Kamis, 21 Mei 2015

Kembali ke Pikir dan Hatimu

Oleh: Agustian Tatogo

Suatu ketika saya memasang bendera merah putih pada sepeda onthel saya waktu saya bepergian keliling Jawa Timur. Rupanya ada orang tertentu yang menganggap bahwa saya itu mata- mata NKRI. Lalu isu tersebut tersebar ke seluruh wilayah Jawa dan Bali, bahkan sampai ke Papua.
Manusia Mee diberikan otak untuk berpikir dan sebagai landasan manusia Mee adalah dou, gai dan ekowai. Dou dan ekowai biasa kita praktikan dalam kehidupan sehari- hari. Namun, suatu pertanyaan yang seringkali muncul adalah gai. Semua orang bisa gai (berpikir), tetapi gai yang seperti apa? Pengaruh situasi baru mengakibatkan gai yang sebenarnya sudah hilang. Gai tidak hanya berpikir dengan otak saja, tetapi gai yang harus dilakukan dengan hati.
Orang Mee memiliki harga diri yang tinggi serta nilai- nilai luhur. Namun sangat sulit bagi manusia Mee zaman sekarang. Hanya mendengar isu tertentu saja sudah menafsirkan macam- macam. Orang tidak berpikir akan hal- hal dan tujuan tertentu dengan dipasangnya bendera pada sepeda onthel. Sebagai pengetahuan, saat itu tujuan digunakannya bendera merah putih adalah sebagai berikut: setiap orang (entah negara manapun), ketika melakukan perjalanan menggunakan motor atau sepeda onthel atau jalan kami untuk suatu tujuan tententu, pastilah menggunakan bendera negara. Hal itulah adalah antisipasi untuk keamanan selama perjalanan.
Arahnya selalu negatifkah?
Bagaimana kita bisa menafsirkan suatu masalah tanpa memproteksi segala kemungkinan yang terjadi? Apa untungnya jika kita hanya mengambil sisi negatifnya saja atau hanya satu arah saja? Bagaimana wawasan bisa berkembang jika hanya berpikir searah saja? Bagaimana bisa berkembang jika kita terpengaruh dengan situasi- situasi tertentu? Itulah akibat dari kita tidak berpikir dengan hati. Pikir dengan hati itu harus melihat pribadi sendiri, harus direnungkan barulah katakanlah kepada orang yang kita mau katakan.
Semua kembali kepada kita sebagai bangsa Papua terutama para penyebar isu- isu tersebut. Jadilah diri kita seperti Thomas yang tidak pernah percaya selama dia sendiri belum membuktikan dengan mata kepalanya sendiri. Pikiran kampungnya jangan terbawa sampai pada tingkat pelajar dan mahasiswa. Orang terdidik harus berpikir lebih dari sekedar masyarakat biasa.
Jika kita hanya ikut arus tententu, sama artinya kita tidak pernah menjadi pelajar. Orang terpelajar itu berarti harus punya kreativitas tententu, tidak harus (mau) dipengaruhi orang lain, termasuk isu- isu yang marak terjadi di Papua dan Indonesia. Kembali berpikir, harus bertanya kepada diri sendiri dan juga bertanya kepada hati. Jika kita tidak berpikir dengan hati, maka akibatnya menjawab pertanyaan- pertanyaan bersifat negatif pada paragraf empat. Selamat memiliki gai dari dalam hati.

-----Salam Perjuangan-----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar