop atau bambu yang beruas-ruas dan tidak berisi
padat seperti jenis tumbuh-tumbuhan lain.
Musik Tradisional ini telah dikenal dan biasa ditampilkan
dalam Festival Budaya Lembah Baliem Jayawijaya setiap 17 Agustus
c.
TRITON
Triton dimainkan dengan cara ditiup. Alat musik ini terdapat
di seluruh pantai, terutama di daerah Biak, Yapen, Waropen, Nabire, Wondama,
serta kepulauan Raja Amat. Awalnya, alat ini hanya digunakan untuk sarana
komunikasi atau sebagai alat panggil/ pemberi tanda. Selanjutnya, alat ini juga
digunakan sebagai sarana hiburan dan alat musik tradisional
7.
MAKANAN
Tanaman ubijalar (petatas) dan keladi (kastela) serta sagu
merupakan makanan khas masyarakat pedalaman Papua dan masyarakat Papua umumnya.
Papeda adalah makanan khas Papua yang terbuat dari sagu. Sebelum disajikan
terlebih dahulu disaring kemudian diberi air jeruk untuk menambah kelezatan
rasa dan ditambah air panas secukupnya kemudian diaduk sampai mengembang.
Sebagai pelengkap, makanan khas Papua ini diberi ikan kuah
pedas dan sayur tagas-tagas yang terbuat dari campuran daun singkong, bunga
pepaya, dan ubi jalar. Papeda makin lezat bila disantap selagi hangat.
8.
RUMAH ADAT
Honai adalah rumah khas Papua yang dihuni oleh Suku Dani.
Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari
jerami atau ilalang. Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak memiliki
jendela. Sebenarnya, struktur Honai dibangun sempit atau kecil dan tidak
berjendela bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.
Honai terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai
tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan mengerjakan
kerajinan tangan. Karena dibangun 2 lantai, Honai memiliki tinggi kurang lebih
2,5 meter. Pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun
untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum
laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut
Wamai)
By: Agustatogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar