Aku
bertanya kepada Agustian, “Apa yang akan terus kamu ingat dalam
hidupmu?” Sebenarnya aku ingin bertanya lebih lugas lagi, “Siapa yang
telah mengubah hidupmu?” Sebelum pertanyaan itu terlontar, Agustian
telah memberikan jawaban.
“Rama Tito! Ada banyak hal yang aku ingat—dan sangat sulit untuk bisa lupa—tentang Rama. Tidak bisa ragu lagi, Rama akan terus ada di sepanjang hidup ini. Di mana? Di dalam ingatanku.”
Aku sendiri menyimpan ingatan tentang pater muda tapi sudah beruban itu. Senin pagi, jika tidak upacara bendera, Rama Tito akan masuk ke kelas seperti juga wali-wali kelas yang lain. Inilah jam wali kelas. Mau digunakan seperti apa sepenuhnya bergantung pada pertimbangan pribadi si wali kelas. Khusus untuk Rama Tito, ia akan menggaungkan kembali kata-kata motivasi dari Andrie Wongso.
“Senin itu Rama mengatakan di depan kami semua kata-kata bertuah Andrie Wongso, ‘Kalau kamu lunak terhadap dirimu sendiri maka kehidupanmu akan terasa keras. Namun, kalau kamu keras terhadap dirimu maka kehidupanmu akan terasa lunak.’ Apakah Rama tahu, gara-gara kata-kata itu aku bertekad untuk keras terhadap diriku sendiri agar kehidupan ini menjadi mudah dijalani. Maksudku, aku akan menghayati panggilan hidupku dengan melakukan setiap pekerjaan dengan tekun dan mencoba jujur,” kata Agustian.
Ia melanjutkan, “Memori yang lain adalah soal buku Laskar Pelangi yang menjadi tugas kami untuk membacanya. Setelah membaca buku itu, saya menangkap satu hal. Lintang ingin pergi ke Paris untuk melihat menara Eiffel. Ia tidak sampai ke sana karena kesulitan. Tetapi Lintang, teman baiknya, studi ke Paris. Aku terinspirasi untuk tetap teguh pada impian yang kurencanakan.”
Agustian mengingat satu hal yang aku sama sekali tidak tahu. Rama Tito bermain-main dengan peribahasa. “Katak yang melompat dari tempurung kelapa.”
“Apakah Rama Tito tahu bahwa untukku bukan hanya keluar dari tempurung kelapa? Tapi lebih sulit lagi, keluar dari dalam botol yang memiliki ruang dalam dan mulut kecil. Semula aku di dalam botol itu, setelah aku menimba ilmu, mengalami berbagai cobaan, mengalami kepahitan, sekarang ini aku baru setengah melompat. Tapi suatu saat aku akan keluar sepenuhnya dari botol itu. Kapan? Ketika impianku terwujud.”
“Gus, apakah kamu masih bermimpi menjadi guru?” tanyaku. Wajar aku bertanya demikian karena ada sejumlah guru yang beralih profesi untuk masuk ke dunia politik setelah Papua menjadi semarak dengan pemekaran kabupaten-kabupaten baru. Mereka mengincar kursi DPRD.
“Impianku adalah memulung anak-anak. Membangun generasi muda dengan pendidikan. Anak-anak Papua sangat membutuhkan pendidikan. Di pelosok-pelosok, di pedalaman, masih banyak orang buta huruf, tidak bisa membaca, menulis, dan menghitung. Papua membutuhkan orang yang punya tekad, niat, serta peka terhadap masalah pendidikan di sana. Pendidik adalah pekerjaan yang paling mulia. Pendidik adalah suatu panggilan. Maka, pendidik diutus ke sana bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, memerhatikan yang menderita, membangun tanah air.”
“Mimpimu masih harus berjalan jauh, Gus. Mungkin akan ada banyak rintangan dan godaan. Barangkali seperti Santiago yang tergoda oleh kecantikan Fatima dalam novel The Alchemist Paulo Coelho. Namun, semoga ada orang-orang yang mengingatkanmu seperti halnya ada yang mengingatkan Santiago agar mimpimu terwujud,” kataku padanya.
“Tuhan sangat baik. Hingga sekarang Rama Tito masih terus memotivasiku. Kami berjauhan tapi kami saling menguatkan. Rama Tito adalah motivatorku.”
“Gus, aku tidak tahu bagaimana bisa secara persis menggambarkan arti kehadiran Rama Tito dalam hidupmu. Tapi aku yakin suatu saat kau akan mengatakannya sendiri kepadanya.”
Oleh: Yohanes Supriyono
“Rama Tito! Ada banyak hal yang aku ingat—dan sangat sulit untuk bisa lupa—tentang Rama. Tidak bisa ragu lagi, Rama akan terus ada di sepanjang hidup ini. Di mana? Di dalam ingatanku.”
Aku sendiri menyimpan ingatan tentang pater muda tapi sudah beruban itu. Senin pagi, jika tidak upacara bendera, Rama Tito akan masuk ke kelas seperti juga wali-wali kelas yang lain. Inilah jam wali kelas. Mau digunakan seperti apa sepenuhnya bergantung pada pertimbangan pribadi si wali kelas. Khusus untuk Rama Tito, ia akan menggaungkan kembali kata-kata motivasi dari Andrie Wongso.
“Senin itu Rama mengatakan di depan kami semua kata-kata bertuah Andrie Wongso, ‘Kalau kamu lunak terhadap dirimu sendiri maka kehidupanmu akan terasa keras. Namun, kalau kamu keras terhadap dirimu maka kehidupanmu akan terasa lunak.’ Apakah Rama tahu, gara-gara kata-kata itu aku bertekad untuk keras terhadap diriku sendiri agar kehidupan ini menjadi mudah dijalani. Maksudku, aku akan menghayati panggilan hidupku dengan melakukan setiap pekerjaan dengan tekun dan mencoba jujur,” kata Agustian.
Ia melanjutkan, “Memori yang lain adalah soal buku Laskar Pelangi yang menjadi tugas kami untuk membacanya. Setelah membaca buku itu, saya menangkap satu hal. Lintang ingin pergi ke Paris untuk melihat menara Eiffel. Ia tidak sampai ke sana karena kesulitan. Tetapi Lintang, teman baiknya, studi ke Paris. Aku terinspirasi untuk tetap teguh pada impian yang kurencanakan.”
Agustian mengingat satu hal yang aku sama sekali tidak tahu. Rama Tito bermain-main dengan peribahasa. “Katak yang melompat dari tempurung kelapa.”
“Apakah Rama Tito tahu bahwa untukku bukan hanya keluar dari tempurung kelapa? Tapi lebih sulit lagi, keluar dari dalam botol yang memiliki ruang dalam dan mulut kecil. Semula aku di dalam botol itu, setelah aku menimba ilmu, mengalami berbagai cobaan, mengalami kepahitan, sekarang ini aku baru setengah melompat. Tapi suatu saat aku akan keluar sepenuhnya dari botol itu. Kapan? Ketika impianku terwujud.”
“Gus, apakah kamu masih bermimpi menjadi guru?” tanyaku. Wajar aku bertanya demikian karena ada sejumlah guru yang beralih profesi untuk masuk ke dunia politik setelah Papua menjadi semarak dengan pemekaran kabupaten-kabupaten baru. Mereka mengincar kursi DPRD.
“Impianku adalah memulung anak-anak. Membangun generasi muda dengan pendidikan. Anak-anak Papua sangat membutuhkan pendidikan. Di pelosok-pelosok, di pedalaman, masih banyak orang buta huruf, tidak bisa membaca, menulis, dan menghitung. Papua membutuhkan orang yang punya tekad, niat, serta peka terhadap masalah pendidikan di sana. Pendidik adalah pekerjaan yang paling mulia. Pendidik adalah suatu panggilan. Maka, pendidik diutus ke sana bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, memerhatikan yang menderita, membangun tanah air.”
“Mimpimu masih harus berjalan jauh, Gus. Mungkin akan ada banyak rintangan dan godaan. Barangkali seperti Santiago yang tergoda oleh kecantikan Fatima dalam novel The Alchemist Paulo Coelho. Namun, semoga ada orang-orang yang mengingatkanmu seperti halnya ada yang mengingatkan Santiago agar mimpimu terwujud,” kataku padanya.
“Tuhan sangat baik. Hingga sekarang Rama Tito masih terus memotivasiku. Kami berjauhan tapi kami saling menguatkan. Rama Tito adalah motivatorku.”
“Gus, aku tidak tahu bagaimana bisa secara persis menggambarkan arti kehadiran Rama Tito dalam hidupmu. Tapi aku yakin suatu saat kau akan mengatakannya sendiri kepadanya.”
Oleh: Yohanes Supriyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar