Oleh: Agustian Tatogo
Suatu ketika
saya memasang bendera merah putih pada sepeda onthel saya waktu saya bepergian
keliling Jawa Timur. Rupanya ada orang tertentu yang menganggap bahwa saya itu
mata- mata NKRI. Lalu isu tersebut tersebar ke seluruh wilayah Jawa dan Bali,
bahkan sampai ke Papua.
Manusia Mee
diberikan otak untuk berpikir dan sebagai landasan manusia Mee adalah dou, gai dan ekowai. Dou dan ekowai biasa kita praktikan dalam
kehidupan sehari- hari. Namun, suatu pertanyaan yang seringkali muncul adalah gai. Semua orang bisa gai (berpikir), tetapi gai yang seperti apa? Pengaruh situasi
baru mengakibatkan gai yang
sebenarnya sudah hilang. Gai tidak
hanya berpikir dengan otak saja, tetapi gai
yang harus dilakukan dengan hati.
Orang Mee memiliki
harga diri yang tinggi serta nilai- nilai luhur. Namun sangat sulit bagi
manusia Mee zaman sekarang. Hanya mendengar isu tertentu saja sudah menafsirkan
macam- macam. Orang tidak berpikir akan hal- hal dan tujuan tertentu dengan
dipasangnya bendera pada sepeda onthel. Sebagai pengetahuan, saat itu tujuan digunakannya
bendera merah putih adalah sebagai berikut: setiap orang (entah negara
manapun), ketika melakukan perjalanan menggunakan motor atau sepeda onthel atau
jalan kami untuk suatu tujuan tententu, pastilah menggunakan bendera negara.
Hal itulah adalah antisipasi untuk keamanan selama perjalanan.
Arahnya selalu negatifkah?
Bagaimana
kita bisa menafsirkan suatu masalah tanpa memproteksi segala kemungkinan yang
terjadi? Apa untungnya jika kita hanya mengambil sisi negatifnya saja atau
hanya satu arah saja? Bagaimana wawasan bisa berkembang jika hanya berpikir
searah saja? Bagaimana bisa berkembang jika kita terpengaruh dengan situasi-
situasi tertentu? Itulah akibat dari kita tidak berpikir dengan hati. Pikir
dengan hati itu harus melihat pribadi sendiri, harus direnungkan barulah
katakanlah kepada orang yang kita mau katakan.
Semua kembali
kepada kita sebagai bangsa Papua terutama para penyebar isu- isu tersebut.
Jadilah diri kita seperti Thomas yang tidak pernah percaya selama dia sendiri belum
membuktikan dengan mata kepalanya sendiri. Pikiran kampungnya jangan terbawa
sampai pada tingkat pelajar dan mahasiswa. Orang terdidik harus berpikir lebih
dari sekedar masyarakat biasa.
Jika kita
hanya ikut arus tententu, sama artinya kita tidak pernah menjadi pelajar. Orang
terpelajar itu berarti harus punya kreativitas tententu, tidak harus (mau)
dipengaruhi orang lain, termasuk isu- isu yang marak terjadi di Papua dan
Indonesia. Kembali berpikir, harus bertanya kepada diri sendiri dan juga
bertanya kepada hati. Jika kita tidak berpikir dengan hati, maka akibatnya
menjawab pertanyaan- pertanyaan bersifat negatif pada paragraf empat. Selamat
memiliki gai dari dalam hati.
-----Salam
Perjuangan-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar